Apakah Bisa Laba-laba dapat menjadi Terapi Stroke?

Sebuah protein pada bisa laba-laba memiliki kemungkinan untuk melindungi otak dari cedera setelah stroke, menurut sebuah studi. Para peneliti menemukan dosis tunggal dari protein Hi1a berhasil pada tikus laboratorium. Menurut mereka, hasil tersebut memiliki potensi yang baik sebagai terapi stroke di masa depan, namun belum diujicobakan pada manusia.

The Stroke Association mengatakan penelitian tersebut masih pada tahap awal namun mereka akan terbuka untuk terapi manapun yang dapat mengurangi kerusakan karena stroke.

Para peneliti dari University of Queensland and Monash University berangkat ke Pulau Fraser di Australia untuk berburu dan menangkap tiga laba-laba terowongan Australia yang mematikan. Kemudian mereka membawa laba-laba itu ke laboratorium untuk dimanfaatkan. Dalam proses ini, laba-laba dibuat untuk mengeluarkan bisanya, yang kemudian diambil menggunakan pipet. Para peneliti tertarik pada protein Hi1a dalam bisa tersebut dan membuat sintesisnya dalam lab mereka.

Mereka kemudian menyuntikan protein tersebut pada tikus lab:
• Stroke adalah serangan otak yang terjadi saat suplai darah ke bagian otak terpotong atau bisa ada pendarahan di otak
• Setiap dua detik, ada dua orang di dunia ini yang terkena stroke
• Nyaris 17 juta orang yang tidak pernah terkena stroke sebelumnya terkena stroke pada 2010
• Stroke merupakan penyebab kematian utama kedua, dengan 6,7 juta korban jiwa tiap tahunnya, satu orang setiap lima detik.
• Sekitar 1 dari 8 kematian disebabkan oleh stroke
• Tanggungan pasien stroke, disabilitas dan mati dini diperkirakan mengganda pada 15 tahun selanjutnya

Mereka menemukan bahwa protein memblokade kanal ion pendeteksi asam di otak, yang menurut para peneliti merupakan kunci penting terhadap kerusakan otak setelah stroke.

Prof. Glenn King, ketua kelompok penilitian, mengatakan bahwa protein tersebut dapat menjadi terapi stroke yang menjanjikan di masa depan.

“Kami percaya bahwa kami untuk pertama kalinya telah menemukan cara untuk meminimalisir efek kerusakan otak pasca stroke, Hi1a bahkan memberikan perlindungan pada bagian inti otak yang paling rentan terkena kekurangan oksigen yang secara umum tidak dapat disembuhkan karena kematian sel yang cepat yang disebabkan oleh stroke.”
Riset tersebut dipublikasi di Proceedings of the National Academy of Sciences.

dr. Kate Holmes, kepala dari Research at the Stroke Association, berpendapat, “Kami tidak memiliki gambaran akurat mengenai apa yang terjadi di otak manusia pada riset ini, sehingga saat ini belum diketahui apakah ini dapat menjadi pilihan terapi yang sukses di masa depan.

“Kami dengan senang hati menerima terapi apapun yang memiliki potensi untuk mengurangi kerusakan karena stroke, terutama bila hal ini dapat bermanfaat bagi orang yang tidak dapat tiba di rumah sakit dengan cepat.

“Terapi saat ini harus diberikan dalam jumlah sebagian pada periode ini, dan masih terlalu dini bagi kami untuk tahu apakah riset ini dapat memberi alternative bagi pasien stroke.

“Kami menginginkan stroke agar dapat ditangani sebagai gawat darurat—semakin cepat seseorang dapat pergi ke rumah sakit setelah stroke, semakin cepat terapi yang tepat dapat diberikan, sehingga dapat meningkatkan angka keselamatan hidup dan membantu kesembuhan.”

Sumber: BBC Health

Sayangnya metode ini masih belum teruji untuk diujicobakan pada manusia. Tetapi Professor Glenn King dari Universitas Queensland, disampaikan pada IFLScience, metode ini sukses diterapkan pada tikus.

Semoga dikemudian hari dapat ditemukan metode-metode yang dapat menyehatkan kembali orang-orang yang terkena stroke.

Berikut berita terkait dengan temuan Professor Glenn King yang disiarkan di 9news.com.au