Apakah Ajisaka Pembunuh Anaknya?

Legenda Ajisaka dan aksaranya tidak berhenti soal kesaktiannya saja. Tetapi hingga ular yang mengaku sebagai anaknya, Si Ular harus mampu mengalahkan bajul Putih jelmaan Dewata Cengkar di laut Selatan. Kemudian kembali menghadap kepadanya tidak melalui jalur tanah. Ular tersebut ke laut selatan dan berhasil membunuhnya. Ia pun membawa kepala sang Bajul dengan cara menggali tanah tanpa muncul dipermukaan. Ular merasa sudah sampai di kerajaan, sang Ular pun muncul dari dalam tanah, karena perjalanannya belum sampai tujuan seperti kesepakatan, ayahnya membunuh sang ular. Kematian ular itupun sesuai dengan kutukan si Bajul Putih yang menyumpahinya akan dibunuh oleh ayahnya sendiri. Bagaimana menurut kalian?

menurut sumber yang saya baca, Legenda Ajisaka dan aksarany hingga ular yang mengaku sebagai anaknya. Ajisaka pun tidak menampiknya, hanya saja, ia memberi satu syarat. Si Ular harus mampu mengalahkan bajul Putih jelmaan Dewata Cengkar di laut Selatan. Kemduian kembali menghadap kepadanya tanpa melalui atas tanah. Benar saja, ular tersebut ke laut selatan dan berhasil membunuhnya. Ia pun membawa kepala sang Bajul dengan cara menggali tanah tanpa muncul dipermukaan. Lantaran merasa sudah sampai di kerajaan, sang Ular pun muncul dari dalam tanah. Sayang, perjalanannya belum sampai tujuan seperti kesepakatan. Ayahnya kemudian membunuh sang ular. Kematian ular itupun sesuai dengan kutukan si Bajul Putih yang menyumpahinya akan dibunuh oleh ayahnya sendiri.

Legenda Ajisaka sudah memicu beragam penelitian humaniora dll. Beragam cerita alnernatif dibalik karyanya pun sudah mulai bejibun. Namun sampai saat ini, belum ada yang mengalahkan ketenaran cerita tentang dua kesatria lawan tanding. Sesuai dengan urutan aksara sebagai berikut:

HA NA CA RA KA (ada utusan)
DA TA SA WA LA (saling berselisih pendapat)
PA DHA JA YA NYA (sama-sama sakti)
MA GA BA THA NGA (sama-sama jadi mayat).
Perselisihan tersebut tidak lepas dari titah sang Ajisaka. Diceritakan bahwa Kerisnya tertinggal di suatu kerajaan. Kemudian, sang utusan diminta untuk tak memberikannya kepada siapapun kecuali Ajisaka. Di satu sisi, Ajisaka juga mengutus utusannya untuk mengambil Kerisnya dan hanya dia seorang yang harus membawanya. Saling merasa benar dengan ucapan raja masing-masing, keduanya pun bertarung hingga keduanya meninggal karena keseimbangan kemampuan. Dengan lahirnya aksara tersebut, legenda Ajisaka dan aksaranya pun dituliskan dalam Serat Cakrawati dan serat paliprawa sebagai pegangan orang jawa.