Apa yang kamu ketahui tentang daging analog?

Pernahkah kalian mendengar tentang meat anologue atau daging tiruan? Daging analog atau meat substitute merupakan salah satu hasil inovasi dalam bidang teknologi pangan yang dilatarbelakangi oleh semakin maraknya masyarakat yang mengikuti pola makan vegetarian juga sebagai respon dari tingginya kasus penyakit degeneratif yang disebabkan oleh konsumsi lemak berlebih, terutama dari kelompok daging-dagingan. Apa yang kalian ketahui tentang inovasi daging analog ini?

Daging analog atau daging tiruan merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) terutama pada tujuan untuk menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian berkelanjutan. Hal lain yang mempelopori inovasi pangan ini adalah meningkatnya kesadaran akan stabilitas iklim dan kelestarian ekosistem dimana konsumsi produk-produk hewani dirasa akan menstimulasi perubahan lingkungan dan penipisan sumber daya alam.

Pengertian Daging Analog

Daging analog merupakan produk yang memiliki kemiripan fungsional dengan daging pada umumnya secara penampakan, tekstur, rasa, dan warnanya, namun terbuat murni dari bahan nondaging (Cuixia et al, 2021). Perkembangan konsumsi daging analog di masa mendatang akan terus meningkat seiring dengan peningkatan kelompok vegetarian. Keberadaan daging analog menjadi semakin populer karena mayoritas masyarakat sudah aware terhadap produk bahan pangan yang dikonsumsinya.

Peran Daging Analog

Kita mengenal berbagai jenis daging di pasaran, seperti daging sapi, kambing, ayam, kelinci, dan banyak lagi. Yang perlu diketahui adalah bahwa kelompok daging yang berwarna merah (sapi, kambing, kerbau) memiliki kandungan lemak yang tinggi. Kandungan lemak pada daging merah yang tinggi turut meningkatkan kadar kolesterol dalam darah sehingga semakin banyak konsumsi makanan berlemak, maka akan semakin besar peluangnya untuk menaikkan kadar kolesterol dalam tubuh. Konsumsi lemak yang dianjurkan per hari hanya sekitar 20-35% dari energy intake saja atau sekitar 300 miligrams/hari. Nah, apakah asupan lemak dalam makanan kalian sudah sesuai dengan daily recommended intake?

Oleh karena itu, daging analog hadir untuk menjawab permasalahan tersebut. Sebab pola konsumsi daging merah yang tidak teratur terutama bagi golongan orang dewasa dan lanjut usia dapat menyebabkan penyakit jantung, obesitas, dan penyakit degenaratif lainnya.

Produksi Daging Analog

Formulasi daging analog dirancang dan diolah sedemikian rupa hingga menyerupai daging asli, baik dari segi tekstur, rasa, dan nutrisi. Sumber protein utama yang sering digunakan dalam produksi daging analog adalah protein dari kacang-kacangan, gluten, dan protein dari polong-polongan. Kedelai sebagai sumber protein yang paling banyak digunakan. Gluten berguna untuk merekatkan atau menempelkan antar bahan sehingga dapat menjaga bentuk makanan. Karena terbuat dari protein nabati, daging analog ini juga sering disebut sebagai plant-based meat.

Daging analog memiliki kandungan kalori, asam lemak tak jenuh, potasium, kalsium, dan fosforus. Dimana asam lemak tak jenuh ini memang banyak dijumpai pada protein nabati/protein yang berasal dari tumbuhan dan lebih menyehatkan karena strukturnya yang mudah dicerna oleh tubuh manusia. Dalam produksi daging analog, penambahan vitamin, mikromolekul, gluten juga pemilihan proses pengolahannya akan sangat mempengaruhi karakteristik sensoris, seperti tekstur, juicesness, hardness.

Kekurangan dan Kelebihan Daging Analog

Kekurangan

Dibuat berbasis protein nabati, daging analog terkadang memiliki aroma kedelai dan rasa yang khas akibat aktivitas dari enzim yang terdapat pada kedelai. Karakter sensoris yang dihasilkan dari produksi yang kurang sempurna, diantaranya munculnya bau langu pada produk, tekstur yang terlalu lunak, dan rasa yang tidak bisa mewakili rasa daging asli. Selain itu, juga adanya gluten pada produk menyebabkan daging analog kurang bisa dikonsumsi oleh masyarakat yang memiliki gluten intolerance.

Kelebihan

Produk daging analog lebih homogen dan lebih awet dalam penyimpanan kering. Daging analog dengan kandungan lemak tak jenuh yang tinggi, zero kolesterol, zero antibiotik, dan zero hormon pertumbuhan sehingga berdampak baik pada kesehatan. Dalam dunia industri, harga daging analog 30-50% lebih murah dibandingkan daging aslinya (Winarno, 2012). Hal ini tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi daging analog karena selain menyehatkan, juga didukung oleh daya beli masyarakat.

Referensi

Cuixia, S., Jiao, G., Jun, H., Renyou, G., Yapeng, F. (2021). Processing, Quality,
Safety, and Acceptance of Meat Analogue Products. Engineering. 7 (5):
674-678. Doi: 10.1016/j.eng.2020.10.011.
Winarno, F.G. (2012). Inovasi Daging Analog. FoodReview Indonesia. Volume 7
Nomor 8. Agustus 2012.

1 Like