Apa yang kamu ketahui tentang batu bara?

Batu bara merupakan salah satu bahan bakar yang masih banyak digunakan di Indonesia hingga saat ini. Apa hal yang kamu ketahui tentang batu bara?

Batubara adalah batuan sedimen organoklastik yang berasal dari tumbuhan, yang pada kondisi tertentu tidak mengalami proses penghancuran dan pembusukan sempurna. Umumnya proses pembentukan batubara terjadi pada zaman karbon yaitu sekitar 270 hingga 350 tahun yang lalu. Pada zaman tersebut terbentuk batubara di belahan bumi utara seperti Eropa, Asia, dan Amerika.

Di Indonesia, batubara yang ditemukan dan ditambang umumnya berusia jauh lebih muda, yaitu terbentuk pada zaman Tersier. Batubara tertua di Indonesia berumur Eosen (40-60 juta tahun yang lalu), namun sumberdaya batubara di Indonesia umumnya berumur antara Miosen dan Pliosen (2-15 juta tahun yang lalu). Proses pembentukan batubara dari tumbuhan terdiri dari dua tahap yaitu:

  1. Tahap pembentukan gambut (peat) dari tumbuhan (peatification)

    Tumbuhan yang mati pada umumnya akan mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna sehingga setelah beberapa waktu tidak terlihat lagi bentuk asalnya. Pembusukan dan penghancuran tersebut pada dasranya merupakan proses oksidasi yang disebabkan oleh pertumbuhan dan aktivasi bakteri serta jasad renik lainnya. Proses oksidasi material penyusun utama cellulose (C6H10O5) dapat digambarkan sebagai berikut:

    Tumbuhan yang mati pada derah rawa ditandai dengan kandungan oksigen yang rendah, karena air rawa hanya mengandung sedikit oksigen. Kondisi ini mencegah bakteri aerob (bakteri yang memerlukan oksigen) dapat hidup, sehingga tumbuhan yang mati tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran sempurna dengan tidak terjadinya proses oksidasi yang semurna. Pada kondisi ini hanya bakteri anaeorob saja yang bekerja melakukan proses dekomposisi yang kemudian membentuk gambut (peat). Dengan tidak adanya oksigen, maka hidrogen dan karbon dioksida menjadi H2O, CH4, CO dan CO2. Tahap pembentukan gambut melalui biokimia ini disebut sebagai peatification. Gambut yang berwarna kecoklatan sampai hitam ini memiliki porositas tinggi dan masih menampilkan wujud asli tumbuhan. Kandungan air dari gambut cukup tinggi bahkan dapat melebihi 50%.

  2. Tahap pembentukan batubara dari gambut (coalification)

    Proses pembentukan gambut akan berhenti dengan tidak adanya regenerasi tumbuhan, dimana kondisi tidak memungkinkan vegetasi untuk tumbuh. Misalnya akibat penurunan dasar cekungan yang terlalu cepat. Jika lapisan gambut yang terbentuk kemudian ditutupi oleh lapisan sedimen, maka lapisan gambut tersebut mengalami tekanan dari lapisan-lapisan sedimen akibat adanya penurunan dasar rawa yang signifikan.

    Temperatur akan meningkat dengan bertambahnya tekanan dan kedalaman. Kenaikan temperatur dengan bertambahnya kedalaman disebut juga sebagai gradient geotermik. kenaikan temperatur dan tekanan dapat juga disebabkan oleh aktiitas magma, proses pembentukan gunung dan aktivitas tektonik lainnya. Peningkatan tekanan dan temepratur pada lapisan gambut akan mengonversi gambut menjadi batubara dimana terjadi proses pengurangan kandungan air, pelepasan gas-gas (CO2, H20, CO, CH4), peningkatan kepadatan dan kekerasan ,serta peningkatan nilai kalor. Proses pembusukan terjadi pada lingkungan yang oksigennya kurang, sehingga terjadi pembakaran tidak sempurna.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi kelas (rank) dan kualitas batubara diantaranya adalah tekanan, emphasized texttemperatur dan waktu pembentukan.

Maseral pada batubara

Maseral pada batubara analog dengan mineral pada batuan. Maseral merupakan bagian terkecil dari batubara yang dapat diamati dengan mikroskop.

image

Maseral dikelompokkan berdasarkan tumbuhan atau bagian tumbuhan menjadi tiga kelompok, yaitu:

  • Vitrine
    Vitrine adalah maseral yang paling dominan dalam batubara. Maseral ini berasal dari bagian tumbuhan pembentuk batubara seperti batang pohon, cabang, atau dahan, tangkai, daun, dan akar. Nilai reflectance dari vitrinite dijadikan penentu peringkat batubara dan sering dikorelasikan dengan nilai volatile matter seperti yang terdapat pada ASTM standard.

  • Liptinite (Exinite)
    Seperti namanya, litinite berasal dari spora, resin, alga, kutikula pada permukaan daun, lemak dan minyak. Suberinite tidak tercantum diatas karena hanya terdapat pada batubara Tersier. Maseral ini berasal dari substansi semacam gabus yang terdapat pada kulit kayu dan pada permukaan akar batang dan buah-buahan. Fungsi dari maseral ini pada mulanya adalah untuk mencegah pengeringan tanaman.

  • Inertinite
    Material pembentuk inertinite sebenarnya sama dengan pembentuk vitrinite. yang membedakan adalah sejarah pembentukannya yang disebut fusination. Charring atau oksidasi pada saat proses pembntukan batubara berlangsung merupakan proses yang membedakan substansi vitrinite dan inertinite. Inertinite biasanya memiliki kadar karbon yang tinggi, hidrogen yang rendah, serta derajat aromaticity yang tinggi.

Komponen Penyusun Batubara

Secara umum, batubara disusun oleh dua komponen utama yaitu komponen organik dan anorganik.

Komponen Anorganik

Komponen anorganik batubara disusun oleh mineral. Batubara yangmempunyai mineral dalam ukuran butir besar dapat dengan mduah dipisahkan dengan penggerusan atau dengan prose pengolahan yang disebut mineral adventitious, sedangkan mineral-mineral yang tidak terlepas dari batubara baik dengan penggerusan maupun dengan proses pengolahan disebut inherent (Anggayana dan Widayat, 2007).

Secara umum, batubara disusun oleh dua jenis mineral yaitu :

  • Mineral syngenetic
    Mineral syngenetic merupakan mineral-mineral yang terakumulasi bersama-sama dengan material organik yang membentuk endapan batubara, atau masuk dalam batubara selama proses coalification, yang dapat berupa mineral-mineral lempung seperti illit dan kaolinit (Thomas, 1992)

  • Mineral epygenetic
    Mineral epygenetic masuk dalam gambut setelah pengendapan, atau setelah proses coalification. Presipitasi mineral mungkin dalam bentuk agregat, dan biasanya mengisi rekahan-rekahan halus pada batubara. Contohnya seperti mineral-mineral lempung ataupun elemen sulfur anorganik yang umum dijumpai dalam babara, utamanya berasal dari mineral pirit sekunder akibat reduksi air laut (Thomas, 1992)

Mineral pengotor dalam batubara dapat berbentuk butiran halus yang menyebar maupun butiran kasar. Masing-masing memiliki ciri tersendiri yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu : mineral pengotor yang terdapat dalam sel tanaman asal, mineral pengotor utama yang terbentuk selama pengendapan batubara, dan mineral pengotor yang terbentuk setelah pengendapan batubara (Anggayana dan Widayat, 2007).

Mineral pengotor kelompok pertama, pada umumnya tidak dapat diketahui kecuali dengan SEM (scanning electron microscope), karena sangat halus. Mineral pengotor kelompok kedua dan ketiga dengan mudah dapat diidentifikasi dengan mikroskop. Mineral pengotor utama terbentuk bersamaan dengan pembentukan batubara, sedangkan mineral pengotor lainnya cenderung kasar dan bergabung dalam celah dan rongga (Anggayana dan Widayat, 2007).

Mineral lempung adalah mineral yang paling banyak terdapat dan tersebar di dalam batubara. Mineral lempung berukuran butir sangat kecil antara 1-2 mikrometer. Sekitar 60%-80% dari mineral pengotor dalam batubara adalah lempung berupa kaolinit dan illit. Komposisi kimia pada saat pengendapan berpenngaruh terhadap tipe lempung yang mengendap dalam batubara. Pada umumnya, mineral lempung illit terdapat dalam batubara yang diendapkan dengan adanya pengaruh air laut, sedangkan kaolinit tidak dipengaruhi air laut. Di bawah sinar refleksi, lempung mempunyai bermacam-macam warna, mulai dari yang hampir putih sampai oranye kecoklat-coklatan (Thomas, 1992).

Karbonat termasuk kelompok mineral yang sering terdapat dalam batubara. Karbonat dapat terbentuk selama proses pengendapan maupun selama proses pembatubaraan. Keterdapatan mineral karbonat pada lapisan batubara dapat menimbulkan temperatur peleburan abu yang lebih kecil bila dibandingkan dengan adanya lempung dan kuarsa yang dominan pada lapisan batubara.

Mineral karbonat umumnya dapat dihilangkan dengan proses pencucian batubara. Pada pengamatan mikroskopis, siderite dan kalsit dapat dibedakan dengan mengamati perubahan warna selama meja mikroskop diputar.

Diagram dibawah menunjukkan pembentukan sulfur di dalam batubara.

Batubara dengan sulfur tinggi akan didominasi oleh sulfur piritik. Proses
pembentukan pirit dalam batubara sangat erat kaitannya dengan kelimpahan besi
reaktif yang dibawa oleh aliran air (Suits dan Arthur, 2000., dalam Anggayana
dan Widayat, 2007). Dalam sinar refleksi, pirit terlihat sangat terang hingga
kekuning-kuningan

Besi sulfida, khususnya pirit, terbentuk dalam lumpur organik yang
terakumulasi dalam skala kecil dibawah kondisi reduksi pada lingkungan danau
atau rawa yang kaya akan unsur organik. Transportasi dan pembentukan besi
diatur oleh Eh dan pH lingkungan. Eh-pH dapat digunakan untuk memprediksi
stabilitas mineral besi dan berfungsi untuk menggambarkan bahwa Eh umumnya
lebih penting dari pada pH dalam menentukan akumulasi mineral besi. Misalnya, hematit (Fe2O3) diendapkan di bawah kondisi oksidasi pada pH yang biasa
dijumpai di laut dan air permukaan (pH asam dan Eh oksidasi), siderit (FeCO3)
terbentuk di bawah kondisi reduksi dalam skala intermediet (pH netral-asam), dan
pirit (FeS2) bentuk di bawah kondisi reduksi kuat dalam pH yang relatif
rendah/basa. (Boggs, 1987).

Komponen Organik

Komponen organik (organic matter) dalam batubara adalah satu-satunya
komponen batubara yang menghasilkan kalori pada proses pembakaran. Penguraian komponen batubara ini dapat dilihat dari dua sisi berbeda. Pertama dari bagian jenis tanaman awal yang membentuknya. Sedangkan yang kedua, dilihat dari unsur-unsur yang membentuknya.

Dilihat dari sisi bagian yang membentuk dan jenis tanaman awal yang membentuknya, komponen batubara ini diuraikan menjadi beberapa elemen yang disebut maseral.

Maseral analog dengan
mineral dalam batuan atau bagian terecil dari batubara yang bisa teramati dengan mikroskop. Maseral dikelompokkan menjadi tiga grup, yakni vitrinit (huminit), liptinit,
dan inertinit.

Batubara juga memiliki komponen-komponen yang terdiri dari unsur-unsur karbon, hidrogen, nitrogen, sulfur, oksigen, serta terdapat juga sedikit unsur zat organik bawaan seperti natrium, kalium dan lainnya yang terikat sebagai bagian dari zat organik.

Berikut adalah penjelasan dari ketiga maseral tersebut :

  • Kelompok vitrinit
    Pembentukan vitrinit memerlukan suatu proses yang relatif cepat dari akumulasi sisa tanaman di permukaan gambut melalui zona oksidasi, dimana bakteri anaerob mengubah sisa lignin dan selulosa ke dalam gel humid, sebagian dengan sifat homogen. Hal ini membuat vitrinit, khususnya telovitrinite, dapat mempertahankan beberapa struktur sel.

    Perubahan kandungan karbon, zat terbang dan peningkatan pada batubara berhubungan secara langsung dnegan jumlah cahaya reflektan dari permukaan vitrinit. Pengaruhnya adalah, makin tinggi kadar karbon, makin tinggi pula reflektan vitrinit. Oleh karena itu, peringkat batubara dapat langsung ditetapkan dalam pengukuran reflektan vitrinit. Dalam batubara yang mengandung lebih dari 80% vitirinit, peringkat batubara dapat juga ditetapkan berdasarkan kandungan zat terbang dan karbon (Bustin et al, 1983)

vitrinit

  • Kelompok litpinit
    Liptinit dalam batubara menghasilkan lebih banyak zat terbang apabila dipanaskan dibandingkan dengan kelompok lainnya. Disamping itu, liptinit menghasilkan bitumen yang tinggi terutama dalam batubara sub bituminus dan bituminus (Bustin et al., 1983). Adapun asal dan karakteristik dari kelompok maseral ini dapat dilihat dalam tabel di bawah.

liptinit

  • Kelompok inertinit
    Kelompok maseral inertinit sangat sedikit berubah sifat fisis dan kimianya dibandingkan dengan vitrinit dan liptinit pada batubara peringkat rendah. Pada umumnya inertinit mempunyai kandungan oksigen tinggi dan hidrogen rendah, akan tetapi kandungan oksigen akan menurun cepat seiring dengan naiknya peringkat pada suatu batubara. Struktur inertinit (semifusinit dan fusinit) yang berasal dari vegetasi kayu, terbentuk dalam kondisi yang relatif kering yang menyebabkan jaringan teroksidasi (Bustin et al., 1983)

inertinit

Litotipe dan Mikrolitotipe Batubara
Pembagian litotipe batubara hanya menyangkut tentang pembagian batubara berdasarkan perbedaan makroskopik dari lapisan batubara, walaupun secara selintas, struktur batubara homogen, tetapi jika diamati dengan cermat akan nampak lapisan-lapisan yang memiliki ciri tersendiri.

Mikrolitotipe dalam batubara hanya dapat diidentifikasi dalam pengamatan petrografi. Asosiasi maseral dapat diklasifikasikan ke alam mikrolitotipe yang memiliki ketebalan sekitar 50 mikrometer.

Dasar pembagian kelas mikrolitotipe adalah :

  • monomaseral
    maseral yang tersusun oleh satu tipe maseral
  • bimaseral
    maseral yang tersusun dari dua tipe maseral, dimana keduanya memiliki proporsi lebih dari 5%.
  • trimaseral
    Ketiga jenis maseral tersusun lebih dari 5% komposisinya
  • carbominerit
    jenis mikrolitotipe batubara dimana batubara mengandung mineral baik berupa mineral lempung, pirit, karbonat, kuarsa, ataupun mineral lain lebih dari 20% totalnya.

klasifikasi dan komposisi mikrolitotipe dalam batubara

Reflektansi vitrinit

Peningkatan intensitas sinar pantul pada maseral vitrinit berbanding lurus dengan pertambahan tingkat proses pembatubaraan pada lapisan batubara. Semakin besar nilai pantul maseral, semakin tinggi peringkat batubara dan demikian pula sebaliknya (Diesel dan Gammidge, 1998)

Pengukuran reflektasni vitrinit dilakukakn di bawah medium minyak imersi (immersion oil). Indeks refleksi dari minyak imersi dapat berubah dengan temperatur. Oleh karena itu, perlu digunakan standar reflektansi yang telah diketahui pada temperatur standar (20-25 derajat celsius) sebagai faktor koreksi hubungan antara reflektansi dan sifat-sifat optik material dan medium imersi. Reflektansi maseral vitrinit akan naik dengan meninngkatnya tingkat kematangan yang dicerminkan oleh peringkat batubara.

hubungan reflektansi vitrinit dengan peringkat batubara