Apa yang kamu ketahui tentang lembaga legislatif Indonesisa?

Legislatif yang bertugas membuat undang undang. Lembaga legislatif meliputi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),DPD, MPR.

Lembaga Legislatif di Indonesia ini meliputi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil pemilu. DPR berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan yang berada di tingkat provinsi disebut DPRD provinsi dan yang berada di kabupaten/kota disebut DPRD kabupaten/kota.

Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan presiden. Anggota DPR berdomisili di ibu kota negara. Masa jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna DPR.
Jumlah Anggota DPR/DPRD Berdasarkan UU Pemilu N0. 10 Tahun 2008 ditetapkan sebagai berikut:

  • jumlah anggota DPR sebanyak 560 orang;
  • jumlah anggota DPRD provinsi sekurang-kurangnya 35 orang dan sebanyak- banyak 100 orang;
  • jumlah anggota DPRD kabupaten/kota sedikitnya 20 orang dan sebanyak- banyaknya 50 orang.

Badan legislatif (parlemen), yaitu lembaga yang “legislate” atau membuat undang-undang yang anggota-anggotanya merupakan representasi dari rakyat Indonesia di mana pun dia berada (termasuk yang berdomisili di luar negeri) yang dipilih melalui pemilihan umum.

Landasan teori yang melatarbelakangi adanya badan legislatif (parlemen) ini yang dikemukakan oleh Rousseau, tentang Volonte Generale atau General Will yang menyatakan bahwa “Rakyatlah yang berdaulat, rakyat yang berdaulat ini mempunyai suatu kemauan”.

Miriam Budiarjo, Dewan Perwakilan Rakyat dianggap merumuskan kemauan rakyat atau kemauan umum ini dengan jalan mengikat seluruh masyarakat. Undang-undang yang dibuatnya mencerminkan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu. Dapat dikatakan bahwa merupakan badan yang membuat keputusan yang menyangkut kepentingan umum.

Sejarah Legislatif


Pada awalnya badan legislatif hanya sekelompok orang yang diberi tugas oleh raja untuk mengumpulkan dana untuk membiayai kegiatan pemerintahan serta peperangan. Akan tetapi, lambat laun setiap penyerahan dana (semacam pajak) itu disertai tuntutan agar pihak raja menyerahkan pula beberapa hak privilege sebagai imbalan.

Dengan demikian, secara berangsur-angsur sekelompok orang tersebut berubah namanya menjadi badan legislatif (parlemen) yang bertindak sebagai badan yang membatasi kekuasaan raja yang absolute. Dalam perkembangannya, anggota badan legislative ini dipilih melalui mekanisme pemilihan umum sehingga dapat diterima keberadaannya secara sah dan menyeluruh di seluruh dunia sebagai badan yang mewakili rakyat dan memiliki wewenang untuk menentukan kebijaksanaan umum dalam membuat undangundang.

Rousseau sebagai pelopor gagasan kedaulatan rakyat, tidak menyetujui adanya badan perwakilan, tetapi mencita-citakan bentuk “demokrasi langsung” (seperti terdapat di Jenewa dalam masa Rousseau), ketika rakyat secara langsung merundingkan serta memutuskan soal-soal kenegaraan dan politik.

Akan tetapi, saat ini demokrasi langsung seperti yang diinginkan oleh Rousseau dianggap tidak praktis dan hanya dipertahankan dalam bentuk khusus dan terbatas seperti referendum, plebisit, dan sebagainya. Boleh dikatakan bahwa dalam negara modern, rakyat menyelenggarakan kedaulatan yang dimilikinya melalui wakil-wakil yang dipilih secara berkala.

Susunan Keanggotaan Badan Legislatif


Menurut Miriam Budiarjo, sistem penentuan anggota susunan keanggotaan badan legislatif itu beragam. Ada yang jumlahnya mencapai 1.300 anggota seperti DPR Uni Soviet (kini: Rusia), ada yang berjumlah 560 orang seperti di Indonesia, dan ada yang kecil seperti DPR Pakistan, yaitu sebanyak 150 anggota.

Sistem penentuan anggota DPR beragam sifatnya, yaitu:

  • turun temurun (sebagian Majelis Tinggi Inggris);
  • ditunjuk (Senat Kanada);
  • dipilih , baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Sistem penentuan atau pemilihan di atas berlaku pada pemerintahan sosialis atau kerajaan, sedangkan dalam Negara modern pada umumnya anggota badan legislatif dipilih dalam pemilihan umum dan berdasarkan sistem kepartaian. Perwakilan semacam ini bersifat politik.

Akan tetapi, sistem ini tidak menutup kemungkinan beberapa orang anggota dipilih tanpa ikatan pada suatu partai, tetapi sebagai orang “independen”. Contoh, pada pemilihan umum di Indonesia pada tahun 1955.

Konsep Perwakilan


Konsep Perwakilan (representation) adalah konsep yang memberikan kewenangan atau kemampuan kepada seseorang atau suatu kelompok untuk berbicara dan bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar.

Saat ini anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada umumnya mewakili rakyat melalui partai politik. Hal ini dinamakan perwakilan yang bersifat politik ( political representation). Kehadiran konsep ini dipelopori oleh negara-negara demokrasi yang menganut idelogi politik liberal yang memiliki asumsi bahwa yang paling mengetahui mengenai keadaan rakyat adalah rakyat itu sendiri sehingga aspirasi dan kehendak rakyat harus diwakili oleh rakyat.

Asumsi ini mendorong lahirnya sistem perwakilan dalam kehidupan rakyat yang perwujudannya dilakukan melalui partai politik dalam pemilihan umum. Sistem perwakilan ini secara umum dapat dibagi dua, yaitu:

  • Sistem perwakilan langsung, yaitu sistem pengangkatan wakil rakyat secara langsung melalui pemilu oleh rakyat tanpa perantara DPR/MPR. Contoh, Pemilihan anggota DPR dan DPD Indonesia tahun 2004.

  • Sistem perwakilan tidak langsung, yaitu sistem pemilihan wakil rakyat yang memberikan kepercayaan pada partai politik untuk menentukan calon legislatif yang akan mewakili rakyat dan mengangkat anggota DPR/MPR melalui pengangkatan dari unsur-unsur atau golongan oleh pemerintah. Contoh, anggota DPR/MPR Indonesia pada zaman Orde Baru.

Sistem Satu Majelis dan Sistem Dua Majelis (Bi-Kameralisme dan Uni-Kameralisme)


Menurut Miriam Budiarjo, ada negara yang badan legislatifnya terbagi dalam dua majelis (bi-kameralisme) dan ada pula negara yang badan legislatifnya hanya terdiri atas satu majelis (uni-kameralisme). Hanya negara federal yang memakai sistem dua majelis karena satu di antaranya mewakili kepentingan negara bagian khususnya (India, Amerika Serikat, Uni Soviet, Republik Indonesia Serikat).

Negara kesatuan yang memakai sistem dua majelis biasanya berdasarkan pertimbangan bahwa satu majelis dapat mengimbangi dan membatasi kekuasaan dari majelis lain. Sistem satu majelis memberi peluang untuk menyalahgunakan kekuasaan karena mudah dipengaruhi oleh situasi politik. Majelis tambahan biasanya disusun sedemikian rupa sehingga wewenangnya lebih sedikit daripada badan yang mewakili rakyat. Badan yang mewakili rakyat umumnya disebut Majelis Rendah ( Lower House), sedangkan majelis lainnya disebut Majelis Tinggi ( Upper House atau Senat).

Majelis Tinggi (Upper House, Senat, atau Dewan Perwakilan Daerah)


Majelis Tinggi adalah majelis yang mewakili daerah, provinsi, atau negara bagian yang jumlahnya ditentukan oleh undang-undang. Di Indonesia, Majelis Tinggi (DPD) ini dipilih langsung oleh rakyat yang mewakili daerah dan untuk setiap daerah ditetapkan sebanyak 4 orang untuk menyampaikan aspirasi daerah yang antara lain berkaitan dengan Otonomi Daerah, Pemekaran Daerah, Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Keanggotaan Majelis Tinggi secara umum, dapat ditentukan sebagai berikut:

  • turun temurun (Inggris);
  • ditunjuk (Inggris, Kanada);
  • dipilih (India, Amerika Serikat, Uni Soviet, Filipina, dan Indonesia).

Majelis Tinggi Inggris ( House of Lords) merupakan satu-satunya majelis yang sebagian anggotanya dipilih secara turun temurun. Ada pula anggota yang pada waktu tertentu ditunjuk berdasarkan jasanya kepada masyarakat (misalnya, Ny. Churchill setelah suaminya meninggal). Di Kanada, misalnya, penunjukan anggota Senat sering berdasarkan jasanya terhadap masyarakat atau pada partai yang sedang berkuasa.

Dalam negara yang anggota majelis dipilih, masa jabatan anggota majelis tinggi lebih lama daripada masa jabatan anggota majelis rendah, seperti di India, Amerika Serikat, dan Filipina. Dalam keadaan semacam ini, tidak mustahil kedua majelis itu pada suatu waktu berlainan komposisinya, dalam arti bahwa majelis tinggi dikuasai oleh partai lain.

Hal ini telah menimbulkan kecaman bahwa keberadaan majelis tinggi tidak demokratis karena tidak selalu mencerminkan konstelasi kekuasaan yang sebenarnya. Kecaman lain adalah bahwa adanya dua majelis akan menghambat kelancaran pembahasan undang-undang.