Apa yang kamu ketahui tentang Penyelesaian Sengketa dalam WTO?

Penyelesaian Sengketa dalam WTO

Salah satu bidang yang menjadi pengaturan dalam GATT dan perjanjian WTO adalah penyelesaian sengketa

Apa yang kamu ketahui tentang Penyelesaian Sengketa dalam WTO?

Penyelesaian Sengketa dalam WTO


Salah satu bidang yang menjadi pengaturan dalam GATT dan perjanjian WTO adalah penyelesaian sengketa. Bidang ini memainkan peran penting di dalam memelihara kredibilitas dan menegakkan aturan-aturan GATT dan perjanjian WTO.

Penyelesaian sengketa antarnegara dalam GATT (kemudian WTO) sesungguhnya telah berlangsung lama. Sejarah panjang penyelesaian sengketa itu sendiri sedikit banyak dipengaruhi oleh aturan yang mendasari cara atau mekanisme penyelesaian sengketa. Mekanisme penyelesaian sengketa dalam perjanjian WTO sekarang ini pada intinya mengacu pada ketentuan Pasal 22-23 GATT 1947.

Dengan berdirinya WTO, ketentuan-ketentuan GATT 1947 kemudian terlebur ke dalam aturan WTO. Pengaturan penyelesaian sengketa dalam Pasal 22 dan 23 GATT memuat ketentuan yang sederhana. Pasal 22 menghendaki para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikannya melalui konsultasi bilateral atas setiap persoalan yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian atau ketentuan-ketentuan GATT. Pasal ini meyebutkan pula bahwa penyelesaian sengketa melalui konsultasi multilateral dapat diminta oleh salah satu pihak apabila sengketanya tidak mungkin diselesaikan melalui konsultasi secara bilateral. Kedua Pasal tersebut tidak dimaksudkan sebagai pasal pengaturan untuk menyelesaikan sengketa dagang. Menurut Professor Jackson dalam Huala Adolf bahwa dalam sidang-sidang GATT masalah atau isu mengenai penyelesaian sengketa ini hanya dibahas pada pertemuan-pertemuan reguler atau tetap.

Diluncurkannya putaran Uruguay di tahun 1986 telah mengakibatkan perubahan terhadap pengaturan mengenai penyelesaian sengketa. Di dalam putaran ini, negara peserta memandang isu penyelesaian sengketa ini merupakan salah satu dari sekian isu yang menjadi agenda penting perundingan. Negara-negara peserta perundingan berpendapat bahwa tujuan utama dari kelemahan-kelemahan dari prosedur penyelesaian sengketa GATT.

Tujuan lain dari perundingan ini juga mencakup upaya-upaya implementasi dari putusan dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh panel. Tujuan ini merupakan hasil dari pada suatu kerja sama antara delegasi dari Negara maju dan Negara berkembang. Dan hasilnya dituangkan dalam suatu rancangan deklarasi mengenai penyelesaian sengketa.

Deklarasi tersebut menunjukkan dua agenda utama mengenai pembahasan penyelesaian sengketa :

  1. Meningkatkan dan memperkuat aturan-aturan dan prosedur proses penyelesaian sengketa,dan
  2. Merumuskan ketentuan-ketentuan untuk mengawasi dan memonitor ketentuan-ketentuan untuk mengawasi dan memonitor penataan dengan putusan dan rekomendasi panel.

Pertemuan Montreal (1988) yang masih dalam kerangka putaran Uruguay menghasilkan suatu paket deregulasi yang penting. Dalam pertemuan ilmiah dihasilkan kesepakatan pembentukan suatu badan khusus penyelesaian sengketa GATT, yaitu Dispute Settlement Body (DSB). Fungsi dari badan ini antara lain adalah untuk mengawasi secara langsung proses penyelesaiam sengketa dalam GATT.

Dispute Settlement Body (Lembaga Penyelesaian Sengketa) WTO telah menunjukkan kontribusi dan peran yang signifikan dalam menyelesaikan sengketa perdagangan antar Negara anggota. Sistem penyelesaian sengketa melalui LPS-WTO diatur dalam Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Dispute yang biasa disebut DSU. Substansi ketentuan yang ada dalam DSU merupakan interpretasi dan implementasi dari ketentuan Pasal 3 GATT 1947 dan badan yang melaksanakannya adalah Dispute Settlement Body atau DSB. Lembaga tersebut merupakan bagian dari Dewan Umum atau General Council.

Mengenai kewenangan DSB meliputi membentuk panel, mengadopsi panel dan laporan badan banding, melaksanakan pengawasan implementasi terhadap rekomendasi dan keutusan yang telah dibuat serta mengotorisasi penundaan konsesi. Dengan adanya DSB, maka semua anggota WTO wajib menyelesaikan sengketa dagang melalui jalur ini dan semua negara anggota tidak diperbolehkan mengambil tindakan secara sepihak yang akan menimbulkan persoalan baru secara bilateral maupun multilateral.

Berdasarkan Pasal 3 DSU dapat diketahui tugas utama dari DSB sebagai berikut:

  1. Mengklarifikasi ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian-perjanjian WTO dengan melakukan interpretasi menurut hukum kebiasaan internasional public.

  2. Hasil penyelesaian sengketa tidak boleh menambah atau mengurangi hak-hak dan kewajiban yang diatur dalam ketentuan WTO.

  3. Menjamin solusi yang positif dan diterima oleh para pihak dan konsisten dengan substansi perjanjian dalam WTO.

  4. Memastikan penarikan tindakan Negara pelanggar yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan perjanjian yang sudah tercakup dalam agreement (coveredegreement). Tindakan retaliasi atau pembalasan dimungkinkan tetapi sebagai upaya terakhir.

Huala Adolf dalam bukunya juga menuliskan prosedur penyelesaian sengketa yang antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Konsultasi, merupakan tahap pertama penyelesaian sengketa dan biasanya berlangsung dalam bentuk yang informal atau negosiasi formal, seperti melalui saluransaluran diplomatik. Tujuan utama dari proses ini adalah untuk menyelesaikan sengketa di luar dari cara atau proses ajudikasi yang formal.

  2. Jasa baik, konsiliasi dan mediasi, adalah cara-cara penyelesaian sengketa secara damai melalui keikutsertaan pihak ketiga. Penyelesaian ini bersifat sukarela dan bersifat informal dan konfidensial (rahasia)

  3. Panel, pembentukan panel dianggap sebagai upaya akhir manakala penyelesaian sengketa secara bilateral gagal. Fungsinya adalah membantu penyelesaian secara obyektif dan untuk memutuskan apakah suatu subyek atau obyek perkara telah melanggar perjanjian cakupan WTO.

  4. Badan Banding (Appellate Body atau AB) , merupakan suatu inovasi dalam prosedur penyelesaian sengketa WTO. Terdiri dari tujuh orang, tiga di antaranya mengadili sengketa.

  5. Implementasi putusan dan rekomendasi, dapat dianggap sebagai masalah yang sangat penting di dalam proses penyelesaian sengketa. Isu ini akan menentukan kredibilitas WTO, termasuk efektivitas dari penyelesaian sengketa WTO itu sendiri.

  6. Arbitrase, penyelesaian sengketa ini telah lama diakui dalam praktik penyelesaian sengketa dagang dalam GATT. Namun penggunaanya sangat irit. Pada pokoknya beberapa pengaturan mengenai arbitrase diatur dalam Pasal 25 DSU.