Apa yang makna atau hakekat sujud?

Sholat identik dengan adannya sujud. tapi sebenarnya apa yang makna atau hakekat sujud??

Sujud secara bahasa berarti tunduk dan khudu`, merendah dan cenderung. Dalam istilah, sujud adalah meletakkan sebagian kening yang terbuka atas tanah.

Kesempurnaan sujud : meletakkan seluruh telapak tangan, kedua lutut, kedua telapak kaki dan kening bersama hidung. Fuqaha bermufakat bahwa sujud yang sempurna pada tujuh anggota tubuh, yakni; kening, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua bagian telapak kaki.

Pada saat sujud wajah diletakkan dibawah sehingga sederajat dengan telapak kaki untuk tunduk dihadapan Allah SWT, sebab wajah adalah bagian tubuh yang paling tinggi dan paling terhormat.

Cara Sujud Rasulullah SAW
Rasulullah melakukan sujud dengan cara: dahi, hidung, kedua tangan, kedua lutut dan ujung jari kedua kakinya (Dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim). Beliau menghadapkan jari-jari kedua tangan dan jari-jari kedua kakinya kearah kiblat dan bertopang kepada pangkal kedua telapak tangan, dan lengannya.

Disamping itu, Rasulullah mengangkat kedua sikunya dan menjauhkan kedua pangkal tangannya dari rusuk lambungnya, sehingga kelihatan lambungnya yang putih, mengangkat perutnya dari kedua pahanya dan mengangkat kedua pahanya dari kedua betisnya, kokoh dalam sujudnya, menempelkan mukanya ke tempat sujudnya dan tidak sujud di atas lingkaran sorbannya.

Hakekat Sujud
Sujud adalah rahasia shalat dan rukun shalat yang paling mulia, ia adalah penutup dalam rakaat seakan-akan rukun-rukun yang sebelumnya adalah sebagai pembukaan bagi sujud.

Sujud dalam hadits diatas merupakan suatu amalan yang pantas untuk diperbanyak dalam melakukannya. Sebab seorang pelayan Rasulullah SAW ingin mendampingi beliau dalam surga dan tidak ada permintaan lain kecuali itu, namun beliau anjurkan untuk banyak sujud kepada Allah.

Sujud adalah sarana yang Allah buat agar manusia melepaskan kesombongan dan keangkuhan dari dirinya, dengan menyadari bahwa asal manusia diciptakan dari tanah dan ia tidak bisa keluar dari asalnya. Tanah adalah lambang kehinaan dan kerendahan diri manusia dihadapan Allah, sehingga sujud akan menjadikan manusia seakan-akan kembali pada asalnya.

Sayidina Ali pernah ditanya tentang makna sujud pertama. Ia menjawab, itu artinya: Allahumma innaka minha khalaqtana (Ya Allah sesungguhnya Engkau menciptakan kami dari tanah). Makna bangkit dari sujud ialah: Wa minha akhrajtana (Dan daripadanya engkau mengeluarkan kami). Makna sujud kedua ialah: Wa ilaina tu’iduna (Dan kepadanya Engkau akan mengembalikan kami). Bangkit dari sujud kedua maknanya: Wa minha takhrujna taratan ukra (Dan daripadanya Engkau akan membangkitkan lagi).

Sayidina Ali mengingatkan kita filosofi dua sujud. Sujud pertama mengingatkan kita bahwa manusia berasal-usul dari tanah. Dari tanah ia diciptakan dan tumbuh menjadi makhluk hidup yang diberi kepercayaan sebagai khalifah di bumi dengan segala aktivitasnya. Meski demikian, setiap manusia mempunyai ajal dan pada akhirnya juga ia kembali ke tanah, masuk ke liang lahat, dan kembali menjadi tanah. Bangkit dari sujud mempunyai makna eskatologis.

Semua manusia, meskipun sudah kembali menjadi tanah, akan dibangkitkan kembali pada hari kebangkitan (yaum al-bi’ts) untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan yang pernah dilakukan ketika berada “di antara dua sujud”, yaitu di alam fana, dunia ini. Kebangkitan dari sujud kedua disebut juga sujud terakhir karena tidak ada lagi sujud ketiga. Pada hari kebangkitan, “bumi sudah digulung.” Selanjutnya manusia akan hidup di dalam keabadian hari akhirat.

Dalam kitab Futuhat al-Makkiyyah, karya Ibn 'Arabi, diceritakan panjang lebar tentang makna spiritual sujud. Bagi Ibn 'Arabi, sujud adalah simbolisasi penghayatan kita terhadap asal-usul peciptaan kita berasal dari tanah. Dikatakan juga, berdiri dalam shalat adalah simbol alam syahadah, sujud adalah simbol puncak rahasia (sir al-asrar), dan rukuk dianggap simbol alam barzakh karena berada antara alam syahadah dan gaib mutlak.

Orang-orang yang sujud sesungguhnya orang yang diberi kesempatan Tuhan untuk mengikis kesombongan dan keangkuhan. Sehebat apa pun manusia akan kembali ke tanah. Ketika kembali menyatu dengan tanah, tidak bisa lagi dibedakan antara jenis tanah raja dan tanah budak, tanah laki-laki dan tanah perempuan, tanah orang yang kulit putih dan tanah kulit hitam.

Semuanya sama dan kembali menjadi satu. Itulah sebabnya kalangan sufi sering menghubungkan antara sujud dan tauhid al-dzati. Ketika segala yang berbeda menjadi satu dan ketika yang satu menyatu dengan Yang Mahasatu, itulah makna: Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (Kita berasal dari-Nya dan kepada-Nya kita kembali/QS al-Baqarah [2]:156).

Orang-orang yang sering bersujud seharusnya tidak lagi memelihara sikap egois (ananiyyah) dan perasaan ujub (inniyyah). Orang yang sering bersujud akan tampat bekas-bekas sujud (atsar al-sujud) di dalam wajah dan penampilannya, baik penampilan fisik maupun emosi dan spiritualnya.

Orang yang menghayati hakikat sujud ia akan merasakan sujudnya terlalu pendek. Tidak heran jika Sayidatina 'Aisyah RA pernah menggambarkan lama sujudnya Nabi di dalam shalat malamnya seperti panjangnya orang yang membaca surah al-Baqarah. Hal itu bisa dimaklumi karena jika dalam rukuknya saja bisa menyaksikan pemandangan 'Arasy, apalagi dalam sujud. Rukuk biasa disebut sebagai fana pendahuluan (al-fana’ al-awwal), sedangkan sujud disebut fana utama (al-fana’ al-kamil).

Mungkin dari sinilah mengapa Nabi mengingatkan sahabatnya membaca dan menghayati ayat: Fasabbih bi ismi Rabbik al-'Adhim (bertasbihlah dengan Nama Tuhanmu Yang Mahabesar/QS al-Waqi’ah [56]:96), dan ketika sujud memerintahkan untuk membaca dan menghayati ayat: Sabbih ism Rabbik al-A’la (bertasbihlah dengan Nama Tuhanmu Yang Mahatinggi/QS al-Haqqah [69]:52).

Mungkin terinspirasi dari ayat-ayat tersebut sehingga formulasi bacaan dalam rukuk ialah: Subhana Rabbiy al-'Adhim wa bihamdih dan dalam sujud: Subhana Rabbiy al-A’la wa bihamdih. Jika kita mampu menghayati makna dan hakikat sujud sebagaimana digambarkan di atas, nisacaya shalat kita sudah menjadi “shalat langit”, bukan lagi “shalat bumi”, sebagaimana ilustrasi disampaikan Nabi: Ada dua umatku mengerjakan shalat. Sama-sama berdiri, rukuk, dan sujud, tetapi perbedaan kualitas shalatnya antara bumi dan langit.

hakikat sujud

Hakikat Atsar Sujud

"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.

Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar". (QS al-Fath [48]:29).

Ayat di atas selain dapat dipahami secara sosiologis juga dapat dipahami secara hakikat dan spiritual. Secara sosiologis, bekas sujud (atsar sujud) harus dapat melahirkan kesalehan paralel antara kesalehan individu dan kesalehan sosial. Kesalehan individu dapat diukur seberapa besar kemampuan seseorang untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, sebagaimana ditegaskan dalam ayat:

“… dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar”. (QS al-'Ankabut [29]:45).

Sujud yang tidak berhasil melahirkan pribadi yang konsisten (istiqamah) menegakkan kebenaran dan memproteksi keburukan dan kejahatan tidak memiliki atsar sujud. Sedangkan kesalehan sosial dapat diukur berdasarkan kriteria yang diterangkan di dalam surah al-Ma’un:

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya. dan enggan (menolong dengan) barang berguna”. (QS al-Ma’un [107]:1-7).

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa percuma kesalehan individual yang selama ini kita bangun tanpa diiringi kesalehan sosial. Kesalehan individual dapat dilakukan tanpa melibatkan orang lain, namun kesalehan sosial mesti dicapai melalui keterlibatan dan interaksi ideal kita bersama orang lain. Hanya kesalehan individual yang berbanding lurus dengan kesalehan sosial dapat mengantar manusia untuk damai di dunia dan selamat di akhirat.

Makna hakikat dan spiritual sujud ialah mencapai puncak kedekatan diri dengan Tuhan melalui penyerahan diri secara total sepenuhnya kepada-Nya, meliputi raga, jiwa, kalbu, akal, roh, dan sir.

Seorang yang sujud (sajid) memutuskan seluruh mata rantai kehidupan dirinya dengan keragaman makhluk lalu memusatkan perhatiannya kepada Sang Khaliq. Jika masih terpecah perhatian kepada sesuatu selain Allah SWT maka ia dianggap lebih dekat dengan itu, tidak lebih dekat kepada Sang Dia Yang Maha Esa. Bagi kalangan salikin hal ini dihungkna dengan firman Allah SWT,

Ma ja’ala Allah li rajulin min qalbain fi jaufah (Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya) QS al-Ahzab [33]:4).

Bagi para salikin yang sudah di maqam tinggi, sujud bagi mereka adalah puncak dari segala puncak pendekatan diri. Bagi mereka ada tiga bentuk pendekatan.

  • Pertama, pendekatan dengan kalbu (al-taqarrub bi al-qalb).
  • Kedua, pendekatan dengan ruh.
  • Ketiga, pendekatan sir.

Pendekatan pertama, kefanaan terhadap segala sesuatu lalu menyerahkan dan menggantungkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Pendekatan kedua, kefanaan terhadap dirinya sendiri. Pendekatan ketiga ialah fana’terhadap segala kefanaan (al-fana’ ‘an al-fana’) atau biasa disebut maqam mahw al-mahw.

Orang-orang yang berada di dalam maqam ini sudah mencapai tingkat kepasrahan seperti dilukiskan dalam Alquran,

Ala ila Allah tashir al-umur (Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan) QS al-Syura [42]:53.

Orang-orang ini juga sudah dilukiskan berada dalam puncak keridhaan Allah SWT sebagaimana disebutkan dalam ayat,

Fi maq’adi shidq 'inda malikin muqtadir (Di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Berkuasa) QS al-Bayyinah [98]:55.

Kalangan mufassir, apalagi sufi, tidak seorangpun mengatakan bekas sujud (atsar al-sujud) itu harus dalam bentuk fisik di wajah. Akan tetapi umumnya mereka berpendapat bekas sujud di dalam ayat di atas ialah pengaruh ahli sujud di dalam komunitas masyarakatnya. Seberapa banyak ia bisa memberi manfaat di dalam masyarakat sekitarnya.

Mungkin tadinya ada orang berperilaku angkuh dan sombong tetapi begitu ia mengerjakan shalat maka berubah menjadi orang yang tawadhu, santun, dan rendah diri, serta menghormati dan menghargai orang lain. Jadi tidak perlu berupaya menghitamkan dahi dengan berbagai cara karena bukan itu yang menjadi hakekat makna bekas sujud. Setiap orang bahkan dituntut untuk merawat kecantikan dan ketampanan yang diberikan Allah SWT kepadanya.

Sumber : Prof Dr Nasaruddin Umar, Makna Spiritual Shalat : Menyelami Hakikat Sujud dan Hakikat Atsar Sujud, UIN Syarif Hidayatullah

Saat sujud itu posisi kepala di bawah, itu membuat aliran darah banyak menuju ke kepala, maka tekanan darah dikepala akan lebih besar. Dalam hal ini bisa mengakibatkan rasa berat di kepala. namun setelah itu, akan terasa ringan, sebab saat tekanan darah menuju kepala, otak juga otomatis mendapat pasokan oksigen lebih banyak. Ini menyehatkan otak manusia dan mengurangi resiko penyumbatan-penyumbatan yang mungkin terjadi di kepala, yang acap kali mengakibatkan stroke. Ini sedikit banyak adalah manfaat kesehatan yang bisa timbul dari gerakan sujud.

Secara ruhaninya, yang dimaksud sujud itu adalah saat seseorang tepat berada dibawah arsy. Namun sujud yang dimaksud bukan “posisi sujud”… tapi sujud yang dimaksud adalah ketundukan dan kepatuhan kepada Allah… “Posisi sujud” adalah simbolik saja, dimana kepala dibawah dan jantung di atas. maksudnya pada saat itu kita berada persis dibawah arsy. jatung itu lambang dari qolbu, kepala itu letaknya akal, jadi sujud itu “menempatkan qolbu yang jernih (nurani) di atas akal fikiran”.

Sederhananya berbuat segala perbuatan itu mendahulukan hati yang jernih, baru akal fikiran mengikuti hati saja.

Dan gimana tata caranya berdoa dalam sujud heuheuheu… Sujud sama nungging itu berbeda. Kalau engkau berdoa sambil nungging bukan berarti engkau berdoa sambil bersujud. Nungging itu adalah memposisikan badan nungging, dimana kepala dibawah dan pantat diatas.

Adapun sujud itu letaknya didalam qolbu, yaitu suatu kesadaran Ketuhanan yang tinggi. Nungging itu mudah, namun sujud, memang sulit, harus latihan jangka panjang, untuk membuang kotoran-kotoran dalam hati yang membuat hati kita tidak mau tunduk sujud.

Mursyid Syech Muhammad Zuhri (Abah FK)