Apa yang menyebabkan seseorang mengalami Shizofrenia?

Banyak orang yang mungkin tidak menyadari bahwa mereka dapat melihat atau mempunyai pengalaman tersendiri dengan skizofrenia. Mungkin terasa asing dengan istilah tersebut karena belum banyak yang kamu ketahui. Jika kita lihat dalam kehidupan sehari-hari banyak pertanyaan yang sering muncul mengenai hal tersebut.

Kenapa orang itu berbicara sendiri? Kenapa orang itu ingin melakukan hal di luar kendalinya yang ingin orang lain celaka? Siapa yang mempengaruhinya?

Jika kamu pernah bertanya-tanya mengenai hal tersebut, ada kemungkinan kamu pernah melihat orang yang sedang mengalami skizofrenia.

Biasanya, orang itu kita sebut dengan istilah “gila” atau seseorang yang mempunyai “kelainan jiwa” yang harus dibawa ke psikiater maupun rumah sakit jiwa karena perilakunya yang berada di luar kendalinya.

Sebelum lebih jauh membahas skizofrenia, kamu harus tahu lebih dulu apa itu skizofrenia?

Skizofrenia adalah gangguan fungsi otak, yang dapat mengganggu cara orang berpikir, merasa dan berhubungan dengan orang lain. Skizofrenia ini merupakan penyakit yang serius, dapat berlangsung lama serta sering terjadi kekambuhan. Meski demikian penyakit ini bisa disembuhkan bila diobati dengan sungguh-sungguh (Hadi Komara, 2018). Orang dengan skizofrenia ini tidak dapat membedakan mana kenyataan dan khayalan.

Seberapa umumkah penyakit skizofrenia?

Sebanyak 1 dari 100 orang, atau sekitar 1 persen populasi dunia, terkena penyakit ini. Skizofrenia adalah penyakit yang dapat dialami oleh pria dan wanita dari rentang usia 16-30 tahun. Telah dijelaskan oleh Dr. Ayu Agung Kusumawardhani, SpKJ (K) selaku Ketua Seksi Skizofrenia Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), gejala skizofrenia pada pria cenderung muncul pada usia lebih muda dibandingkan pada wanita.

“Pada pria biasanya muncul di usia belasan, sedangkan pada wanita baru muncul di atas usia 20 tahun,” terangnya.

Mengapa sering sekali muncul pada pria?

Telah disampaikan Ketua Seksi Skizofrenia Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia yang juga Kepala Departemen Psikiatri di RS Cipto Mangunkusumo, dr. A. A. Ayu Agung Kusumawardhani, SpKJ (K) bahwa perempuan beruntung mempunyai hormon estrogen yang lumayan protektif sehingga kecenderungan penyakit skizofrenia lebih lama atau pada usia 20 tahun keatas. Tapi pada laki-laki, penyakit ini bisa menyerang di usia 17-18 tahun. Ini yang membuat mereka kesulitan menyelesaikan pendidikan menengah dan kehilangan kesempatan untuk memiliki keterampilan.

Lalu apa gejala skizofrenia?

Gejala skizofrenia pernah dirasakan oleh seorang pasien kerabat saya. Jadi pasien tersebut kalau kemanapun selalu mencium bau-bau aneh. Misalnya ada orang yang berlainan agama dengannya lewat didekat pasien tersebut dan pasien tersebut langsung bilang “sepertinya saya mencium bau yang aneh” seperti itu. Setiap dia selesai melakukan sesuatu, dia merasa dikelilingi oleh para wanita. Dia masih bisa melakukan pekerjaan sehari-hari, seperti mengurus rumah tangga, mengurus anak, dan lain-lain. Disaat skizofrenia sedang tidak kambuh, dia berpenampilan seperti orang pada umumnya misalnya rapih, wangi, yang dikerjakan semua bagus. Tetapi ketika skizofrenia tersebut timbul kembali, dia terlihat suntuk, sensitif, bahkan suka mencari masalah dengan orang lain.

Banyak kemungkinan yang menyebabkan dia mengalami hal tersebut. Ada beberapa gejala skizofrenia yang dapat kita ketahui, yaitu:

  1. Berhalusinasi seperti mendengar, mencium, melihat atau merasakan hal-hal yang tidak nyata.
  2. Delusi (Waham), keyakinan kuat akan suatu hal yang salah, misalnya ingin mencelakakan atau menbunuh dirinya.
  3. Pikiran kacau dan ucapan yang tidak masuk akal dan terdengar membingungkan.
  4. Kesulitan untuk berkonsentrasi atau fokus pada satu hal.
  5. Sering nampak gelisah dan melakukan gerakan yang sama berulang kali.
  6. Diam selama berjam-jam (katatonik)
  7. Kurangnya minat pada hal-hal yang dulu disukai.
  8. Tidak peduli terhadap kebersihan dan penampilan diri.
  9. Penarikan diri dari lingkungan sosial, seperti teman dan keluarga.
  10. Kesulitan tidur atau pola tidur yang berubah.
  11. Sangat sensitif dan memiliki suasana hati yang tertekan.
  12. Tidak responsif terhadap lingkungan sekitar
  13. Kurang motivasi dalam menjalani hidup, termasuk untuk menjalin hubungan dengan orang lain.
  14. Konflik pada pikiran, sulit membuat keputusan
  15. Kesulitan untuk mengekspresikan dan memperlihatkan emosi
  16. Ketakutan akan tempat umum yang ramai
  17. Paranoia, seperti kecemasan berlebihan, percaya dirinya mempunyai kemampuan khusus atau mengidap penyakit tertentu yang sebenarnya tidak ada pada dirinya.

Lalu, mengapa seseorang mengalami skizofrenia?

Untuk penyebab pasti skizofrenia ini belum diketahui, tapi kombinasi genetika, lingkungan, serta struktur dan senyawa kimia pada otak yang berubah mungkin berperan atas terjadinya gangguan tersebut. Menurut para ilmuwan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi skizofrenia tersebut, yaitu:

  • Genetik
    Banyak ilmuwan yang mengatakan bahwa penyebab skizofrenia adanya faktor genetik yang terjadinya karena adanya mutasi gen. Seseorang dapat mengalami skizofrenia meskipun tidak ada satupun anggota keluarga yang pernah atau sedang mengidap skizofrenia. Begitu pun sebaliknya, kamu bisa saja tidak mengalami skizofrenia meskipun ayah atau ibu kamu pernah mengidapnya.

  • Stres
    Banyak orang yang terkena skizofrenia karena mengalami stres atau depresi berkepanjangan yang dapat mengalami gangguan mental secara akut. Kebanyak yang mengidap penyakit ini pernah mengalami trauma mendalam saat kehidupan masa kecilnya yang penuh kekerasan atau tekanan dari keluarga. Jadi, semakin tinggi tingkat stres seseorang, maka semakin tinggi pula risiko seseorang mengalami gangguan mental, tak terkecuali skizofrenia.

  • Komplikasi kehamilan atau melahirkan
    Dikutip dari Verywell, wanita hamil yang mengalami malnutrisi saat trimester pertama cenderung berisiko tinggi “menularkan” skizofrenia pada anaknya. Terlebih kalau wanita hamil tersebut terkena paparan toksin atau virus yang menyerang otak bayi yang menyebabkan perkembangan otak anak terganggu. Maka berisiko meningkatkan peluang terjadinya skizofrenia pada anak.

  • Perbedaan struktur otak
    Sebuah penelitian menemukan bahwa orang yang menderita skizofrenia memiliki struktur otak yang berbeda sejak lahir. Dilansir dari National Institute of Mental Health (NIMH), para ahli mengungkapkan bahwa ada ketidakseimbangan antara kadar dopamin dan glutamat, dua senyawa kimia atau neurotransmitter, pada otak penderita skizofrenia.

    Selain terbawa sejak lahir, perkembangan otak yang terjadi selama masa pubertas juga dapat memicu gejala psikotik yang mengarah pada skizofrenia. Apalagi bila salah satu keluarga kamu memiliki riwayat skizofrenia, maka semakin berisiko tinggi mengalami gangguan mental yang sama.

Jadi menurut saya, skizofrenia ini merupakan penyakit gangguan mental yang biasanya terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Gangguan tersebut menyebabkan penderita suka berhalusinasi, delusi (waham), memiliki pikiran yang kacau, ucapan yang tidak masuk akal dan tidak dapat berkonsentrasi serta fokus terhadap apa yang dikerjakan. Penyebabnya dapat dilihat dari faktor genetik, stres, komplikasi kehamilan atau melahirkan, dan perbedaan struktur otak.

Efek dari penyakit ini bisa sangat fatal, karena penderita dapat mengalami kematian di usia yang muda. Penyakit ini bisa dibilang berbahaya, karena bisa saja penderita dapat terjerumus untuk mengonsumsi obat-obatan terlarang seperti narkoba. Selain itu, bisa saja penderita dapat menyakiti diri sendiri bahkan bunuh diri. Akan tetapi, skizofrenia ini dapat disembuhkan dengan berbagai cara seperti mengonsumsi obat yang telah dianjurkan dokter dan menjalani terapi.

Penyakit skizofrenia dapat kita hindari dengan berbagai cara. Pertama, menerapkan pola hidup sehat. Pastikan kamu tidur dan beristirahat yang cukup setiap hari. Selain itu, kamu harus menghindari rokok, alkohol dan obat-obatan terlarang yang bisa memperburuk kondisi yang sedang kamu alami. Kedua, kendalikan diri kamu dari stres yang bisa membuat depresi. Karena stres ini dapat memicu gejala kambuhnya skizofrenia. Dan yang terakhir, pastikan diri kamu mengenali dan sadar dengan gejala-gejala skizofrenia.

1 Like

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku, pikiran yang terganggu, dimana berbagai pemikiran tidak salaing berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian yang keliru afek yang datar atau tidak sesuai, dan berbagai gangguan aktifitas motorik yang bizzare (perilaku aneh), pasien skizofrenia menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering kali masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi.

Orang-orang yang menderita skozofrenia umunya mengalami beberapa episode akut simtom–simtom, diantara setiap episode mereka sering mengalami simtom–simtom yang tidak terlalu parah namun tetap sangat menggagu keberfungsian mereka. Komorbiditas dengan penyalahguanaan zat merupakan masalah utama bagi para pasien skizofrenia, terjadi pada sekitar 50 persennya. (Konsten & Ziedonis. 1997, dalam Davison 2010).

Skizofrenia adalah salah satu bentuk gangguan psikosis yang menunjukkan beberapa gejala psikotik, ditambah dengan cerita lain seperti jangka waktu, konsekuensi dari gangguan tersebut dan tidak tumpang tindih dengan gangguan lain yang mirip. Pasien psikotik tidak dapat mengenali atau tidak memiliki kontak dengan realitas. Beberapa gejala psikotik adalah delusi, halusinasi, pembicaraan kacau, tingkah laku kacau (Arif, 2006).

Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2002).

Menurut teori model diathesis stress skizofrenia dapat timbul karena adanya integrasi antara faktor biologis, faktor psikososial dan lingkungan. Seseorang yang rentan jika dikenai stressor akan lebih mudah untuk menjadi skizofrenia. Lingkungan emosional yang tidak stabil mempunyai risiko yang 5 besar pada perkembangan skizofrenia. Stressor sosial juga mempengaruhi perkembangan suatu skizofrenia. Diskriminasi pada komunitas minoritas mempunyai angka kejadian skizofrenia yang tinggi (Sinaga, 2007).

Tampaknya skizofrenia tidak disebabkan oleh penyebab yang tunggal, tetapi dari berbagai faktor. Sebagaian besar ilmuwan meyakini bahwa skizofrenia adalah penyakit biologis yang disebabkan oleh faktorfaktor genetik, ketidakseimbangan kimiawi di otak, abnormalitas struktur otak, atau abnormalitas dalam lingkungan prenatal. Berbagai peristiwa stress dalam hidup dapat memberikan kontribusi pada perkembangan skizofrenia pada meraka yang telah memiliki predisposisi pada penyakit ini (Arif, 2006).

Keturunan dapat dipastikan bahwa ada faktor keturunan yang juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga - keluarga penderita skizofrenia dan terutama pada anakanak kembar satu telur (Maramis, 2004).

Penyebab Shizofrenia


Teori Somotogenesis

Teori Somotogenesis merupakan pendekatan yang berusaha memahami kemunculan skizofrenia sebagai akibat dari berbagai proses biologis dalam tubuh, kelainan badaniah. Antara lain :

  1. Faktor Keturunan.
    Telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 persen - 0,8 persen ; bagi saudara kandung 7-15 persen; bagi anak dengan salah satu orang tua menderita skizofrenia 7-16 persen; bila kedua orang tua menderita skizofrenia 7-16 persen; bila kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68 persen; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15 persen; kembar satu telur (monozigot) 61-86 persen.

    Tetapi pengaruh keturunan tidak sesederhana seperti hukum-hukum Mendel, ada sangkaan bahwa potensi untuk terkena skizofrenia adalah turunan. Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu apakah akan terjadi skizofrenia atau tidak (Maramis, 2004).

  2. Endokrin
    Dahulu dikira skizofrenia mungkin disebabkan oleh suatu gangguan endokrin. Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya skizofrenia pada waktu kehamilan dan klimakterium. Tetapi hal ini tidak terbukti.

  3. Metabolisme
    Ada yang menyangka skizofrenia disebabkan oleh suatu gangguan metabolisme, karena penderita akan tampak pucat dan tidak sehat. Nafsu makan berkurang dan berat badan menurun (Maramis, 2004).

  4. Susunan saraf pusat
    Ada yang mencari penyebab skizofrenia ke arah kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon atau kortek otak. Tetapi kelainan patologis yang ditemukan itu mungkin disebabkan oleh perubahan-perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan (Maramis, 2004).

Teori Psikogenik

Teori Psikogenik menyebutkan bahwa skizofrenia sebagai suatu gangguan fungsional dan penyebab utama ialah konflik, stres psikologik dan hubungan antarmanusia yang mengecewakan.

  1. Teori Adolf Meyer. Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah, kata Meyer (1906), sebab sampai sekarang para ilmuwan tidak dapat menemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada susunan saraf. Sebaliknya Meyer mengakui bahwa penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia (Maramis, 2004).

  2. Teori Sigmund Freud. Bila kita memakai formula Freud, maka pada skizofrenia terdapat :

    • Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik.

    • Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan terjadi suatu regresi ke fase narsisme.

    • Kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin (Maramis, 2004).

  3. Teori Eugen Bleuler (1857-1938). Tahun 1911 Bleuler menganjurkan supaya lebih baik dipakai istilah “skizofrenia”, karena nama ini dengan tepat sekali menonjolkan gejala utama penyakit ini, yaitu jiwa terpecah-pecah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan (schizoc = pecah-pecah bercabang, phren = jiwa) (Maramis, 2004).

Referensi

http://eprints.ums.ac.id/14974/2/3)_BAB_I.pdf