Apakah Allah akan mengampuni dosa orang yang telah berbuat zina?

Zina adalah perbuatan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat pernikahan atau perkawinan.

Apakah akan diampuni dosan seseorang apabila dia berzina?

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. 39:53)

Tidak ada dosa yang tidak bisa diampuni. Karena semua anak Adam pasti melakuan kesalahan, khilaf, lalai, lupa atau tertipu syetan. Maka Allah SWT selalu membuka pintu ampunan selebar-lebarnya, agar tidak ada lagi anak Adam yang mati tanpa mendapatkan ampunan.

Bahkan dosa syirik sekalipun bisa diampuni, asalkan minta ampun itu dilakukan sejak masih hidup di dunia. Dosa syirik yang tidak dapat diampuni adalah bila minta ampunnya setelah wafat atau di hari akhir.

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An-Nisa’: 48)

Sedangkan dosa selain syirik termasuk dosa zina, bisa diampuni, baik di dunia ini maupun di akhirat. Ampunan di dunia cukup dengan meminta ampun. Syarat adalah segera berhenti dari zina, penyesalan yang mendalam di dalam hati serta sumpah tidak akan pernah mengulangi lagi. Itu syarat utama.

Kemudian, bila orang yang pernah berzina itu kebetulan hidup di dalam negeri yang menerapkan syariat Islam, syarat tambahannya adalah dia harus mengakui perbuatan zinanya di hadapan hakim dan siap menerima hukuman, baik cambuk 100 kali maupun rajam.

Hukuman cambuk 100 kali untuk mereka yang belum pernah melakukan hubungan seksualhalal sebelumnya, sedangkan hukuman rajam (dilepmari batu hingga mati) buat mereka yang sudah pernah melakukan hubungan seksual halal sebelumnya. Keduanya berlaku sama baik laki-laki atau perempuan.

Namun bila dia kebetulan tinggal di negeri yang tidak menerapkan hukum Islam, maka tidak ada keharusan untuk menjalankan hukuman rajam atau cambuk sendirian atau secara swasta. Sebab pelaksanaan hukuman itu merupakan kewajiban pemerintahan yang sah. Yayasan, pengajian, ormas, orsospol, atau lembaga swasta lainnya tidak punya wewenang untuk menjalankan hukuman itu. Apalagi individu partikelir, jelas lebih tidak relevan lagi.

Pengampunan dalam bahasa Arab ada tiga macam, yaitu; maghfirah, afwu, shafhu. Dalam al-Qur’an yang bermakna pengampunan adalah al-ghufru, ghufran, ghaffar, ghafur, dan afwu. Meskipun dari derevasi yang sama –ghafara- tetapi memiliki makna yang berbeda, demikian juga dengan afwu. Makna maghfirah (pengampunan) secara bahasa adalah assatr (tertutup), artinya menutup segala dosa yang telah dilakukan hambaNya, atau menutup dosa dan aib hambaNya (Alawi, 23).

“kecuali orang-orang yang tobat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (al-Maidah, 34)

“Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa- dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Zumar, 53).

Sedangkan kata Afwu (pemaafan/pengampunan) adalah keinginan mendapatkan sesuatu, artinya Allah memperhatikan hamba-Nya lalu mengambil dosanya. Dan Afwu (pemaafan) ini memiliki makna lebih dari pada maghfirah (pengampunan), Karena maghfirah adalah pengampunan dosa, tetapi dosa itu masih ada. Dosa tersebut ditutupi oleh Allah di dunia, sementara di akhirat nanti ditutupi dari pandangan makhluk. Sehingga Allah tidak menyiksa seseorang dengan dosa tersebut, tapi dosa itu masih ada. Sedangkan afwu segala dosa yang dilakukan hambaNya sudah tidak berbekas, seperti tidak pernah melakukan kesalahan.

“Jika kamu menyatakan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa (an- Nisa’, 149).

“Tidak ada satu pun musibah yang menimpa kamu kecuali disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30)

Pengampunan dalam Islam adalah penghapusan dosa seorang hamba yang telah melakukan kesalahan, dan pengampunan dosa hanyalah hak Allah, tidak ada seorang pun yang diberikan kekuasaan untuk mengampuni dosa-dosa dirinya dan orang lain.

Allah telah berfirman :

“Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah?”. (al-Imran, 135).

“Yang mengampuni dosa dan menerima taubat”. (al-Mukmin, 3).

Karena hanya hak Allah dalam memberikan ampunan, maka Nabi Muhammad pun tidaklah mempunyai hak pengampunan ini. Sebagaimana firman Allah yang ditunjukkan kepada beliau :

“Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali- kali tidak akan memberi ampun kepada mereka”. (at-Taubah, 80).

Di sinilah kekuasaan Allah yang mutlak, berkuasa atas pemberian ampunan, dan tidak diberikan kepada siapapun, membuktikan bahwa Allahlah Maha Berkehendak, Maha Pengampun, dan Maha Pemberi Rahmat. Mengapa Allah tidak memberikan kekuasaan kepada makluk satu pun untuk memberika pengampunan? Karena seluruh makhluk (manusia) yang berada di dunia tidak lepas dari kesalahan, bagaimana makhluk yang pernah melakukan kesalahan, dapat memberikan ampunan kepada manusia lainnya.

Pertaubatan seperti apa yang kemudian dapat menghapus dosa-dosa yang telah dilakukan oleh seorang hamba? Beberapa ulama telah menetapkan, bahwa pertaubatan itu dapat diterima oleh Allah dengan beberapa syarat:

  1. Ikhlas, yaitu melakukan pertaubatan murni karena Allah, bukan karena dipaksa, bukan karena raja, bukan karena siapa pun.

  2. Istighfar. Yaitu memohon ampun kepada Allah atas dosa yang dilakukan terhadap hakNya.

  3. Nadam, benar-benar menyesali dosa yang telah dilakukannya, baik dosa kepada Allah atau dosa kepada manusia, tetapi dosa kepada manusia harus meminta maaf kepada manusia terlebih dahulu, kemudian kepada Allah.

  4. Tark dzunub, meninggalkan dosa-dosa yang telah dilakukan.

  5. Tark i’adah, benar-benar bertekad tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut.

  6. Qodhul haq, Memenuhi hak bagi orang-orang yang berhak, atau mereka melepaskan haknya tersebut.

Selagi seseorang memiliki keinginan untuk kembali kepada Allah (taubat), maka Allah akan mengampuni dosa-dosa tersebut, walaupun dosa itu seperti buih di lautan, menjulang setinggi langit, menghujam ke dasar bumi, kecuali dosa menyekutukan Allah, Sang Pencipta. Sebagaimana Firman Allah dalam hadis Qudsi:

“ Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula”. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih).

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya (an-Nisa’: 48 dan 116)

Sumber : Halimi Zuhdy, Dosa dan Pengampunan: Pergulatan Manusia dengan Allah, UIN Maulana Malik Ibrahim