Apakah Homeschooling membuat seorang anak sulit untuk bersosialisasi ?


Tidak seperti anak yang pergi bersekolah pada umumnya, anak-anak homeschooling lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga, dibanding dikelilingi teman-teman. Apakah hal tersebut berpengaruh dalam mental seorang anak untuk bersosialisasi di dalam masyarakat?

Ini adalah pertanyaan yang sangat sering diajukan kepada para pelaku homeschooling dan tentunya menjadi bahan diskusi kami, para homeschoolers. Bahkan saya dan suami pun belum juga khatam membahas bab ini. Mungkin pertanyaan ini muncul karena adanya awalan ‘home’ itu ya. Banyak orang di luaran mungkin berpikir, anak-anak hs itu belajarnya ya di rumah sepanjang hari, jadi mereka nggak punya kesempatan bermain di luar.

Kunci sukses anak bersosialisasi sebenarnya kan tidak terletak di sekolah atau di mana aja, tetapi terletak pada bonding alias hubungan orang tua dengan anak. Sosialisasi kan bukan sebatas bertemu orang-orang lalu ngobrol atau belajar bersama mereka. Sosialisasi itu mencakup kemampuan beradaptasi, mengenali diri dan orang lain, menghargai, dan lainnya. Anak yang punya kemampuan sosialisasi yang baik adalah anak yang terbangun baik self esteem dan self co fidence-nya. Apa itu self esteem? Yaitu kemampuan seseorang menghargai dirinya. Orang yang punya self esteem yang baik efeknya akan punya kepercayaan diri yang bagus. Kalau anak sudah percaya diri, maka insyaAllah dia akan mudah bersosialisasi dengan orang lain. Betul apa betul?

Banyak juga anak yang bersekolah tetapi tidak punya kemampuan sosialisasi yang baik. Cenderung penyendiri, tidak bisa menyatu dengan teman-temannya, dan lainnya. Sementara, banyak anak homeschooling yang punya kemampuan sosialisasi sangat baik, bahkan berhasil membangun tim kerja yang solid saat berorganisasi.

Self esteem tumbuh baik berkat pengasuhan yang baik. Anak yang tumbuh dalam iklim respek, akan memiliki pandangan yang positif terhadap dirinya sendiri. Ia merasa dihargai keberadaannya sehingga dapat pula meningkatkan kepercayaan dirinya. Saya pernah melihat orang tua yang memaki anaknya dengan segala sebutan hewan, dan menampar wajah anaknya, karena si anak ketahuan menonton video porno. Kira-kira anak yang diperlakukan seperti itu akan punya konsep diri yang positif nggak, Mak?

Self esteem dan self confidence adalah pondasi kemampuan bersosialisasi, jika ini sudah terbangun dalam diri anak, maka selanjutnya orang tua tinggal memfasilitasi anak mengembangkan kemampuan sosialisasi ini dengan berbagai cara. Berikut ini usaha yang sedang kami jalankan dalam rangka membangun kemampuan sosialisasi anak-anak :

  1. Bergabung ke dalam komunitas homeschooling dan rumah belajar. Kegiatan komunitas ini beragam, ya fieldtrip, belajar menggambar mewarna, crafting, kelas memasak, gardening dan lainnya. Kalau anak-anak punya kemampuan merajut, misalnya, mereka bisa bergabung di rumah belajar crafting. Bila ada komunitas homeschooling di sekitar tempat tinggal Mama, maka urusan sosialiasi ini akan cenderung lebih mudah. Setiap keluarga homeschoolers bisa berkumpul sekali atau dua kali seminggu.

  2. Membawa anak travelling dan mengajarkannya bagaimana cara bicara pada orang lain. Kalau kami membawa anak-anak ke museum misalnya, kami akan memasukkan kegiatan wawancara sebagai salah satu kegiatan hs. Anak-anak akan mewawancarai fasilitator mengenai segala informasi yang ada di galeri. Selain itu, anak-anak kami biasakan untuk mengutarakan apa yang mereka pikirkan, menyampaikan dengan cara yang santun serta belajar mendengarkan ketika orang lain berbicara. Ini membuat mereka tidak canggung untuk berkomunikasi dengan orang lain, meskipun orang yang baru mereka temui.

  3. Kami ingin memasukkan anak ke sekolah payung homeschooling. Mudah-mudahan Allah memudahkan impian kami nantinya, ketika tiba masa anak-anak bersekolah suami ditempatkan di kota yang sudah terdapat sekolah payung anak hs atau Sekolah Alam.

  4. Bermain dengan anak-anak di lingkungan sekitar setiap hari, juga bagian dari upaya mengembangkan kemampuan sosialisasi.

Referensi