Apakah Burnout Menyebabkan Terjadinya Penurunan Kesejahteraan Pekerja?

WhatsApp Image 2020-04-25 at 16.19.29

Apakah burnout selalu dihasilkan dari bekerja terlalu larut? Apakah burnout sama dengan kelelahan bekerja pada umumnya? Apa yang dirasakan pekerja saat mengalami burnout ? Bagaimana kaitannya dengan kesejahteraan pekerja? Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat muncul ketika membahas tentang efek dari bekerja secara terus menerus dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan pekerja. Dalam esai ini akan mengulas mengenai argumentasi saya yang mengatakan bahwa burnout dapat menurunkan kesejahteraan pekerja.

Pertama-tama, alangkah baiknya kita memahami istilah burnout terlebih dahulu. Burnout (terbakar habis) adalah keadaan lelah secara emosional, mental, dan fisik yang disebabkan oleh stress yang berkepanjangan atau berulang dan bukan hanya disebabkan karena kelelahan akibat bekerja berjam-jam (Burnout | Psychology Today, 2020). Burnout memiliki beberapa indikasi yaitu perasaan lelah emosi, depersonalization (kehilangan kendali terhadap diri sendiri), serta penurunan prestasi, Maslach (1993; dikutip dari Wardhani.,2012). Permasalahan terkait burnout bukanlah permasalahan yang jarang terjadi, namun permasalahan ini masih sering diabaikan karena menganggap bahwa burnout sama saja seperti kelelahan bekerja biasa yang dapat diobati hanya dengan istirahat secara fisik, padahal burnout tidak hanya berimbas ke fisik, tapi mental juga. Oleh karena itu, burnout dapat memengaruhi kesejahteraan fisik dan juga mental.

Setiap karyawan memiliki target kerja yang berbeda-beda sesuai dengan jabatan dan lama bekerjanya. Target kerja tersebut akan semakin meningkat ketika pekerja berhasil mencapai target kerja sebelumnya. Peningkatan target kerja inilah yang membuat pekerja dipaksa untuk mengerahkan energi lebih agar bisa mencapai targetnya, bahkan dapat menyebabkan burnout atau kelelahan bekerja. Selain itu, target kerja yang terlalu tinggi juga membuat pekerja merasa tertekan dan lebih rentan stress karena keadaan yang memaksa mereka untuk bekerja terus menerus dengan kondisi yang kurang fit. Dengan tekanan yang dialami pekerja karena burnout, pekerja cenderung mengalami gangguan psikologis seperti mudah merasa marah, dan takut yang berlebihan. Dengan demikian, burnout dapat menurunkan kesejahteraan pekerja terlebih dalam mental pekerja.

Target kerja yang mendominasi dan juga deadline yang tidak masuk akal dapat mengakibatkan burnout dan kesejahteraan fisik menurun. Hal itu dikarenakan pekerja bekerja terlalu larut dalam kurun waktu yang lama sehingga dapat menurunkan kondisi fisik pekerja seperti lelahnya mata, sakit kepala, mual, susah tidur, rusaknya organ internal, dan lain lain. Selain itu, menurut Baron & Greenberg (2003; dikutip dari Riadi.,2016) burnout dapat membuat pekerja mengalami perubahan nafsu makan dan berakibat melakukan kesalahan saat bekerja serta merasa sakit padahal tidak ada yang luka dalam fisiknya .

Ketika pekerja bekerja terlalu larut, kondisi kesehatan pekerja juga dapat menurun. Menurut studi yang dilakukan oleh Studi Gallup menunjukan bahwa burnout dapat memicu munculnya beberapa penyakit yaitu jantung koroner, diabetes, dan peningkatan resiko kematian bagi pekerja yang memiliki penyakit tersebut. Pekerja yang mengalami burnout cenderung tidak menjaga jam tidurnya sehingga menyebabkan insomnia, tekanan darah yang tidak normal, penyakit pernafasan, dan sakit kepala seperti migrain.

Menurut penelitian dari European Journal of Preventive Cardiology (Azmi, 2020) , burnout dapat menyebabkan rasa lelah dan gangguan pada detak jantung pekerja, penelitian tersebut menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami burnout mempunyai resiko 20% lebih tinggi mengalami Atrial Fibrilasi (kondisi detak jantung lebih cepat secara tidak normal) dibandingkan dengan pekerja yang tidak mengalami burnout . Peneliti berpendapat bahwa hal ini dapat terjadi dikarenakan tubuh merespon stress secara fisiologis seperti menaikkan detak jantung.

Tidak hanya menurunkan kesejahteraan fisik dan mental para pekerja, burnout juga dapat membuat pekerja merasakan adanya tekanan dan tuntutan yang menghantui mereka secara terus menerus. Tekanan ini dapat berasal dari bermacam sumber seperti dari diri sendiri, dari pimpinan atau atasan, sampai lingkungan atau dari rekan kerja pekerja itu sendiri. Berdasarkan Fraudenberger (1974; dikutip dari Sulistyowati & Muazansyah., 2018) tuntutan tersebut dapat membuat pekerja merasa bersalah karena tidak bisa memenuhi tuntutan dan akan membuat pekerja menambah energi yang lebih besar untuk memenuhi tuntutan tersebut. Ketika menambahkan energi lebih, pekerja akan cenderung merasa tidak puas dengan pencapaian yang ia miliki dan akan terus berusaha mencapai lebih tanpa memikirkan batas dirinya dan kesehatan diri mereka sendiri.

Lingkungan kerja yang tidak mendukung juga dapat membuat pekerja mengalami burnout. Menurut Nitisemito (1996; dikutip dari Romadhoni, Asmony, & Suryatni., 2015) lingkungan kerja terdapat beberapa indikator seperti suasana kerja, hubungan dengan rekan kerja, dan ketersediaan fasilitasnya kerja. Jika lingkungan kerja tidak mendukung dapat membuat pekerja akan merasa tegang dan merasa terbebani terhadap pekerjaannya serta merasa tidak senang dengan pekerjaannya sehingga dapat memengaruhi kinerja pekerja saat pekerja. Menurut Seashore (dikutip dari Zulkarnain., 2011) lingkungan kerja yang tidak mendukung dapat membuat pekerja cenderung tidak bersemangat dan mengalami tekanan kerja sehingga pada akhirnya mengalami burnout . Pekerja juga akan merasa tidak senang dengan pekerjaannya sehingga dapat memengaruhi performa pekerja saat bekerja.

Pekerja yang mengalami burnout akan mengalami keletihan emosi karena merasa tertekan dan stress yang berkepanjangan. Keletihan emosi ini dapat menurunkan kesejahteraan pekerja dan menurunkan kualitas pencapaian kerja di tempat kerjanya. Pekerja yang mengalami keletihan emosi cenderung bersikap negatif seperti menarik diri dari lingkungan kerjanya, rendahnya hasrat pencapaian dan merasa tidak puas terhadap diri sendiri terkait pekerjaan serta lingkungannya. Jika keadaan ini terus berlanjut dan tidak ada penanganan lebih akan menyebabkan pekerja tidak berkeingininan untuk melanjutkan pekerjaannya dan pada akhirnya akan memilih untuk keluar dari pekerjaannya.

Banyak cara yang dapat diupayakan untuk menangani burnout. Upaya yang dapat dilakukan oleh pekerja pribadi adalah untuk mulai membenahi diri sendiri. Langkah awal yang baik adalah untuk mulai mengetahui batas diri masing-masing dan berusaha untuk tetap menjaga kesehatan diri sendiri. Pekerja yang mengalami burnout terlalu sibuk dengan pekerjaannya sampai lupa untuk istirahat, padahal istirahat merupakan hal yang penting agar tidak mengalami burnout. Pekerja juga dianjurkan untuk meluangkan waktu untuk self care atau merawat diri sendiri, hal ini termasuk meluangkan waktu untuk dirinya sendiri dan melakukan hal yang ia sukai agar membangkitkan motivasi untuk kembali bekerja atau hanya sekedar refreshing. Mencari dukungan dari orang sekitar juga dapat mengurangi burnout seperti meluangkan waktu untuk keluarga atau teman untuk saling berkomunikasi dan menuangkan pikiran yang membebani. Selain itu, pekerja juga dapat berusaha untuk melihat sisi positif dari pekerjaannya supaya pekerja merasa senang dalam melakukan pekerjaan tersebut.

Untuk instansi diharapkan menangani kasus burnout secara sigap dan melakukan upaya pencegahan burnout untuk karyawannya seperti memeriksa kondisi fisik dan psikologis para karyawannya secara berkala. Selain itu, intansi diharapkan mengevaluasi pekerjaan yang diberikan kepada masing-masing karyawan apakah pekerjaan tersebut melebihi kemampuan dan kapasitas berpikir karyawannya. Alangkah baiknya juga instansi memberikan fasilitas Psikolog di kantornya untuk karyawan yang memiliki masalah terkait pekerjaannya dan dapat diatasi secara professional agar masalah burnout dapat diminimalisir.

Dalam pembahasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa burnout dapat menurunkan kesejahteraan pekerja. Burnout atau keadaan letih secara emosional, mental, dan fisik dapat membuat pekerja merasa stress yang berkepanjangan. Burnout dapat membuat keadaan psikologis pekerja menurun karena pekerja merasa mendapat tekanan dari diri sendiri, atasan atau pimpinannya, maupun dari lingkungannya sehingga menyebabkan pekerja mengalami beberapa gangguan psikologis seperti merasa marah, atau merasa takut yang berlebihan. Selain menurunkan kesejahteraan psikologis, burnout juga menurunkan kesejahteraan fisik karena burnout dapat menimbulkan beberapa penyakit seperti darah tinggi atau hipertensi, penyakit jantung, penyakit pernafasan, diabetes, dan masih banyak lagi. Jika burnout masih sering diabaikan, kesejahteraan pekerja dapat terus menurun dan membuat pekerja tidak maksimal dalam bekerja dan bahkan ingin keluar dari pekerjaannya sehingga dapat menghambat instansi untuk berkembang.

Referensi

  • Azmi, N. (2020, Januari 19). Awas, Kelelahan Akibat Bekerja Bisa Ganggu Detak Jantung . Retrieved from hellosehat.com: Hello Sehat | Pusat Informasi Kesehatan Terverifikasi Medis
  • Burnout | Psychology Today . (2020). Retrieved from psychologytoday.com: Burnout | Psychology Today
  • Kania. (2019, Juli 26). Ingin Terhindar dari Bahaya Burnout? Kenali Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasinya . Retrieved from dekoruma.com: Ingin Terhindar dari Bahaya Burnout? Kenali Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasinya
  • Riadi, M. (2016, Febuari 26). Burnout (Kelelahan Kerja); Indikator, Faktor & Gejalanya . Retrieved from kajianpustaka.com: Burnout (Kelelahan Kerja); Indikator, Faktor & Gejalanya
  • Romadhoni, L. C., Asmony, T., & Suryatni, M. (2015). PENGARUH BEBAN KERJA, LINGKUNGAN KERJA, DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP BURNOUT PUSTAKAWAN DI KOTA MATARAM![WhatsApp Image 2020-04-25 at 16.19.29|690x325] . Khizanah al-Hikmah: Jurnal Ilmu Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan, 3(2) , 125-145.
  • Saputri, W. W. (2017). Gambaran kejadian burnout berdasarkan faktor determinannya pada pekerja gudang dan lapangan PT. Multi Terminal Indonesia Tahun 2017. Bachelor’s thesis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, 2017 .
  • Sulistyowati, A., & Muazansyah, I. (2018). PENGARUH BEBAN KERJA DAN KESEJAHTERAAN DOSEN TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN BURNOUT. JPAP: Jurnal Penelitian Administrasi Publik, 4(1) , 914-919.
  • Wardhani, D. T. (2012). BURNOUT DI KALANGAN GURU PENDIDIKAN LUAR BIASA. Jurnal Psikologi Undip Vol. 11 (1) , 73-82.
  • Zulkarnain. (2011). DAMPAK BURNOUT TERHADAP KUALITAS KEHIDUPAN. Prosiding Seminar Ilmiah Dies Natalis USU ke-59 (SI-Dies 2011). Medan, 20 Juli 2011 , 338-345.
3 Likes