Apakah Background Check Sosial Media Oleh HRD Termasuk Melanggar Hak Privasi Kandidat?

image

Siapa yang tidak bermain sosial media saat ini? Karakter dan kepribadian seseorang akan tercermin dari akun dan jenis postingan sosial media, HRD pun bisa membaca karakter jobseeker / kandidat lewat postingan, loh!

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh CareerBuilder.com menunjukkan bahwa semakin banyak perusahaan merambah ke sosial media untuk melakukan background check terhadap calon karyawan mereka. Sebesar 45% dari perusahaan ‘melongok’ sosial media sebagai salah satu cara bahan pertimbangan atau screening terhadap calon karyawan. Sebuah peningkatan sebesar 100% setelah setahun sebelumnya hanya 22% dari perusahaan yang melakukan hal ini. Nah sekarang kan sudah zamannya sosial media di mana-mana ya. Tak dipungkiri buat sebagian tim rekrutmen, mengintip sosial media.

Bukan tanpa alasan mengapa HRD melakukan background check melalui sosial media. HRD ingin melihat bagaimana calon karyawan bersikap di luar dan saat masih di kantor lama atau saat belum kerja. Apakah calon kandidat bermasalah dengan kantor sebelumnya hingga mempostingan di sosial media atau tidak. Selain itu, HRD bisa menilai karakter kandidat melalui postingan di sosial media.

Namun, tak sedikit kandidat yang tidak setuju dengan background check melalui sosial media ini. Banyak yang mengeluhkan dan merasa bahwa privasinya telah dilanggar dan diganggu oleh rekruiter. Kandidat merasa hidupnya seperti diawasi, sehingga tidak bisa bebas seperti sebelumnya.

Jika melihat tujuan HRD melakukan background check, memang tidak ada salahnya. Tapi, jika dianggap melanggar privasi juga tidak sepenuhnya salah. Bagaimana menurutmu?
Apakah background check sosial media oleh HRD termasuk melanggar hak privasi kandidat?

lah kan tujuan orang untuk membuat sosial media agar netizen tau bagaimana dia ataupun bisa dibilang branding dari setiap orang. menurutku tidak ada unsur melanggar privasi. jika dianggap begitu, yasudah tidak usah membuat sosial media atau tidak usah memposting apapun itu. make it easier.

seperti yang telah disebutkan, aku setuju dengan tindakan HRD. karena menurutku,interview 1 2 atau 3 kali tidak dapat menunjukkan sisi buruk dari kandidat. mereka pasti menunjukkan sisi baik mereka agar mereka diterima. aku pernah baca di salah satu sosial media bahwa kandidat ini memiliki isi cv yang sangat bagus jadi mereka menerimanya. tetapi, setelah hari pertama yang dilakukannya adalah mengkritik setiap pegawai senior di kantor tersebut dan pada akhirnya di berhenti, dari sini bisa kita lihat bahwa isi cv yang terbaik tidak akan bisa mengalahkan attitude. dari mana bisa ditemukan attitude ini? salah satunya dengan melihat atau seleksi sosial media kandidat.

1 Like

Pertanyaan yang menarik. Dalam dunia psikologi terlebih psikologi industri dan organisasi, pemeriksaan background sosial media biasa menjadi jalan akhir dalam perekrutan karyawan. Apabila dalam interview, CV, dan hasil psikotes pelamar sudah cukup mumpuni untuk diterima di perusahaaan tersebut, ya buat apa repot repot seorang HR memeriksa sosial medianya? toh nyatanya, tim HR tidak sebanyak itu memiliki waktu untuk memeriksa satu-persatu sosmed pelamar.

Hal-hal yang menjadi dasar ketika HR memeriksa background sosial media, biasanya adalah :

  1. Dalam latar belakang pekerjaan pelamar sebelumnya, dia baru bekerja sebentar akan tetapi sudah resign dan memutuskan melamar ke perusahaan baru. Hal ini bisa digali, ada apa? apakah pelamar yang bermasalah ataukah memang tidak cocok di perusahaan sebelumnya.

  2. Ketika kebutuhan SDM minim akan tetapi banyak pelamar yang kompeten. Kemarin baru disampaikan Pak Himawat mengenai contoh ini, semua pelamar cv, interview, dan psikotesnya bagus, namun SDM yang dibutuhkan terbatas, apa yang dilakukan? ya, mencari dan melihat isi sosial medianya.

Mungkin ada hal lain yang belum tersampaikan, mari kita berdiskusi. Tapi kalau soal pemeriksaan LinkedIn untuk semua pelamar sih, aku setuju banget

1 Like