Apakah bisa dimohonkan sita marital terhadap harta warisan?

Apakah bisa dimohonkan sita marital terhadap harta warisan?

Secara sederhana, sita marital disebut juga sebagai sita harta bersama, bahkan istilah terakhir ini menurut Abdul Manan (2005) lebih layak digunakan. Permohonan sita marital, karena itu, mengandung arti pula sebagai permohonan agar diletakkan sita terhadap harta bersama.

Berdasarkan Pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP), yang masuk kualifikasi harta bersama adalah ‘harta benda diperoleh selama perkawinan’.

Di sini jelas, harta warisan tidak termasuk harta bersama. Tetapi Undang-Undang tetap memungkinkan harta bersama menjadi harta bersama sepanjang disepakati dan diperjanjikan kedua belah pihak. Ini bisa dibaca dari rumusan pasal 35 ayat (2) UUP: “Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain”.

Jadi, boleh tidaknya meminta sita marital terhadap harta warisan, sangat tergantung pada status harta waris tersebut. Jika tak masuk harta bersama, maka sulit untuk membenarkan permohonan sita marital terhadap harta warisan. Apalagi UU Perkawinan sudah tegas menyebut suami atau isteri ‘mempunyai hak sepenuhnya’ atas harta bawaan masing-masing, termasuk warisan (Pasal 36 UUP). Tetapi ada kemungkinan atau peluang meminta sita marital atas harta waris jika suami dan isteri sudah menentukan sejak awal harta bawaan mereka masuk sebagai harta bersama. Meskipun demikian, keputusan akhir boleh tidaknya mengajukan sita marital terhadap harta warisan sangat tergantung pada putusan hakim.

sumber: hukumonline