Apa yang membuat manusia optimis dalam hidupnya?

Optimis

Hidup hanya sebentar. Rata-rata hidup manusia sekitar 60 tahun. Semangat dan optimisme dalam jiwa manusia terkadang mengalami pasang surut. Apa yang menadikan manusia tetap optimis dalam menjalani hidupnya?

2 Likes

Selalu menata niatnya ketika ber-kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Dan niat terbaik adalah niat kepada Allah SWT.

Berikut video yang menarik terkait hal tersebut

2 Likes

Agar manusia selalu optimis dalam hidupnya, maka dia sendiri harus benar-benar memahami apa tujuan dia hidup di dunia ini.

“Barangsiapa memberikan dirinya pada dunia (hidup unt dunia), maka dunia tdk akan memberikan padanya, kecuali sepetak tanah utk kuburnya.
Dan barangsiapa memberikan dirinya pada Allah (hidup utk Allah), maka Allah akan memberikan padanya surga yg lebarnya sama dengan seluruh langit dan bumi. Dan ia disiapkan oleh Allah utk mereka-mereka yg bertakwa.” [ahbab da’wah]

Hanya ada dua pilihan di hadapan kita; Allah atau ghairullah!

Rasulullah SWT bersabda:

“Seluruh manusia melakukan usaha (utk mendapatkan impiannya).
Dan utk itu, ia rela menjual (mengorbankan) dirinya. Lalu - di antara mereka-ada yg berhasil memerdekakan dirinya (dari adzab Allah), dan ada pula yg justru membinasakan dirinya sendiri.” (HR. Muslim)

Siapakah yg berhasil memerdekakan dirinya?
Mereka adalah yg telah menjual diri dan hartanya kpd Allah SWT.
Allah swt berfirman:

“Sesungguhnya Allah telah membeli jiwa raga dan harta benda orang-orang beriman dg surga.” (QS. at-Taubah:111)

Semoga Allah SWT menuntun kita semua menuju ridlo-Nya.

Niatkan segala langkah kita dalam menggapai tujuan hanya untuk beribadah kepada Allah SWT

1 Like

Berbicara tentang sebuah keoptimisan… sedikit cerita saya pernah bekecimpung di lembaga dakwah yang di dalamnya kami berbicara soal strategi dakwah ataupun evaluasi gerak dakwah Islam. Tidak sedikit orang-orang yang membawa titel “pengemban dakwah” juga pernah merasakan pesimis karena minat masyarakat saat ini lebih cenderung mengikuti kegiatan atau event yang bersifat “senang-senang” ataupun hal hal yang membawa pada “kesia-siaan” daripada mengikuti agenda keislaman yang telah kami rancang demi membawa sebuah kemasalahatan.

Parahnya, ketika kegiatan yang jelas-jelas menampakan dosa di dalamnya, orang yang ikut serta bisa memenuhi sebuah gedung besar. Dalam hal ini, salah satu ustadz pernah mengatakan sesuatu untuk membangkitkan keoptimisan kami, perkataan yang saat ini saya tidak pernah lupa

“Kenapa kita yang sudah jelas-jelas membawa sebuah kebenaran yang berasal dari pencipta langit dan bumi menjadi tidak optimis? Sedangkan mereka yang jelas-jelas melakukan sebuah kemaksiatan bisa sangat optimis dan optimal dalam melaksanakan agendanya. Padahal yang dijanjikan Surga adalah orang-orang yang membawa kebenaran”

Seketika itu, saya pun merasa tertampar. Mengingat-ingat bahwa Allah telah memberi banyak kabar gembira kepada ummatNya yang senantiasa taat kepada Nya. Namun, lagi-lagi manusia lebih terpengaruh ketika mendengar perkataan manusia, daripada penciptanya.

Seringkali menjadi pribadi yang pesimis ketika menyesuaikan dengan standar manusia, padahal kita lupa bahwa Allah melihat setiap manusia berdasarkan tingkat keimanan, bukan dari sisi fisik ataupun jabatan di dunia.

Ketika kita lebih mengenal Allah, maka kita akan menemukan sebuah alasan mengapa seorang muslim harus senantiasa optimis dalam rangka mencari bekal di dunia untuk kehidupan yang kekal nantinya

4 Likes

“Allah mengangkat manusia sebagai khalifah di muka bumi”, sebagaimana firmanNya dalam Q.S. Fathir ayat 39, Q.S. al-An’am ayat 165

Manusia sudah ditakdirkan sebagai khalifah atau pemimpin. Sifat utama seorang pemimpin adalah bertanggung jawab. Tanggung jawab, diartikan sebagai seorang yang memiliki tujuan yaitu mendapatkan keoptimalan dari amanah yang ada. Optimis berarti orang yang selalu berpengharapan (berpandangan) baik dalam menghadapi segala hal. Ketika seseorang diberi amanah maka orang tersebut akan merencanakan bagaimana ia akan menyelesaikan amanah tersebut.

Khusnudzon Awal dari Optimisme

Secara qodarullah manusia memiliki dua sikap yaitu berprasangka baik (khusnudzon) atau berprasangka buruk (suudzon). Optimisme diketahui sebagai orang yang memiliki pandangan yang baik, oleh karena itu salah satu faktor yang membuat manusia optimis adalah sikap khusnudzon seseorang.

Coba Youdics simak cerita oleh Ibrahim bin Adham, yang oleh sejarawan Ibnu Katsir dalam Al-Bidāyah wan Nihāyah (vol. 10: 213) diberi gelar sebagai ahadu masyāhiril ubbād wa akābirizuhhād (salah satu ahli ibadah yang populer dan biangnya kezuhudan).

Jangan Terburu-Buru Menyimpulkan

Lain cerita. Kali ini menimpa Ibrahim bin Adham. Di sebuah sore yang teduh, ia berjalan di seputaran pantai. Ia menyapukan pandangan ke hampir seluruh penjuru. Sepi. Ia hanya melihat ada sekelompok orang sedang bermain-main air laut. Kurang lebih berjumlah lima orang.

Sementara di jarak yang tidak begitu jauh dari para pemuda yang sedang bermain itu, ada seorang laki-laki dan perempuan yang sedang duduk berduaan. Ada beberapa botol minuman di sebelah mereka. Ibrahim bin Adham menggerutu. Ia membenci kemaksiatan, apalagi dilakukan di tempat terbuka. Singkatnya, Ibrahim bin Adham sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia mematung di tepi pantai, sampai kemudian datang sebuah ombak besar yang menelan lima pemuda yang sedang bermain di areal pantai.

Lelaki yang duduk-duduk di tepi pantai secara cekatan berlari menolong satu per satu pemuda yang terseret ombak. Empat orang berhasil dievakuasi. Satu orang raib ditelan ombak. Lepas menyelamatkan para pemuda, lelaki itu justru segera menghampiri Ibrahim bin Adham, bukan kembali kepada perempuan yang ada duduk di sampingnya tadi.

“Harusnya kau bisa membantu menyelamatkan satu pemuda yang terseret ombak. Ketika aku sibuk menyelamatkan empat pemuda, kau justru belum bisa keluar dari kecamuk pikiran dan prasangka burukmu. Perempuan yang ada di sampingku dialah yang melahirkanku."

Ibrahim bin Adham gemetar. Engsel-engsel kakinya seakan-akan rapuh. Peristiwa ini menjadi pukulan berat baginya. Kejadian ini kelak juga menjadi pelecut bagi Ibrahim bin Adham untuk mengajarkan kepada murid-muridnya agar mengedepankan pikiran positif dan sebisa mungkin menunda kesimpulan. Pribadi yang baik adalah mereka yang tidak tergopoh-gopoh menyimpulkan.

4 Likes

Terlepas dari arti sebuah “Optimis” dalam bidang dakwah agama Islam, menurut saya pesimis tersebut muncul karena mindset dakwah yang sebagian orang menganggapnya takut, atau yang mungkin biasa disebut dengan Islam Phobia.

Sebagian orang mungkin melihat pendakwah seram atau menakutkan, karena beberapa kasus yang ada selalu membawa-bawa atas nama agama Islam. Misalnya saat ini yang masih hangat kasus terorisme, dimana agama Islam dimata khalayak umum adalah masih ada hubungannya.

Sedikit intermezzo diatas mungkin menjadi salah satu alasan mengapa pesimis muncul dalam berdakwah.

Manusia optimis dalam hidupnya ketika ia menyadari makna dan tujuan ia hidup dimuka bumi ini. Manusia memiliki target dalam hidupnya sehingga akan muncul optimis untuk menggapai dan meraih optimis. Oleh karena itu optimis maupun pesimis akan mempengaruhi perilaku manusia.

Contoh misalnya nih saya ingin lulus kuliah 3,5 tahun, jika kita optimis akan mempengaruhi sikap kita untuk berusaha semaksimal mungkin dan sebaliknya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman :
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali ‘Imran [3]: 139)

Dalam Islampun telah dijelaskan bahwa manusia adalah orang-orang paling tinggi, sehingga perlu sikap optimis dalam hidup. Namun tidak menutup kemungkinan dalam sebuah fase manusia akan merasakan pesimis yang terpenting tidak berlebihan.

4 Likes

Pandangan yang yang menarik bahwa optimisme dihubungkan dengan sikap berbaik sangka. Apabila kita bisa selalu berbaik sangka kepada Allah, saya rasa sudah tidak ada alasan lagi bagi kita untul menjadi pesimis.

Apapun masalah yang dihadapi, selama kita berserah diri kepada Allah, pasti kita akan bisa melewatinya dengam baik. Ketika kita ada masalah, cukup yakinkan dalam hati bahwa memang kita sedang mengalami masalah yang besar, tetapi kita mempunyai Allah yang Maha Besar.

Semua yang ada dihadapan Yang Maha Besar akan terlihat kecil. Apapun itu.

Tetapi khusnudzon saja tidak cukup!!!

Khusnudzon kepada Allah adalah pondasi dari semuanya. Manusia tetap “dituntut” selalu berusaha keras untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Bukankah yang dinilai dari manusia adalah niat dan atau amalnya ?

Selain itu, rasanya akan sangat janggal ketika kita mengatakan bahwa kita khusnudzon kepada Allah, tetapi kita tidak mau berusaha maksimal. Orang yang malas adalah orang yang pesimis. Yang beranggapan bahwa usahanya tidak akan membuahkan hasil. Bukankah perilaku seperti itu didasari oleh suudzon ?

Jadi, agar kita selalu optimis, tata niat kita lagi, selalu yakin (khusnudzon) bahwa apapun yang kita lakukan (selama baik) akan mendapatkan nilai dari Allah dan terus bekerja keras untuk mewujudkannya, walaupun kita sendiri merasa berat.

3 Likes

Saya sepakat dengan ini. Mindset seseorang sangat mempengaruhi perilaku. Kalau dalam psikologi ada yang namanya growth mindset dan fixed mindset. Orang dengan fixed mindset biasanya meyakini bahwa kemampuan, kecerdasan, dan bakatnya tidak dapat berkembang. Sebaliknya orang dengan growth mindset percaya bahwa kemampuannya dapat berkembang apabila ia mau mengusahakannya.

Orang Islam harusnya memiliki growth mindset dan berkeyakinan bahwa ia pasti bisa berkembang. Allah telah menciptakan manusia dengan perangkat akal dan hati untuk dapat berpikir, belajar dan berkembang. Manusia adalah makhluk paling sempurna yang dibekali dengan potensi besar. Apabila manusia memikirkan dan menyadari betapa besar potensi yang ia miliki, terlepas dari apapun cobaan yang sedang dihadapi, ia seharusnya dapat menjaga optimismenya. Mengenai penciptaan manusia sebagai makhluk paling sempurna sendiri terdapat dalam surat At-Tin ayat 4 :

“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”

Tafsir:
Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk fisik yang sebaik-baiknya, jauh lebih sempurna daripada hewan. Kami juga bekali mereka dengan akal dan sifat-sifat yang unggul. Dengan kelebihan-kelebihan itulah

Sedikit informasi, bicara tentang akal, penelitian menemukan adanya brain plasticity di mana otak manusia memiliki kemampuan untuk berubah secara struktural ataupun fungsional sebagai akibat dari perubahanan input. Hebat banget kan ciptaan Allah? Sekarang PR nya tinggal bagaimana kita menggunakan dan memaksimalkan potensi yang kita punya agar terus optimis dan semangat.

1 Like

Menurutku ada beberapa hal membuat manusia optimis. Yang pertama adalah ia mengetahui tujuan yang ingin dicapai dan mengetahui bagaimana jalan menuju ke tujuan tersebut. Dengan mengetahui cara atau jalan tersebut, hal yang diinginkan terasa lebih mudah untuk tercapai, atau dengan kata lain lebih visible.

Seperti misalnya seseorang ingin pergi ke suatu kota. Apabila ia sudah mengetahui rutenya, maka ia akan mudah memetakan posisinya saat ini, berapa tahap yang sudah dilalui dan dapat mempersiapkan tahap-tahap selanjutnya. Dalam kondisi ini, lebih mungkin bagi seseorang untuk optimis. Atau contoh lainnya, seseorang ingin menjadi pedagang, sementara ia berasal dari keluarga pedagang yang sudah memiliki ilmu turun menurun. Orang tersebut akan memiliki pandangan yang lebih konkrit mengenai hal-hal yang harus dilakukan, serta tahapan yang harus dilalui. Karena baginya jalan untuk mencapai apa yang dituju sudah tampak jelas, ia lebih mudah untuk optimis.

Tapi tidak semua dalam hidup seideal itu. Yang lebih banyak terjadi adalah orang tidak tau bagaimana cara untuk mencapai tujuannya. Disinilah salah satu alasan mengapa berpikir dan menuntut ilmu diperintahkan dalam Islam. Pertama, dalam hal berpikir, seperti yang sudah dijelaskan dalam pendapat-pendapat sebelumnya, manusia diberi kapasitas untuk mengidentifikasi serta memecahkan masalah. Kemudian yang kedua, menuntut ilmu diwajibkan supaya manusia mendapat petunjuk dalam menjalankan setiap aspek kehidupannya.

Selain itu tentunya seorang muslim memahami, bahwa ia punya tempat untuk meminta petunjuk yang dibutuhkan. Tidak lain tempat memintanya adalah Allah. Kalau saja disadari, seorang muslim selalu meminta petunjuk pada Allah dengan setiap bacaan Al-Fatihah dalam sholat :

Tunjukilah kami jalan yang lurus (QS. Al Fatihah : 6)

Kalau kita meminta dengan sungguh-sungguh dan dengan keyakinan bahwa Allah akan memberikan petunjukNya pada kita, maka sudah semestinya kita juga optimis bahwa apa yang kita inginkan dapat terwujud dengan izinNya.

Kalau ditanya tentang apa yang membuat manusia optimis, salah satu yang paling kurasakan adalah adanya motivasi. Terutama dari lingkungan terdekat, baik itu keluarga ataupun circle pertemanan terdalam yang kita punya. Ibaratnya kehidupan manusia ini seperti roda yang berputar, kadang di atas, kadang di bawah. Tidak memungkiri juga kalau optimisme dan semangat kita juga berfluktuasi. Ada saatnya kita menjadi orang yang sangat optimis dan bersemangat sehingga dapat menyemangati orang-orang di sekeliling kita, namun ada saatnya pula, kita ada di posisi sebaliknya yang butuh untuk didorong dan disemangati. Dengan memiliki lingkungan yang sehat dan supportif, optimisme seseorang dapat lebih terjaga.

Sepertinya itu salah satu alasan kenapa dalam Islam kita diperintahkan untuk berkawan dengan orang-orang saleh yang dapat selalu ber-amar ma’ruf nahi munkar (mengajak ke kebaikan serta mencegah kemungkaran), serta ber-fastabiqul khoirot atau berlomba-lomba dalam perkara kebaikan.

Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda, "Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang saleh dan orang yang buruk, bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu, engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak sedap.” (HR. Imam Bukhari).

Manusia adalah makhluk komunal yang sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungan. Pemikiran dan perilakunya, baik sadar atau tidak, merupakan respon dari masukan atau apa yang dicerapnya dari lingkungan keseharian. Ada pepatah yang bilang, garbage in, garbage out. Kalau masukan terbesar dari lingkungan positif, maka insyaa Allah outputnya positif juga. Tapi sebaliknya kalau lingkungannya tidak mendukung, atau malah menjatuhkan, maka kendala yang ditemui untuk menjaga optimisme semakin berat.

Banyak orang yang tadinya punya optimisme tapi berbalik menjadi orang yang pesimis ketika dihadapkan dalam suatu permasalahan. Padahal yang perlu dipahami, masalah adalah suatu keniscayaan yang sudah pasti ditemui dalam kehidupan. Tidak mungkin hidup manusia lepas dari masalah.

Salah satu hal yang membuat manusia optimis adalah cara pandangnya yang baik terhadap masalah. Apabila ia memandang bahwa masalah bukanlah sesuatu yang harus dimusuhi, melainkan suatu pembelajaran untuk meningkatkan level atau derajat, maka ia akan terus menjaga optimismenya. Pemahaman seperti ini harus dimiliki oleh setiap muslim. Jangan sampai saat ditimpa masalah, seseorang jadi menyalahkan segala hal dalam hidupnya, apalagi sampai menyalahkan takdir Allah. Dalam hal ini, Allah telah berfirman :

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

Dalam hadits juga ditegaskan bahwa kita harus mejaga prasangka yang baik kepada Allah.

“Aku sesuai prasangka hamba-Ku pada-Ku dan Aku bersamanya apabila ia memohon kepada-Ku.” (HR.Muslim).

Harusnya dengan janji Allah yang seperti ini, kita jadi semakin optimis karena meyakini bahwa di balik masalah yang diberikan oleh Allah pasti ada hikmah yang besar. Lagi pula Allah telah menjanjikan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.

Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan(Al Insyirah : 5-6)