Apakah E-Government membantu dalam mengurangi korupsi?

E-government atau electronics government, juga disebut e-gov, digital government, online government atau dalam konteks tertentu transformational government) adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. e-Government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses kepemerintahan yang demokratis.

Selain itu, e-government itu sendiri disebut-sebut juga bisa mengurangi KKN(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Apakah pendapat tersebut itu benar?

Studi kasus menunjukkan bahwa e-government adalah alat yang efektif untuk mengurangi korupsi dengan mempromosikan tata pemerintahan yang baik dan memperkuat aktor berorientasi reformasi. Secara khusus, e-government dapat mengurangi perilaku korup secara eksternal dengan meningkatkan hubungan dengan warga negara dan secara internal dengan lebih efektif mengendalikan dan memantau perilaku karyawan.

Studi ini mengkaji dampak e-government terhadap korupsi dengan menggunakan data tingkat nasional. Dampak faktor tradisional lainnya - profesionalisme birokratik, kualitas birokrasi, dan penegakan hukum - yang diajukan oleh literatur administrasi publik juga diperiksa. Analisis statistik menunjukkan bahwa e-government memiliki dampak positif yang konsisten dalam mengurangi korupsi, seperti juga faktor anti-korupsi tradisional.

Namun sayangnya untuk wilayah Indonesia sendiri , hal tersebut tampaknya belum berhasil. Kita bisa melihat bahwa E-Government malah menjadi boomerang bagi Bangsa Indonesia sendiri. Contoh paling nyata dapat kita lihat di kasus E-KTP, yang sedang gencar-gencarnya diperbincangkan. Kasus ini melibatkan salah satu tokoh paling kontroversial di Indonesia, Ketua DPR RI, Setya Novanto.

E-government dalam kasus ini malah menjadi lahan bagi para koruptor untuk “bermain”. Mereka memanfaatkan uang rakyat untuk kepentingan mereka sendiri. Karena itu bisa dikatakan , penerapan E-Government di NKRI masih tergolong gagal.

image

source : http://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/01900690701590553?src=recsys

e-government-solutions

E-government di dalam bisnis terdapat macamnya, seperti e-procurement, e-tax filling, dan e-sourcing disebut-sebut bisa digunakan untuk mengurangi hubungan antar muka antara perusahaan dengan pemerintah. Beberapa Negara, seperi Georgia dan Estona menggunakan e-government tersebut secara keseluruhan. Pengembangana tersebut merupakan penggunaan teknologia untuk memberikan solusi anti korupsi dengan mempergunakan teknologi sebagai penyimpanan data yang sangat aman.

E-government tidak hanya mengurangi ketransparan suatu informasi melainkan dapat mengurangi elemen kebijakan yang kadang dieksploitasi. Sebagaimana Rober Klitgaard menjelaskan dalam bukunya “Controlling Corruption”,

Korupsi = Monopoli + Kebijaksanaan - Akuntabilitas.

E-government merupakan cara yang efektif dalam mengurangi korupsi, karena pada dasarnya korupsi merupakan sebuah pengadaan, baik barang, peralatan atau lainnya. Saat memakai E-government, semua itu dapat terpantau menggunakan data-data yang ada.

Sumber :
https://www.researchgate.net/post/Is_e-government_helpful_in_minimizing_corruption

http://www.anticorruption.ie/en/acjs/pages/fq08000018

Konsep E-Goverment

Sebagai sebuah strategi membangun good governance, e-governancetidak lepas dari landasan filosofis pembentuknya. Inti dari prinsip e-governmentadalah penggunaan teknologi informasi dan telekomunikasiuntuk administrasi pemerintahan yang efisien dan efektif, serta dapatmeningkatkan hubungan antara Pemerintah dan pihak-pihak lain dalammemberikan pelayanan yang transparan dan memuaskan. Penggunaanteknologi informasi ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti G2C (Government to Citizen), G2B (Government to Business Enterprises), dan G2G (inter-agency relationship).

Mengapa Harus e-Government?

Pertanyaan ini dapat dijawab dengan melihat kinerja pemerintahan baik tingkat lokal dan nasional yang masih belum memuaskan. Lembaga Survei Indonesia melaporkan bahwa persepsi publik atas berbagai kondisi kehidupanmasyarakat bersifat negatif. Tingkat kepuasan publik pada pemerintah terus menurun sejak bulanJuli 2009 sampai bulan Oktober 2010 (titik terendah). Dari Juli’09 ke Des’10 kepuasan terhadap kinerja Yudhoyono mengalami tren penurunan. Data diatas termasuk pada pelayanan publik diantaranya penyediaan pendidikandasar yang terjangkau dan penyediaan layanan kesehatan, penyediaan barang kebutuhan pokok, mengurangi jumlah orang miskin, mengurangi jumlah pengangguran, dan pemberantasan korupsi.

Jika ditarik lebih jauh, masalah-masalah diatas berujung pada belum adanya transparansi, akuntabilitas, dan aksesbilitas masyarakat untuk mendapat informasi secara luas. Misalnya perihal transparansi, pelayanan publik menjadi terhambat karena tidak adanya transparansi. Dana yang seharusnya digunakan untuk pelayanan publik, ternyata dapat dengan mudah digunakan untuk tujuan yang tidak benar. Contoh lainnya adalah pembangunan proyek dengan sistem tender,baik dengan mekanisme terbuka maupun tertutup. Umumnya, tender banyak mempengaruhi aspek pelayanan publik baik tahap pra dan pasca tender itu dilakukan. Sebelum pelaksanaan proyek, tawar-menawar antara calon pemegang tender dan panitian tender dilakukan secara tidak profesional. Ada tawar-menawar harga diantara mereka agar tender dimenangkan kepada salah satu calon pemegang tender. Sebagai contoh, pelaksanaan tender di Riau, dalam sebuah proyek, sudah wajib hukumnya untuk memberikan fee di depan sebesar 10-15 persen kepada Kepala Dinas. Poin yang perlu dicatat adalah mereka yang terlibat dalam sebuah proyek sudah saling mengenal satu sama lain sehingga tawar-menawar harga tidak dapat dinafikan. Kasus ini menggambarkan bahwa penerapan dengan tenaga manusia secara langsung memudahkan korupsi, kolusi, dan nepotisme tumbuk bagai jamur di musim hujan. Konsekuensinya, pelayanan publik pun terhambat.Belum lagi tingkat korupsi negera ini yang semakin memprihatinkan.Angka Indeks PersepsiKorupsi Indonesia tahun 2010 tetap 2,8 atau berada di peringkat ke-110dari 178 negara yang disurvei.

Maka dari itu, penggunaan informasi dan teknologi dalamsistem pemerintahan (e-government) merupakan suatu hal yang sangat vital untuk menjawab berbagai permasalahan pemerintahan. Dalam menjawab kasus di atas misalnya, proses tender elektronik yang disebut Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) atau e-procurementdapat dilakukan. Proses tender ini memungkinkan para pelaku tender baik itu kontraktor maupun panitia pengadaan (tender) tidak bertemu bahkan saling mengenal satu sama lain. Ini sejalan dengan semangat good governance dimana selama ini proses tender menjadi salah satu mata rantai yang bertali temali dengan praktik Korupsi Kolusi dan Nepostisme (KKN).