Apa yang dimaksud Teori Model Speaking?

image

Dalam berbicara menggunakan bahasa Inggris, ada beberapa teori yang salah satunya adalah Teori Model Speaking. Lalu, apa yang dimaksud dengan Teori Model Speaking?

Chomsky menyatakan bahwa manusia memiliki dua hal dalam menggunakan bahasa, yakni competence dan performance. Competence mengacu pada kemampuan dalam diri seseorang untuk menghasilkan rangkaian kata-kata untuk menjadi kalimat-kalimat yang sesuai dengan aturan-aturan bahasa yang digunakan. Sedangkan performance mengacu pada wujud nyata dari kemampuan tersebut (Chomsky, 1965). Namun demikian, teori ini dianggap kurang oleh seorang linguis bernaa Dell Hymes. Menurut Hymes (1972) berbahasa tidak hanya mengenai kesesuaian suatu kalimat dengan aturan-aturan tata bahasa, tetapi juga mengenai kesesuaiannya dengan makna serta konteks kalimat tersebut. Salah satu contoh yang paling dikenal dari teori Chomsky adalah kalimat “Colorless green ideas sleep furiously” yang menurutnya benar karena sesuai dengan teori sintaksis bahasa Inggris. Namun menurut Hymes, bila disesuaikan dengan makna dan konteksnya, kalimat tersebut tidak masuk akal.
Menurut Hymes, dalam proses komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa, seseorang membutuhkan lebih dari sekedar kemampuan untuk menggunakan bahasa sesuai dengan aturan-aturan tata bahasa. Penggunaan bahasa haruslah sesuai dengan konteks, yakni hal-hal yang menjadi ruang lingkup serta mempengaruhi penggunaan bahasa dalam “Dell Hymes Model of Speaking”. Dalam teorinya, Hymes menjelaskan bahwa untuk berbahasa dengan benar, seseorang tidak hanya mempelajari kata-kata serta aturan-aturan tata bahasa tapi juga konteks dari penggunaan tata bahasa tersebut. dalam “speaking model” aspek-aspek yang menjadi pertimbangan adalah sebagai berikut :

  • Setting and Scene
    Setting merupakan aspek yang meliputi waktu serta tempat berlangsungnya suatu pembicaraan. Secara umum, Hymes menyebutnya sebagai “physical circumstances” (Hymes, 55). Sedangkan scene, menurut Hymes adalah “psychological setting” atau “cultural definition” dari situasi tersebut. Hal tersebut meliputi tingkat formalitas (range of formality) serta tingkat keseriusan (sense of play or seriousness) (Hymes).
  • Participants
    Participants mengacu pada penutur (speaker) dan penutur (audience). Dalam sebuah pembicaraan, latar belakang penutur serta relasi dengan penutur merupakan konteks yang mepengaruhi pembicaraan tersebut (Holmes, 1992)
  • Ends
    Hymes menjelaskan ‘ends’ sebagai maksud (purpose) serta tujuan (goal) dari sebuah pembicaraan.
  • Act Sequence
    Hal ini mengacu kepada bagaimana suatu informasi disampaikan. Hymes menjelaskan act sequence sebagai form (bentuk) dan order (aturan) dari sebuah event (kejadian).
  • Key
    Hymes menjelaskan key sebagai “tone, manner, or spirit of the speech art”. Hal ini mengacu kepada ekspresi penutur dan petutur pada saat suatu pembicaraan berlangsung.
  • Instrumentalities
    Hal ini mengacu kepada “forms and style of speech” (gaya bahasa). Pada situasi tertentu, seseorang lebih cenderung menggunakan gaya casual (santai), dan di situasi lain dia cenderung menggunakan gaya formal.
  • Norms
    Hal ini mengacu kepada norma-norma yang ada di sekitar pembicaraan berlangsung. Dalam suatu pembicaraan akan terdapat aturan-aturan sosial yang membatasi apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dibicarakan serta bagaimana penutur dan petutur menanggapi pembicaraan tersebut.
  • Genre
    Genre merupakan jenis dari kejadian atau jenis dari suatu cerita (the kind of speech act or event, the kind of story). Perbedaan genre suatu pembicaraan akan mempengaruhi ungkapan penuturnya.

Teori tersebut menyatakan bahwa salah satu aspek bahasa, yakni gaya bahasa seseorang akan selalu sesuai dengan aspek lainnya.