Apa yang dimasksud dengan 'Groupthink' dalam Ilmu Komunikasi?

Ketika sebuah kelompok sedang mengadakan sebuah pemutusan masalah, seringkali anggota kelompok tersebut mengabaikan beberapa hal yang ada di pikiran mereka demi menghindari konflik yang mungkin akan terjadi dan menyerahkan semua keputusan pada keinginan mayoritas, meskipun pemikiran mereka bertentangan dengan keinginan mayoritas dari kelompok tersebut, itulah yang dinamakan dengan groupthink .

Summary

Syahlendra, R. (2018). Gejala Groupthink pada Organisasi Mahasiswa (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Gejala Groupthink pada Anggota Presidium Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FISIP USU).

Pada tahun 1970-an, Irving Janis, seorang peneliti psikologi dari Universitas Yale tertarik untuk meneliti perilaku pengambilan keputusan dalam suatu kelompok. Ia kemudian meneliti kasus Invasi Teluk Babi (invasi gagal AS untuk menggulingkan pemerintah Fidel Castro di Kuba pada tahun 1961), dan juga kasus serangan Jepang di Pearl Harbor pada tahun 1941. Setelah melakukan penelitian, ia kemudian meuliskan pemikirannya ini dalam bukunya: Victims Of Group Think (1972).
Yang secara umum, menjelaskan bagaimana pengambilan keputusan diambil dalam sebuah kelompok. Istilah groupthink sendiri bukanlah murni gagasannya, melainkan sebuah istilah yang diambil dari novel propagandik, Gorge Orwel, 1984. Yang intiya, menurut Irving Janis, groupthink adalah pemikiran kelompok yang diambil dari sejumlah kelompok yang paling berpengaruh dalam kelompok tersebut.

Teori Groupthink menunjukkan suatu metode berpikir sekelompok orang yang kohesif (solid) untuk mencapai kata mufakat. Menurut teori ini, proses pengambilan keputusan yang terjadi pada kelompok yang sangat kohesif, dilakukan oleh para anggotanya yang selalu berusaha mempertahankan konsensus kelompok sehingga kemampuan kritisnya menjadi tidak efektif lagi. Janis juga menyebutkan bahwa kelompok yang sangat kohesif biasanya terlalu banyak menyimpan atau menginvestasikan energi untuk memelihara niat baik dalam kelompok, sehingga sering mengorbankan pembuatan keputusan yang baik dari proses tersebut. (Rakhmat, 2004: 152).
Menurut Deddy Mulyana didalam bukunya, Groupthink merupakan salah satu teori komunikasi yang diasosiasikan dengan dinamika komunikasi kelompok. Komunikasi kelompok sendiri, merupakan komunikasi yang dilakukan oleh sekumpulan orang yang saling berinteraksi, kemudian saling bergantung dan akhirnya mengenal sesamanya untuk mencapai suatu tujuan bersama.(Mulyana, 2011: 82).

Asumsi
• Kondisi dalam kelompokmenginginkan kekompakan tinggi
• Pemecahan masalah kelompok adalah proses terpadu
• Kelompok kerja dan kelompok pengambilan keputusa seringkali rumit

Konsep – Konsep (kondisi Anteseden Groupthink)
Groupthink yang terjadi pada sebuah kelompok pasti melewati beberapa kondisi pendahulu yang menjadi faktor munculnya groupthink pada sebuah kelompok. Janis (1982) percaya bahwa ada tiga kondisi yang mendorong munculnya groupthink, diantaranya adalah:

  1. Kohesivitas Kelompok
    Pengertian dari kohesivitas telah dijabarkan pada pembahasan sebelumnya, yang dapat diketahui saat ini adalah kohesivitas menjadi kondisi pendahulu dari munculnya groupthink. Pada beberapa kelompok, kohesi dapat menuntun pada perasaan positif mengenai pengalaman kelompok dan anggota kelompok lainnya. Kelompok yang sangat kohesif akan lebih antusias mengenai tugastugas mereka dan anggotanya merasa dimampukan untuk melaksanakan tugas-tugas tambahan. Singkatnya, kepuasan yang lebih besar diasosiasikan dengan meningkatnya kohesivitas. Walaupun terdapat beberapa keuntungan, Universitas Sumatera Utara tetapi kelompok yang sangat kohesif juga dapat menghasilkan hal yang mengganggu, yaitu memunculkan groupthink.
  2. Faktor Struktural
    karakteristik struktural yang spesifik, atau kesalahan, mendorong terjadinya groupthink. Faktor-faktor ini juga termasuk isolasi kelompok, kurangnya kepemimpinan imparsial, kurangnya prosedur yang jelas dalam mengambil keputusan, dan homogenitas latar belakang anggota kelompok. Isolasi kelompok (group insulation) merujuk pada kemampuan kelompok untuk tidak terpengaruh pada dunia luar. Banyak kelompok begitu sering bertemu sehingga mereka menjadi kebal terhadap hal yang terjadi di luar pengalaman kelompok mereka. Bahkan, mereka mungkin saja mendiskusikan isu-isu yang memiliki relevansi di dunia luar, tetapi anggotaanggota kelompok terlindungi dari pengaruhnya. Kurangnya kepemimpinan imparsial (lack of impartial leadership) berarti bahwa anggota-anggota kelompok dipimpin oleh orang yang memiliki minat pribadi terhadap hasil akhir. Sedangkan kesalahan struktural yang terakhir adalah kurangnya prosedur pengambilan keputusan (lack of decision making procedure), beberapa kelompok memiliki sedikit, jika ada prosedur untuk pengambilan keputusan, dan kemudian kegagalan untuk memiliki norma yang telah disepakati sebelumnya untuk mengevaluasi suatu masalah dapat menimbulkan groupthink.
  3. Tekanan Kelompok
    Kondisi pendahulu dari groupthink berhubungan dengan tekanan dari kelompok, yaitu tekanan internal dan eksternal (internal and external stress) terhadap kelompok dapat memunculkan groupthink. Ketika pembuat keputusan sedang berada dalam tekanan yang berat, baik disebabkan oleh dorongan dari luar maupun dari dalam kelompok, para pembuat keputusan ini cenderung tidak dapat menguasai emosi mereka, dan memunculkan groupthink demi menyelesaikan sesuatu hal yang menyebabkan tekanan tersebut. (West dan Turner, 2009: 279-282).

Gejala Gejala Groupthink
Setelah sebuah kelompok melewati kondisi-kondisi pendahulu dari sebuah groupthink yang telah dipaparkan diatas, maka selanjutnya adalah sebuah kelompok tersebut akan memiliki gejala-gejala dari sebuah groupthink, adapun gejala-gejala tersebut adalah:

  1. Penilaian berlebihan terhadap kelompok (Overestimation of the group)
    mencakup perilaku-perilaku yang menunjukkan bahwa kelompok ini yakin dirinya lebih dari yang sebenarnya. Ada 2 (dua) gejala spesifik dari penilaian berlebihan terhadap kelompok, yaitu: a) Ilusi akan ketidakrentanan (illusion of invulnerability) Universitas Sumatera Utara Dapat didefinisikan sebagai keyakinan kelompok bahwa mereka cukup istimewa untuk mengetahui rintangan atau permasalahan apapun yang terjadi pada kelompok tersebut. b) Keyakinan akan moralitas yang tertanam di dalam kelompok Ketika para anggota kelompok memiliki keyakinan akan moralitas yang tertaman di dalam kelompok (belief in the inherent morality of the group), mereka dikatakan telah mengadopsi pemikiran bahwa “kami adalah kelompok yang baik dan bijaksana”. Karena kelompok memandang diri mereka baik, mereka percaya bahwa pengambilan keputusan mereka akan baik pula. Dengan memiliki kepercayaan ini, anggota kelompok membersihkan diri mereka dari rasa malu atau rasa bersalah, walaupun mereka tidak mengindahkan implikasi etis atau moral dari keputusan mereka.
  2. Berpikran tertutup (close-minded)
    kelompok ini tidak mengindahkan pengaruh-pengaruh dari luar terhadap kelompok. Kedua gejala spesifik yang dikemukakan oleh Janis adalah: a) Stereotip kelompok luar Kelompok yang berada dalam krisis seringkali terlibat dalam stereotip kelompok luar (out-group stereotypes), yaitu persepsi stereotip mengenai rival atau musuh. Stereotip ini menekankan fakta bahwa lawan terlalu lemah atau terlalu bodoh untuk membalas strategi yang ofensif. b) Rasionalisasi kolektif Gejala yang keempat dari groupthink, rasionalisasi kolektif (collective rationalization) merujuk pada situasi di mana anggotaanggota kelompok tidak mengindahkan peringatan yang dapat mendorong mereka untuk mempertimbangkan kembali pemikiran dan tindakan mereka sebelum mereka mencapai suatu keputusan akhir.
  3. Tekanan untuk mencapai keseragaman (pressure toward uniformity)
    dapat menjadi hal yang besar bagi beberapa kelompok. Janis percaya bahwa beberapa kelompok yang berusaha untuk menjaga hubungan baik antar anggota memiliki kemungkinan untuk terlibat di dalam groupthink. Adapun 4 (empat) gejala spesifik dari tekanan untuk mencapai keseragaman ini adalah:

a) Sensor diri (self-cencorship) Merujuk pada kecenderungan para anggota kelompok untuk meminimalkan keraguan mereka dan adanya argumen-argumen yang menentang. Para anggota kelompok pun mulai memikirkan ulang ideide mereka sendiri. Janis berpendapat bahwa membungkam pemikiran-pemikiran pribadi yang menentang dan menggunakan retorika kelompok dapat memperkuat keputusan-keputusan kelompok.

b) Ilusi akan adanya kebulatan suara Ilusi akan adanya kebulatan suara (illusion of unanimity) yang menganggap bahwa diam adalah tanda setuju. Ilusi inilah yang membuat para anggota tidak merespon atau memberikan tanggapan kepada seluruh anggota yang diam, mereka menganggap bahwa diam artinya adalah setuju, padahal hakikatnya setiap orang pasti memiliki pemikirannya masing-masing ketika mereka terdiam.

c) Self-appointed mindguards, elompok yang berada dalam krisis akan memiliki self-appointed mindguards, yang berarti anggota-anggota kelompok yang melindungi kelompok dari informasi yang tidak mendukung. Para penjaga pemikiran ini akan senantiasa melindungi seluruh kelompok untuk tidak termakan informasi-informasi dari luar. Pada kenyataannya, menjaga perdamaian dan persatuan di dalam sebuah kelompok lebih penting bagi para penjaga pikiran ini dibandingkan menjaga perdamaian dengan pihak luar.

d) Tekanan terhadap para penentang
Gejala terakhir melibatkan adanya tekanan terhadap anggota kelompok yang menyatakan opini, pandangan, atau komitmen yang berlawanan dengan opini mayoritas. Janis menyebut hal ini tekanan terhadap para penentang (pressure on dissenters). (West dan Turner, 2009: 282-285).

Dampak pengaplikasian teori Groupthink
Munculnya fenomena groupthink di dalam sebuah kelompok akan menghasilkan dampak yang akan dirasakan pada kelompok tersebut. Adapun dampak munculnya groupthink terbagi menjadi 2 (dua) yaitu dampak positif dan dampak negatif, kedua dampak ini akan diuraikan sebagai berikut:

  1. Dampak Positif
    Menurut Ibnu Syamsi, dampak positif dari keputusan yang dibuat oleh kelompok atau yang disebut groupthink yaitu:

a) Tugas dan tanggung jawab pucuk pimpinan menjadi lebih ringan dan mudah. Tanggung jawab dalam hal ini terutama tanggung jawab moral.
b) Pemikiran oleh beberapa orang akan lebih baik hasilnya dibandingkan dengan pikiran seorang diri.
c) Kerja sama di antara pimpinan menjadi lebih baik, karena adanya rasa tanggung jawab bersama dalam bentuk keputusan kelompok.
d) Hasil pemikiran oleh beberapa orang akan saling melengkapi.
e) Pertimbangan lebih matang.

  1. Dampak Negatif Menurut Janis
    hasil akhir dari analisis Janis menunjukkan beberapa dampak negatif dari pikiran kelompok (groupthink) dalam membuat keputusan, yaitu:

a) Diskusi amat terbatas pada beberapa alternatif keputusan saja.
b) Pemecahan masalah yang sejak semula sudah cenderung dipilih, tidak lagi dievaluasi atau dikaji ulang.
c) Alternatif pemecahan masalah yang sejak semula ditolak, tidak pernah dipertimbangkan kembali.
d) Tidak pernah mencari atau meminta pendapat para ahli dalam bidangnya.
e) Kalau ada nasehat atau pertimbangan lain, penerimaannya diseleksi karena ada pada pihak anggota.
f) Cenderung tidak melihat adanya kemungkinan-kemungkinan dari kelompok lain akan melakukan aksi penantangan, sehingga tidak siap melakukan antisipasinya.
g) Sasaran kebijakan tidak disurvei dengan lengkap dan sempurna, (Immamiyah, 2013: 54-55)

Referensi

Janis, I. L. Groupthink Theory.

1 Like

Groupthink merupakan proses pengambilan keputusan yang terjadi pada kelompok yang sangat kohesif, dimana anggota-anggota berusaha mempertahankan konsensus kelompok sehingga kemampuan kritisnya tidak efektif lagi. Anggota-anggota keompok sering kali terlibat di dalam sebuah gaya pertimbangan dimanapencarian consensus lebih diutamakan dibandingkan dengan pertimbangan akal sehat.

Singkatnya tentang groupthink, terjadi manakala ada semacam konvergenitas pikiran, rasa, visi, dan nilai-nilai di dalam sebuah kelompok menjadi sebuah entitas kepentingan kelompok, dan orang-orang yg berada dalam kelompok itu dilihat tidak sebagai individu, tetapi sebagai representasi dari kelompoknya. Apa yang dipikirkan, dirasa, dan dilakukan adalah kesepakatan satu kelompok. Tidak sedikit keputusan-keputusan yang dibuat secara groupthink itu yang berlawanan dengan hati nurani anggotanya, maupun orang lain di luarnya. Namun mengingat itu kepentingan kelompok, maka mau tidak mau semua anggota kelompok harus kompak mengikuti arah yang sama agar tercapai suatu kesepakatan bersama.

Faktor utama Concurrent Seeking Behavior sering menjadi dasar terjadi groupthink. Concurrent Seeking Behavior adalah perilaku kecenderungan saling ketergantungan dan kesepakatan bersama untuk bersatu dalam memecahkan masalah dalam kelompok. Perilaku ini muncul dipengaruhi variabel kelompok kohesif, struktur kelompok yang jelek dan konteks provokatif. Ketiga variabel inilah yang mempengaruhi kelompok untuk cenderung menggunakan groupthink dalam pemecahan masalah.