Emosi dan perasaan bergantung pada pribadi masing masing individu, bagaimana kita tumbuh besar, lingkungan tumbuh besar, persepsi, kepercayaan, pengalaman masa lalu dan masih banyak lagi faktor lainnya.
Ya, sudah pasti masing masing dari kita punya kemampuan untuk mengontrol perasaan dan emosi. Memang tidak mudah menahan perasaan yang meluap-luap dalam diri kita, akan tetapi jika berlatih sesering mungkin dengan niat yang besar, bisa dipastikan kita bisa memfokuskan pikiran kita dan mengendalikan emosi.
Bagaimana caranya?
Meditasi
Ada banyak cara untuk melatih pikiran kita, sebagai contoh adalah mengontrol perasaan negatif seperti marah, frustasi dan dongkol dengan cara bermeditasi. Seseorang bisa saja akan mengalami stress dan tekanan yang berat ataupun mudah sekali merasa tidak nyaman oleh seseorang atau sebuah situasi.
Masalah seperti ini boleh jadi adalah kesempatan bagus untuk berlatih meditasi. Dari waktu ke waktu, perasaan negatif ini dengan sendirinya akan terus berkurang efeknya jika kita mempraktekkan rutinitas meditasi.
Bukan berarti kita tidak lagi merasakan energi negatif yang muncul, namun lebih mengarah kepada kontrol emosi kita. Jika diilustrasikan, kita akan merasa tidak perlu bersusah payah menguras tenaga hanya untuk marah-marah, merasa jengkel ataupun frustasi.
Dengan mengalirkan perasaan negatif menjadi positif melalui meditasi, kita juga bisa belajar:
- Cara menghentikan munculnya emosi tertentu (marah, jengkel)
- Memunculkan emosi positif secara sadar dan terarah.
- Mengubah emosi.
Sebagai contoh, jika kita bangun tidur pagi hari dan merasa jengkel karena harus masuk kuliah atau kerja pagi, bisa diubah menjadi rasa semangat untuk menjalani aktivitas hari itu. (Cara ini membutuhkan teknik yang tepat)
- Menempatkan emosi di waktu tertentu. Contoh ilustrasi, jika seseorang mengatakan sesuatu atau menyampaikan berita yang buruk, tentu kita akan memulai aktivitas dengan mood yang jelek, entah marah, sedih atau jengkel. Tapi ada cara cara efektif untuk mengontrol emosi kita sehingga bisa menjalani kerja dengan tenang dan produktif. Kita masih bisa kembali βmengambilβ emosi yang sempat tertinggal tadi sepulang kerja untuk diatasi dikemudian waktu.
- Jika emosi negatif melonjak dan tidak tertahankan, kita bisa belajar untuk menjadi tenang dan mengendalikannya secara cepat.
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa kita harus paham jika pengendalian emosi dan menjadi cerdas secara emosional intinya belajar bagaimana sebuah emosi tidak perlu mengendalikan perangai kita dan emosi apapun yang datang, kita selalu memiliki pilihan akan bagaimana seharusnya kita menyikapi dan merespon emosi tersebut.
Pengendalian lewat kepercayaan.
Selain bisa dikontrol, emosi dan perasaan juga dapat dimanipulasi. Inilah yang harus kita pelajari serta waspadai.
Agama secara luas tentu menentukan bagaimana perasaan kita terhadap sesuatu dan kebanyakan dari emosi tersebut berbuah positif. Sebagaimana dalam agama Islam mengajarkan akhlak (budi pekerti), dalam agama Kristen mengajarkan cinta, agama Buddha dengan dharma, serta agama-agama lain yang mengajarkan mental positif.
Secara kontradiktif, para ekstrimis agama khususnya organisasi teroris bisa memanipulasi emosi seseorang untuk kepentingan mereka sendiri. Sebagai contoh, perekrutan anggota teroris dimulai dari remaja remaja naif yang belum bisa mengendalikan emosi mereka. Teroris memanfaatkan emosi yang tidak terkontrol tersebut untuk menghasut mereka dengan tujuan tujuan dan mengisi otak mereka dengan mindset terorisme dalam kedok agama yang diputar balikkan.
Dengan mengontrol emosi kita, banyak hal yang bisa kita perbaiki, hidup menjadi lebih positif dan produktif tanpa harus menghabiskan tenaga percuma. Yang perlu diingat adalah cara kita merespon emosi yang meluap dan bagaimana eksekusi reaksi kita adalah kunci utamanya.