Apa yang membuat kalian tidak mau membuka hati untuk orang lain?

image

Hubungan spesial dengan lawan jenis tentunya hal yang selalu diinginkan oleh semua orang, apalagi para jomblo nih ya. Namun apakah semua hubungan spesial atau percintaan itu selalu baik? tentu tidak, bukan. Banyak sekali kejadian yang tidak mengenakkan dalam suatu hubungan yang bahkan sampai menjadi toxic relationship. Banyak sekali yang sampai trauma loh dengan hubungan seperti itu sampai-sampai tidak mau lagi membuka hati untuk orang lain ya karena takut hal tersebut terjadi lagi.

Kira-kira, menurut kalian kenapa sih orang gak mau buka hati lagi untuk yang lain? apakah kalian pernah mengalami hal itu?

2 Likes

Wahh, jadi ingin sedikit bercerita mengenai pengalamanku, aku pernah berada di situasi enggan membuka hati untuk siapapun yang bertujuan untuk menjadi pasanganku. Hal ini disebabkan karena adanya trust Issue atau masalah kepercayaan diri dengan ketakutan akan pengkhianatan, pengabaian, dan manipulasi yang ada pada diriku. Trust Issue ini menjadi faktor utama aku enggan memulai hubungan yang baru. Menganggap setiap orang akan menghianati pada waktunya atau pada akhirnya nanti. Selalu menaruh kecurigaan pada orang lain akan menyakiti, menjadi terlalu waspada, kemudian kepada setiap orang yang ditemui bersikap sangat berhati-hati dan curiga. Serta trust Issue yang ku alami diakibatkan dari luka dan peristiwa yang pernah terjadi di hubunganku yang sebelumnya. Adanya pengkhianatan, pengabaian, bahkan hampir terjadinya kekerasan pada hubunganku saat itu yang menjadikan kehidupan traumatis dalam diri.

Dan semua itu bisa diatasi dengan usaha yang keras dan proses yang memakan waktu yang tidak sebentar. Seperti mulai dengan merima risiko yang timbul karena kita belajar dan berusaha untuk memercayai orang lagi. Mulai membangun mindset bahwa tidak ada yang sempurna, dan kita juga bisa saja mengecewakan orang. Oleh karena itu, menempatkan kepercayaan pada seseorang tidak dapat disangkal akan menyebabkan dikecewakan di beberapa titik atau lainnya. Jadi utamakan belajar untuk percaya dan menerima.

Kalau aku pribadi, alasan tidak ingin membuka hati yaitu karna prinsip. Prinsip tidak ingin menjalin hubungan dengan lawan jenis sebelum waktunya. Karna, sebelum menanamkan prinsip ini, tentunya aku udah pernanh terjebak dalam hubungan yang menurutku sangat tidak worth it dan menyakitkan hehe. Jadi, alasan keduanya yaitu trauma dan menganggap semua hubungan yang dibangun di waktu yang salah, pasti ujungnya sama yaitu perpisahan. Meskipun kita tahu people come and go , tapi untuk membangun kepercayaan lagi itu sangat sulit. Jadi, daripada membuang wkatu untuk orang yang salah, lebih baik berusaha memperbaiki diri, meyayangi diri sendiri, dan mencoba untuk percaya bahwa setiap manusia itu hidup berpasang, tinggal menunggu waktu dan membentuk “jodoh” tersebut agar sesuai dengan yang diharapka.

Tentu aku sendiri pernah mengalaminya dan sampai sekarang. Alasannya simpel, masih pengen fokus ke diri sendiri, beruntung alasannya bukan trauma.

Sampai sekarang, aku merasa belum membutuhkan orang atau pendamping spesial, karena merasa cukup dengan diri sendiri, teman dan keluarga. Buat aku fokus sama diri sendiri itu lebih penting dari apapun, termasuk nyari orang spesial atau masalah percintaan. Dibandingkan membuka hati buat orang lain, aku masih kesulitan untuk membuka hati, terbuka sama orang disekitarku, termasuk keluarga. Makanya, aku lebih pengen memperbaiki dulu yang terdekat, dibandingkan yang diluar. Tapi menurutku ini bukan berarti tidak mau membuka hati untuk orang lain, dari awal juga tidak pernah menutup hati sih, lebih ke tidak memikirkan dan bukan menjadi hal yang prioritas dan urgent banget.

Saya juga memiliki prinsip untuk tidak membuka hati dulu. Karena saya mempunyai tujuan untuk menempuh pendidikan dulu dan saya ingin berkarier dulu. Tidak ingin terlalu memikirkan masalah" percintaan seperti itu. Karena saya lihat sendiri dan banyak sekali di media sosial mereka yang terkena toxic relationship dan mengambil trauma bahkan sampai depresi. Dalam hubungan pastinya ada cekcok atau apapun itu masalahnya pasti ada pertengkaran. Untuk memikirkan masa depannya saja sudah pusing apalagi harus memikirkan hubungan yang belum pasti menjadi masa depan.

Berdasarkan pengalam saya pribadi, akan sulit bagi saya untuk membuka hati ketika saya sudah pernah mengalami kekecewaan. Perasaan kecewa ini tak jarang disebabkan oleh pengalaman buruk masa lalu, yang kemudian membuat saya trauma untuk membuka hati kepada orang lain. Saya pernah berada diposisi itu, dan sayapun memerlukan waktu yang cukup lama hingga akhirnya saya berani membuka hati saya untuk orang lain. Namun tentunya akan banyak pembelajaran yang bisa kita petik ketika kita dihadapkan kepada suatu situasi yang sulit. Tentunya kita tidak boleh stuck berlama-lama di dalam situasi itu dan harus melanjutkan hidup dengan mencoba membuka hati untuk orang lain.

Pastinya alasan setiap orang gak mau buka hati lagi beda-beda yaa, ada yang didasari rasa ketakutan, kekecewaan, atau bahkan karena sudah nyaman dengan diri sendiri. Aku juga sedang mengalami fase ini sih hehe. Aku merasa masih sangat nyaman dengan diri aku sendiri dan masih pengen kenal diri aku lebih dalam lagi. Aku juga merasa relate banget sama pendapat ini :

Buat aku, bangun kepercayaan sama diri sendiri aja tuh susah banget dan butuh waktu, apalagi sama orang baru. Intinya aku masih nikmatin banget waktu kesendirian ini. Walaupun kadang kepikiran untuk coba buka hati lagi tapi aku gak mau maksa selama aku merasa belum siap.

Aku setuju dengan pendapat temen-temen di atas, dimana orang pastinya memiliki alasan yang berbeda-beda untuk memutuskan tidak mau membuka hatinya untuk orang lain. Untuk aku sendiri, aku lagi males, belum tertarik, dan masi senang di fase ini, dimana masi ingin, nyaman, dan happy dengan diri sendiri. Dan aku gamau memaksakan diri aku untuk membuka hati kepada orang lain, sedangkan deep inside aku belum mau atau belum siap untuk masuk ke dalam fase tersebut. Karena aku pernah melakukan itu, dan berujung menyesal karena itu capek-capekin diri sendiri, membohongi diri sendiri, dan pastinya juga hurt others feelings and heart. Jadi, daripada nyakitin perasaan orang lain karena belum tau dengan perasaan diri sendiri, aku lebh pilih untuk sendiri dan fokus sama diri sendiri dulu.

MENURUT PENGALAMAN SAYA TERKAIT " APA YANG MEMBUAT KALIAN TIDAK MAU MEMBUKA HATI UNTUK ORANG LAIN"?

gambar

1. Menjadi rentan bisa sangat menakutkan.

“Sensitivitas dan upaya untuk menghindari kerentanan emosional sering dikaitkan dengan kesulitan mengekspresikan emosi," kata Cilona. Silva juga menawarkan wawasannya, dengan mengatakan, “Rasa takut akan kerentanan pada akhirnya adalah rasa takut akan penolakan atau pengabaian. Anda telah disakiti sebelumnya, jadi Anda berusaha menghindari disakiti lagi. ” Menempatkan diri di luar sana bisa menjadi hal yang cukup menakutkan secara umum. Jika Anda pernah memiliki pengalaman buruk di masa lalu, mungkin akan lebih sulit bagi Anda untuk membuka diri kepada orang-orang di sekitar Anda.

2. Mengungkapkan perasaan bukanlah reaksi yang tidak biasa.

Kita hidup di dunia di mana marah tentang hal-hal kadang-kadang dapat dianggap sebagai tanda kelemahan. Silva menjelaskan bahwa mengesampingkan perasaan Anda sebagai “Kesempurnaan Emosional.” “Di mana Anda berpikir Anda harus selalu rasional dan mengendalikan emosi Anda sehingga Anda tidak terlihat lemah dan rentan.” Ini bisa sangat sulit mengesampingkan perasaan dan tidak menunjukkannya kepada orang-orang di sekitar Anda.

3. Orang yang dengan alexithymia mungkin berharap siapa pun yang dekat dengan mereka dapat memahami perasaannya.

Orang yang tidak mengungkapkan perasaannya mungkin secara ajaib ingin Anda menyadari bahwa mereka marah dan memperbaiki keadaan tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Mereka ingin diakui, tetapi mereka mungkin berjuang untuk menemukan kata-kata yang tepat untuk mengekspresikan apa yang mereka rasakan ketika mereka merasakannya.

kalau aku ga mau membuka hati untuk orang lain karena mau fokus ke pengembangan diri aku dulu. karena semasa SMA aku ga bisa mengembangkan minat bakatku dengan baik dan benar karena bucin. karena udah dapat pengalaman menjalin relationship dan itu berakhir dengan kurang menyenangkan maka aku putuskan untuk tidak menjalin hubungan kembali sebelum aku meraih semua yang aku inginkan di masa produktifku.
Juga aku tipe perempuan yang kalo udah punya pasangan tuh rotasiku hanya ke pasangan ku aja. makanya untuk sekarang aku lebih milih untuk menikmati masa muda dengan kegiatan yang membangun diri aku, membuat banyak relasi yang positif, berprestasi atau pun yang lainnya sebelum aku menjalin hubungan.
sejauh ini tidak ada trauma yang aku alami karena menjalin relationship dengan laki-laki tapi kalau lihat berita perepmpuan yang dibunuh atau dibakar oleh pasangan atau mantannya juga mengurung niatku untuk menjalin hubungan. tapi itu juga dipengaruhi dengan siapa kita menjalin hubungan. melihat kembali kepada latar belakang orang yang akan kita percayai itu penting agar tidak ada hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi seperti kasus-kasus yang terjadi.

Jawabannya, lelah. Selama 5 tahun kebelakang, saya pribadi mengalami lika-liku percintaan atau lebih tepatnya terjebak dalam dunia per-bucin-an wkwk. Memang awalnya kita merasa senang karena ada “teman” yang mau menemani kapanpun dan kemanapun, dan pasti kaum perempuan pun merasakan bahwa kita merasa ada yang menjaga walaupun tidak 24/7 berada disamping kita. Namun seiring berjalannya waktu, badai pasti datang, perdebatan pun hampir setiap hari, atau yang lebih tragisnya ketika kepercayaan sudah “dikhianati”, namun terkadang cinta itu buta, sampai kita tidak menyadarinya karena sudah terlanjur jatuh terlalu dalam. Seringkali saya mempertahankan hubungan yang padahal harusnya tidak perlu dipertahankan lagi, karena yang dirasakan adalah ujung-ujungnya sakit hati walaupun dengan orang yang berbeda, tetap saja sering melakukan hal yang sama. Hingga akhirnya setelah hampir 2 tahun terlepas dari keterikatan itu, selama waktu berjalan saya benar-benar sadar bahwa ini keputusan yang tepat untuk rehat dari relationship dan menunggu waktu yang tepat saja. Sudah cukup lelah untuk merasakan sakit hati lagi, dan sekarang saya menjadi jarang merasa sedih, jarang menangisi hal yang tidak penting, dan tentunya lebih produktif!

Sebelumnya aku pernah mengalami hal itu. Sulit membuka hati untuk orang lain karena beberapa hal buruk di masa lalu yang akhirnya menjadi luka yang sulit diobati, hingga menimbulkan trauma tersendiri. Bagi yang pernah merasakan pasti tau kalau untuk menghilangkan rasa trauma ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar, khususnya yang sebelumnya berada di hubungan toxic relationship hingga mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Wah itu rasanya gaenak banget. Apalagi aku dulu sempat mengalami trust issue karena seseorang yang aku percaya. Trust issue yang aku alami ini secara tidak sadar akan merugikan orang lain, sebab orang yang memang benar-benar baik mungkin juga tidak akan bisa dipercaya dengan mudah. Perasaan trust issue inilah yang membuat aku sulit untuk membuka hati kepada orang lain pada saat itu. Tetapi positifnya, aku jadi jauh lebih hati-hati untuk percaya kepada orang lain.

Menurutku ada banyak alasan bagi seseorang yang memutuskan untuk tidak mau membuka hati kepada orang lain. Alasan-alasan tersebut dapat berupa pengalaman buruk di masa lalu, sulit untuk percaya dengan orang lain, trauma yang tak kunjung sembuh, takut, ingin fokus pada diri sendiri, dan banyak alasan lainnya.

Begitupun aku yang dulu merasa sulit membuka hati untuk orang lain, pada akhirnya aku memutuskan untuk fokus mengembangkan diriku sendiri. Ketika aku fokus untuk diriku sendiri, aku merasa jauh lebih baik karena aku dapat melakukan hal apapun yang aku mau dan yang aku suka. Tidak hanya itu, aku pun mengikuti banyak kegiatan pada sebuah organisasi yang membuat relasi pertemananku semakin luas. Sehingga, seiring berjalannya waktu, rasa trauma dan trust issue yang aku alami perlahan pulih dengan sendirinya hingga aku merasa siap untuk membuka hati pada orang lain.

Sebenernya bukan tidak mau, tapi mungkin belum mau. Aku setuju sama pendapat teman-teman diatas, memang terdapat berbagai alasan seseorang mengapa belum mau membuka hati seperti karena kekecewaan, trauma, memiliki trust issue, dan lain lain. Kalo aku sendiri, jujur punya trauma untuk suka sama lawan jenis. setuju dengan pendapat kak @Iasha_Zahara

butuh waktu lama untuk benar-benar bangkit dari trauma itu sampai pada akhirnya jadi ngebuat aku nyaman untuk sendiri dulu. Selain itu, lebih pingin fokus sama diri sendiri dulu karena aku merasa aku belum mengenal diriku dengan baik bahkan untuk percaya sama diri sendiri aja kadang masih susah jadi aku ngga mau memaksakan untuk membuka hati untuk seseorang karena hal itu juga bisa jadi menyakitkan bagi aku maupun orang lain. aku juga berfikir kalau hal seperti ini itu let it flow aja jadi biarkan waktu yang menjawab hehe

Menurut ku alasan kenapa seseorang ngga bisa membuka hati untuk orang lain itu berbeda-beda, seperti yang sudah banyak temen-temen tuliskan di atas, aku setuju akan hal tersebut.
Setiap permasalahan yang menyangkut hati pasti akan lama untuk di pulihkan, khususnya untuk wanita. Seperti yang kita tau wanita lebih mengarah kepada perasaan (hati) bukan logika, jadi jika seorang wanita sudah pernah mengalami suatu kejadian yang menyakiti hati mereka, mereka akan sulit bangkit dan butuh waktu yang lama untuk menyembuhkan luka tersebut terlebih dalam soal pasangan lawan jenis.
Tapi kalo aku sendiri alasan gamau buka hati untuk orang lain sebetulnya bukan ngga mau tapi belum mau, karna aku berpikir "buat apa punya pasangan klo gua aja udh seneng dengan teman-temen dan aktivitas lainnya” (menganut paham young, free and chill) LOL, jadi urusan untuk membuka hati ga pernah kepikiran.

Menurut saya, hal ini terjadi karena adanya peran pola asuh orang tua. Masa kecil adalah masa dimana pengalaman anak untuk mengenal dunia dan menjadi pondasi baginya untuk kehidupan dalam masa perkembangan selanjutnya.

Perlakuan orang tua kepada anak-anaknya sejak masa kecil akan berdampak pada perkembangan sosial moralnya dimasa dewasa nya. Perkembangan sosial moral inilah yang akan membentuk watak sifat dan sikap anak kelak meskipun ada beberapa faktor lain yang berpengaruh dalam pembentukan sikap anak yang tercermin dalam karakter yang dimilikinya (Ayun, 2017). Beberapa bentuk dari pola asuh diantaranya, :

  1. Pola Asuh Otoriter, merupakan cara mendidik anak dengan menggunakan kepemimpinan otoriter, kepemimpinan otoriter yaitu pemimpin menentukan semua kebijakan, langkah dan tugas yang harus dijalankan. Sebagaimana diketahui pola asuh otoriter mencerminkan sikap orang tua yang bertindak keras dan cenderung diskriminatif. Hal ini ditandai dengan tekanan anak untuk patuh kepada semua perintah dan keinginan orang tua. Sehingga, kontrol yang sangat ketat terhadap tingkah laku anak, anak kurang mendapatkan kepercayaan dari orang tua, anak sering dihukum, apabila anak mendapat prestasi jarang diberi pujian atau hadiah.

  2. Pola Asuh Demokratis, ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak ,anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung kepada orang tua. Sedikit memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutamayang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri .Anak diberi kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehinggaa sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggung jawab kepada diri sendiri.

  3. Pola Asuh Permisif, yaitu bentuk pola asuh yang membiarkan anak bertindak sesuai
    dengan keinginannya, orang tua tidak memberikan hukuman dan pengendalian. Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, orang tua tidak pernah memberikan aturan dan pengarahan kepada anak, sehingga anak akan berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri walaupun terkadang bertentangan dengan norma sosial.

Jadi, menurut saya dengan pola asuh yang otoriter telah dijelaskan diatas bahwa dapat dapat menyebabkan seorang anak menjadi pendiam, malu berargumen, susah bersosialisasi dikarenakan kurangnya keperacayaan mereka terhadap orang lain.

Pernah sih, cuma kayaknya berdoa semoga gak keulang lagi sih, karena itu menurutku bisa ngerugiin diri sendiri, mana tau kan kalau orang yang ingin masuk itu orang yang baik untuk kita berbeda dengan yang sebelumnya? yuk bisa yuk.

Konon katanya, cinta adalah perasaan yang mewarnai dunia dan membuat hidup jadi lebih bermakna untuk dijalani, dan tentunya perasaan ini pun tidak bisa dihindari oleh siapa pun. Setiap individu pasti memiliki kisah cintanya masing masing yang penuh lika liku, ada yang berakhir bahagia di bahtera pernikahan, namun tak sedikit yang berakhir teramat menyakitkan di tengah jalan sehingga membuat seseorang enggan untuk membuka kembali hatinya untuk orang lain. Merasakan sakit hati yang teramat dalam bisa dibilang menjadi salah satu alasan yang membuat seseorang enggan membuka hatinya kembali. Trauma dan teringat kegagalan pada kisah cinta sebelumnya yang terus menghantui membuatnya jadi demikian. Atau bahkan, kenangan indah bersama mantan masih saja terus terbayang sehingga membuat seseorang gagal move on dan akhirnya enggan membuka hatinya lagi. Kemudian, alasan fokus pada karir juga terkadang menjadi alasan seseorang enggan membuka hatinya. Mereka cenderung mementingkan karir dan ingin mencapai kesuksesan secepat mungkin, sehingga untuk jatuh cinta dan membuka hati saja tidak ada waktu. Kemudian, mungkin belum menemukan seseorang yang cocok dan yang bisa membuat seseorang membuka hatinya lagi, atau lebih singkatnya belum ada yang menarik. Ya memang, menutup atau membukanya hati merupakan hak setiap individu dan tidak dipaksakan sesuai kehendak pribadi.

Kalau menurut saya, banyak alasan yang menjadikan orang tidak ingin membuka hatinya untuk orang lain, salah satunya karena trauma, ingin fokus kepada diri sendiri, ataupun memiliki prinsip hidup nya masing-masing. Kalau saya sendiri saya tidak yakin dengan diri sendiri apakah saya membuka hati atau tidaknya kepada orang lain. Karena saya merasa enjoy ketika sendiri, dan saya tidak pernah merasakan kekecewaan yang sampai membuat saya trauma. Tetapi meskipun begitu tidak masalah juga bagi saya ketika ingin berkenalan dengan orang lain atau ingin mencoba dekat dengan orang lain.

Menurut saya pasti hal yang membuat diri tidak mau lagi membuka hati untuk orang lain adalah karena rasa trauma dari masa lalu. Namun selain itu juga mungkin ada alasan yang lain, tapi hal yang biasa terjadi adalah karena masa lalu. Akibat trauma tersebut, banyak orang yang ingin fokus pada diri sendiri sheingga mereka enggan untuk membuka hati.

Untuk aku sendiri, membuka hati itu sulit. Dan sebenarnya bukan melulu soal hubungan spesial, tapi juga untuk hubungan apa pun itu secara umum. Membuka hati sama dengan being vulnerable, sama dengan kita membiarkan orang lain untuk “membaca” kita dari cerita-cerita kita. Aku pribadi sih kurang suka buka-bukaan, bahkan kepada seseorang yang kenal sudah jauh bertahun-tahun. Dan bukannya suudzon, tapi terkadang kita memang harus berhati-hati hendak cerita ke siapa. Kita tidak pernah tahu pendengar kita adalah tipe orang seperti apa, apakah dia bisa jaga rahasia, apakah dia judgemental atau tidak, dan lain-lain. Menurutku, memang banyak faktor yang harus dipertimbangkan sebelum membuka hati. Terdengar ribet memang, ibaratnya seperti, “Ah, mau buka hati dan cerita saja kok pakai babibu.”

Tapi bukannya kita memang harus selalu hati-hati, ya?