Penipisan lapisan ozon menjadi salah satu isu kerusakan lingkungan hidup yang sedang dihadapi oleh seluruh masyarakat dibelahan bumi ini. Penipisan lapisan ozon menjadi perhatian masyarakat internasional berawal sejak tahun 1970-an, para ilmuwan sudah mencurigai bahwa lapisan ozon stratosfer berada dalam bahaya. Menipisnya lapisan ozon diduga ada kaitannya dengan gas CFC (Cholorofluorocarbon), dugaan tersebut ternyata benar sejak Sherwood Rowland dan Mario Molina mengumumkan hasil penelitiannya. Kedua ilmuwan dari Universitas California ini yang pertama kali menemukan bahwa 99 persen dari gas CFC yang teremisi ke atmosfer akan mencapai stratosfer dan akan tetap tinggal di sana sampai puluhan tahun, mereka juga menduga bahwa akumulasi gas CFC dan Halon inilah yang menyebabkan kerusakan lapisan ozon. Ozon (O3) adalah suatu senyawa yang terdiri dari 3 (tiga) atom oksigen. Sebagai gas alam, ozon terdapat di atmosfer, sedangkan sebagai produk aktifitas manusia ozon terkonsentrasi di dekat permukaan bumi.
Ozon terdapat pada dua lapisan atmosfer, yakni lapisan troposfer dan lapisan stratosfer. Ozon pada lapisan troposfer merupakan gas rumah kaca, karena dapat menyerap radiasi sinar matahari. Sedangkan, ozon di stratosfer terbentuk secara alamiah akibat reaksi radiasi matahari dengan molekul oksigen. Lapisan ozon berfungsi sebagai payung pelindung bumi dari radias sinar ultraviolet (UV) yang berbahaya karena sebagian sinar ini diserap
olehnya.
Kerusakan lapisan ozon menyebabkan beberapa fenomena-fenomena, diantaranya :
- Terjadinya pemanasan suhu di Bumi,
- Mencairnya es di kutub,
- Peningkatan permukaan air laut beberapa kali lipat.
Menipisnya lapisan ozon meningkatkan paparan radiasi sinar ultraviolet terutama UV-B yang masuk ke permukaan bumi. Peningkatan radiasi sinar UV-B ini menyebabkan masalah pada kesehatan manusia, antara lain, kerusakan jaringan kulit, seperti kanker kulit dan penuaan dini, kerusakan pada mata seperti katarak, dan menurunnya daya tahan tubuh sehingga mengakibatkan berbagai penyakit infeksi. Selain merusak bagian tubuh manusia, radiasi ultraviolet juga dapat merusak sensitivitas tanaman dan mengurangi produksi tanaman.
Hal ini membuktikan bahwa apabila ozon semakin lama semakin menipis, maka akan membahayakan semua makhluk hidup di belahan bumi ini. Untuk mengatasi masalah penipisan lapisan ozon, pada tahun 1977 UNEP (United Nations Environtment Programme) menyelenggarakan World Plan Of Action On The Ozone Layer, yang melaksanakan riset skala internasional dan memonitor lapisan ozon. Pada tahun 1981, UNEP merancang konvensi
global framework tentang lapisan ozon, yakni The Vienna Convention For Protection Of The Ozone Layer (Konvensi Wina 1985). Tujuan dari konvensi ini adalah untuk melindungi lingkungan hidup dan kesehatan manusia dari kegiatan manusia itu sendiri yang menyebabkan perubahan pada lapisan ozon. Dikarenakan konvensi ini tidak menetapkan ukuran-ukuran
tertentu yang menyebabkan kerusakan lapisan ozon, oleh karena itu sebagai tindak lanjut dari Konvensi Wina 1985, akhirnya pada tahun 1989 lahirlah The Montreal Protocol On Substances That Deplete The Ozone Layer, yang berisi tentang larangan penggunaan bahan-bahan yang merusak lapisan ozon.
Sejumlah 197 negara baik negara-negara maju dan negara-negara berkembang telah meratifikasi perjanjian internasional ini. Termasuk Indonesia juga turutserta meratifikasi Konvensi Wina 1985 dan Protokol Montreal 1989 ini, sebagai wujud kepedulian terhadap kerusakan lingkungan hidup dan masa depan bumi ini. Dalam rangka melaksanakan perlindungan lapisan ozon, Konvensi Wina dan Protokol Montreal diratifikasi melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992. Protokol Montreal sudah mengalami empat kali amandemen, dengan tujuan untuk memperkuat prosedur pengawasan substansi-substansi yang menyebabkan kerusakan lapisan ozon, dan memperluas lingkup Protokol Montreal tentang bahan kimia yang dapat membahayakan lapisan ozon. Pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi amandemen-amandemen Protokol Montreal tersebut.