Apa yang dimaksud Sifat Jujur dalam Kehidupan Sehari-hari?

Jujur

Karakter yang paling mahal sekarang ini barangkali adalah kejujuran. Mengapa
demikian? Kita semua tahu betapa sulitnya menemukan kejujuran itu. Apa yang dimaksud sifat jujur dalam kehidupan sehari-hari ?

Jujur adalah sikap yang tulus dalam melaksanakan sesuatu yang diamanatkan, baik berupa harta maupun tanggung jawab. Orang yang melaksanakan amanat disebut al-Amin, yakni orang yang terpercaya, jujur, dan setia. Dinamakan demikian karena segala sesuatu yang diamanatkan kepadanya menjadi aman dan terjamin dari segala bentuk gangguan, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Sifat jujur dan terpercaya merupakan sesuatu yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan, seperti dalam kehidupan rumah tangga, perniagaan, perusahaan, dan hidup bermasyarakat.

Di antara faktor yang menyebabkan Nabi Muhammad SAW. berhasil dalam membangun masyarakat Islam adalah karena sifat-sifat dan akhlaknya yang sangat terpuji. Salah satu sifatnya yang menonjol adalah kejujurannya sejak masa kecil sampai akhir hayatnya, sehingga ia mendapat gelar al-Amin (orang yang dapat dipercaya atau jujur). Kejujuran akan mengantarkan seseorang mendapatkan cinta kasih dan keridaan Allah Swt. Kebohongan adalah kejahatan tiada tara, yang merupakan faktor terkuat yang mendorong seseorang berbuat kemunkaran dan menjerumuskannya ke jurang neraka. Kejujuran sebagai sumber keberhasilan, kebahagian, serta ketenteraman, harus dimiliki oleh setiap muslim. Bahkan, seorang muslim wajib pula menanamkan nilai kejujuran tersebut kepada anak-anaknya sejak dini hingga pada akhirnya mereka menjadi generasi yang meraih sukses dalam mengarungi kehidupan.

Adapun kebohongan adalah muara dari segala keburukan dan sumber dari segala kecaman akibat yang ditimbulkannya adalah kejelekan, dan hasil akhirnya adalah kekejian. Akibat yang ditimbulkan oleh kebohongan adalan namimah (mengadu domba), sedangkan namimah dapat melahirkan kebencian. Demikian pula kebencian adalah awal dari permusuhan. Dalam permusuhan tidak ada keamanan dan kedamaian. Dapat dikatakan bahwa, “orang yang sedikit kejujurannya niscaya akan sedikit temannya.”

Jujur adalah sebuah sikap yang selalu berupaya menyesuaikan atau mencocokkan antara informasi dengan fenomena atau realitas. Dalam agama Islam sikap seperti inilah yang dinamakan shiddiq.

“Hendaknya kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan kalian kepada kebajikan. Dan kebajikan itu menunjukkan kalian jalan ke surga.” (HR. Muslim)

  1. Shiddiq secara Lughawi atau Bahasa
    Kata shiddiq berasal dari bahasa Arab shadaqa/shidqan/shadiqan berarti benar, nyata, berkata benar. Shiddiq merupakan salah satu bentuk dari shighat mubalaghah dari kata shadaqa/shidqu sebagaimana kata dhihhik dan niththiq dengan makna sangat/selalu benar dalam ucapannya maupun dalam perbuatannya dan juga dalam membenarkan pada hal-hal gaibnya Allah SWT, dan membenarkan pada ayat-ayat-Nya, kitab-kitab-Nya dan utusan-utusan-Nya (Ahmad Mustafa Darwis, t.t.:106). Ash-shidq bahasa arab artinya sifat jujur, berkata benar, suatu sifat yang diwajibkan bagi setiap muslim dan muslimat.

  2. Shiddiq Secara Istilah
    Sikap jujur adalah bagian dari akhlak karimah. Kejujuran akan menghantarkan pemiliknya meraih derajat dan kehormatan yang tinggi, baik dimata Allah maupun di mata sesama manusia (Aba Firdaus al-Halwani, 2003). Kejujuran merupakan satu kata yang memiliki dimensi yang dapat menerangi, mengharumkan menyejukkan, dan rasa manis. Jujur sama juga dengan arti benar, dan ini adalah salah satu dari sifat Rasulullah saw. yang sudah masyhur (Ahmad Khalil Jumu‟ah, 1998).

Mengutamakan memilih pengertian dari ash-shidq yaitu mengatakan yang benar dan terang atau memberi khabar sesuai dengan kenyataan yang diketahui oleh pembicara dan tidak diketahui oleh orang lain (Masdar Helmy, 1995). Keutamaan dan kemuliaan sifat benar itu diperkuat dan dijelaskan dalam QS. Al-Ahqaaf: 16

“Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.”

Menurut pandangan Imam Al-Ghazali shidq merupakan jalan yang paling lurus dan juga sifat ini dapat membedakan antara orang yang munafik dan orang yang beriman, perumpamaan bagai pedang Allah yang mana diletakkan diatas kebathilan maka ia akan memotongnya hingga tidak tersisa (M. Abdul Mujieb, 2009). Dalam hal ini shidq ada 3 macam yaitu:

  • Shidq dalam perkataan, artinya menegakkan lisan di atas perkataan seperti tegaknya bulir pada tangkainya.

  • Shidq dalam perbuatan, artinya menegakkan amal pada perintah dan mengikuti sunnah, seperti tegaknya kepala di atas jasad.

  • Shidq dalam keadaan, artinya menegakkan amal hati dan anggota tubuh pada keikhlasan.

Ciri-ciri orang Shiddiq

Orang yang shiddiq memiliki beberapa ciri, diantara ciri-ciri mereka yang Allah gambarkan dalam al-Qur’an adalah:

  • Mengikuti jejak keutamaan para nabi yang mencakup perbuatan (Ahmad Khalil Jumu‟ah, 1998). Allah swt. mencontohkan dalam al-Qur‟an, orang-orang yang shiddiq terhadap apa yang mereka janjikan (baiatkan) kepada Allah. Firman Allah swt. dalam al-Quran surat al-Ahzab: 23 yang menjelaskan bahwasanya orang berbuat jujur, memang karena timbul dari dasar jiwanya yang memang jujur, pastilah akan mendapat ganjaran yang mulia di sisi Allah.

  • Tidak ragu untuk berjihad dengan harta dan jiwa. Allah berfirman dalam al-Quran surat Al-Hujurat: 15

  • Memiliki keimanan kepada Allah, Rasulullah SAW, berinfaq, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menepati janji dan sabar. QS. Al-Baqarah: 177, Ayat ini menjelaskan tentang seruan kepada kaum mukmin untuk memakan yang halal dan menjauhi yang haram, kemudian mengecam orang yang menyembunyikan hukum Allah. Dengan demikian tegaslah bahwa orang mukmin tidak boleh menyembunyikan kebenaran. Orang yang menyembunyikan kebenaran, sama dengan meniru orang yang tidak beriman.

  • Memiliki komitmen yang kuat terhadap Islam. Allah berfirman dalam al-Qur’an surat Ali-Imran: 101, ayat ini menyatakan bahwa Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, Maka Sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus”

Jujur adalah sebuah kata yang indah didengar, tetapi tidak seindah mengaplikasikan dalam
keseharian. Tidak pula berlebihan, bila ada yang mengatakan “jujur” semakin langka dan terkubur, bahkan tidak lagi menarik bagi kebanyakan orang. Semua orang paham akan maknanya, tetapi begitu mudah mengabaikannya. Yang lebih berbahaya lagi adalah ada orang yang ingin dan selalu bersikap jujur, tapi mereka belum sepenuhnya tahu apa saja sikap yang termasuk kategori jujur.

jujur adalah sebuah sikap yang selalu berupaya menyesuaikan atau mencocokkan antara informasi dengan fenomena atau realitas. Dalam agama Islam sikap seperti inilah yang dinamakan shiddiq. Makanya jujur itu ber-nilai tak terhingga. Karena semua sikap yang baik selalu bersumber pada “kejujuran”. Merupakan suatu keindahan bila setiap individu bersikap
jujur terhadap dirinya, pedagang senantiasa jujur dalam usaha dagangannya, demikian pula pemimpin yang jujur dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Berkaitan dengan hal itu Rasulullah saw bersabda: “Hendaknya kalian berlaku jujur, karena
sesungguhnya jujur itu menunjukkan kalian kepada kebajikan. Dan kebajikan itu menunjukkan
kalian jalan ke surga.” (HR. Muslim)

Kata ق- د- ص selain menggunakan makna benar/jujur, dalam ibadah yang berbentuk amaliah
ق- د- ص bermakna shadaqah,( Ahmad Warson Munawwir, 1984). Shadaqah adalah
memberikan sesuatu kepada orang lain atas dasar mengharapkan wajah Allah, bukan untuk
mendapatkan penghormatan dari makhluk-Nya. (Kahar Mansyur, 1990). Orang-orang shiddiq selain mendapatkan kenikmatan yang besar dan kemuliaan di sisi Allah, mereka juga diberi Allah kewenangan dalam memberi syafa‟at pada hari akhir kelak (Imam Al-Ghazali, 1991).

Allah berfirman yang Artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayatayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. Al-A‟raf : 96)

Ayat tersebut mengambarkan ketidakjujuran sudah meracuni manusia dalam berbagai lapisan, mulai dari lapisan anak-anak hingga lanjut usia. Kehancuran moral membuat kemurkaan Allah sehingga akan dicabut keberkahan di tempat tersebut, dengan kesuburan dan hasil bumi yang melimpah, tapi rakyat masih berada dalam garis kemiskinan dan tertindas dengan keterbatasan.

Itulah sebabnya Allah swt. memerintahkan manusia bersikap jujur melalui firman-Nya dalam
QS. An-Nisaa‟: 69 yang artinya: “Dan Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersamasama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaikbaiknya.”