Apa yang dimaksud Konsep Diri atau Self Concept?

Konsep Diri atau Self concept adalah keyakinan individu tentang dirinya sendiri, termasuk atribut orang dan siapa dan siapa dirinya

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Konsep Diri atau Self concept ?

Berdasarkan peneltian yang dilakukan oleh para ahli, ada beberapa faktor yang dianggap mempengaruhi konsep diri, yaitu:

  1. Usia
    Grant (dalam Fitts, 1971) melakukan peneltian dan hasilnya adalah perasaan individu terhadap dirinya cenderung menunjuan perubahan ke arah yang lebih positif seiring berjalannya usia.

  2. Lingkungan sosial
    Ada 3 hal dalam lingkungan sosial yang berpengaruh terhadap konsep diri (Middlebrook, 1980), yaitu:

    • Pengaruh Orang tua dan keluarga
      Lingkungan sosial individu yang pertama adalah keluarga sehingga orang tua dan anggota keluarga lainnya memiliki pengaruh dan peranan yang sangat penting dalam pembentukan konsep diri. Pandangan individu terhadap diri sendiri merupakan cerminan dari pikiran individu bagaimana orang tua memandang individu (Middlebrook, 1980).

      Dari sejumlah peneltian tentang pengaruh orang tua terhadap perkembangan konsep diri anak, Fitts(1971) mengambil kesimpulan bahwa bila orang tua memiliki konsep diri yang utuh dan konsisten, maka ia dapat menyediakan lingkungan yang lebih aman dalam penyaluran kasih sayang, perhatian, dan penghargaan pada ananya. Hal ini menyebabkan anak dapat menyenangi menilai, dan menghargai dirinya, serta dapat menghadapi dunia dengan perasaan aman dan penuh percaya diri.

    • Kelompok acuan (reference group)
      Menurut Hyman (dalam Middlebrook,1980), individu mengidentifikasian diri sesuai dengan norma dan keyainan dari suatu kelompok untuk menjadi kelompok acuan. Kelompok ini memiliki dua fungsi yaitu normatif dan pembanding. Fungsi normatif menciptakan norma dari tingkah laku dan memaksa individu untuk mengikuti norma tersebut. Sedangkan fungsi pembanding membuat individu menggunakan kelompom acuan sebagai tempat untuk mengevaluasi keyakinannya tentang berbagai hal termasuk dirinya sendiri.

    • Situasi sosial yang secara psikologis menekan.
      Menurut Zimbardo (dalam Middlebrook, 1980) beberapa peristiwa psikologis yang menekan dapat merubah konsep diri dalam waktu yang relatif singkat.

Fitts (1971) membagi dimensi konsep diri menjadi 2 yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal.

1. Dimensi Internal

Hall & Lindzey (dalam Fitts dkk, 1971) mengatakan bahwa self memiliki 2 pengertian yang berbeda. Tingkah laku, perasaan, persepsi, evaluasi adalah diri sebagai objek, sedangkan berpikir, menyadari, dan melakukan aktivitas merupakan diri sebagai proses. Fitts (1971) mendukung pendapat itu, bahwa self adalah objek sekaligus pelaku, dan bahwa persepsi tentang diri berhubungan dengan kedua aspek tersebut.

Dimensi internal merupakan pengamatan individu terhadap keseluruhan dirinya sebagai suatu kesatuan yang unik dan dinamis, yang meliputi penghayatan terhadap identias dirinya, tingkah laku dan penilaian atas dirinya. Fitss(1971) membagi dimensi internal menjadi 3 aspek

  • Identitas diri (the identity self)
    Identity self merupakan aspek yang paling mendasar dari konsep diri. Di dalam diri identitas terdapat seluruh label dan simbol yang digunakan untuk menggambaran dirinya. Konsep ini mirip dengan konsep belief component yang dikemukakan oleh Burns(1982) yang didefinisikan sebagai komponen kognitif dari konsep diri yang berisi pernyataan atau gambaran dari individu berdasarkan pada bukti objektif atau pendapat subjetif. Pada dasarnya, identity self ini merupakan pertanyaan ”siapakah saya?”, yang merupakan label dan symbol yang diberikan individu kepada diri untuk menggambarkan dirinya sendiri dan mengukuhkan identitasnya (fitts dkk. 1971). Misalnya ”saya seorang pemain bola”, ”saya pintar”, ”nama saya Budi”. Seiring dengan berjalannya waktu label yang didapat seseorang baik oleh yang diberikan oleh orang lain atau dirinya sendiri akan bertambah banyak. Hal ini yang akan membantu seseorang untuk menggambarkan dirinya dan menjawab pertanyaan tentang identitasnya. Setiap elemen dari identity self akan mempengaruhi seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Sumber utama identity self adalah behavioral self. Fitts (1971) berpendapat bahwa identity self dan behavioral self sama pentingnya dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Integrasi atau aktualisasi diri membutuhkan interkasi yang bebas, kontinu, akurat, dan realistis di antara kedua elemen tersebut.

  • Diri sebagai pelaku ( the behavioral self )
    Merupakan persepsi individu dan orang lain tentang perilakunya. Pada anak-anak behavioral self dilakukan dengan bebas. Tetapi apakah tindakan itu akan bertahan atau tidak tergantung dari konsekuensi yang didapatnya. Ada dua konsekuensi yaitu konsekuensi internal dan konsekuensi eksternal. Konsekuensi internal positif akan memberikan penguatan terhadap tingkah laku. Tingkah laku yang memiliki konsekuensi internal positif akan mengulang tingkah laku tersebut yang akan menjadi bagian dari dirinya. Konsekuensi eksternal diperoleh dari respon orang lain. Jika responnya berupa penghargaan atau pujian maka akan menguatkan tingkah lakunya. Tetapi jika konsekuensi eksternal yang diterima berupa hukuman ataupun dimarahi maka akan terjadi konflik dalam diri anak yang dapat membuat suatu tingkah laku tidak dilakukan lagi walaupun tingkah laku itu memiliki Konsekuensi internal. Fitts (1971) juga menambahkan bahwa konsekuensi internal dan konsekuensi eksternal dari tingkah laku memiliki kemungkinan untuk menciptakan konflik dalam diri seseorang.

  • Diri sebagai penilai (the judging self)
    Adalah Interaksi antara identity self dan behavioral self serta integrasinya pada keseluruhan konsep diri. Aspek ini berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, pembanding, dan yang terutama adalah sebagai penilai diri/evaluasi.

    Judging self juga mencakup kepuasaan murni dari pemenuhan dorongan (rasa lapar, agresi, seks) atau rasa bangga dalam menahan diri terhadap dorongan yang berbahya.

Fitss (1971) mengemukakan adanya kecenderungan yang penting dalam diri manusia unuk menetapkan nilai dalam sebagian besar persepsinya, baik terhadap orang lain ataupun dirinya sendiri. Kecenderungan evaluatif dari diri ini merupakan komponen utama dari persepsi terhadap diri (self-perceptions) dan merupakan penyedia materi untuk pembentukan self esteem (Coopersmith dalam Fitts, 1971). Self-esteem didefinisikan sebagai evaluasi mengenai diri yang dibuat oleh individu dan biasanya diperthankan. Evaluasi ini mengekspresikan sikap setuju atau tidak setuju dan mengindikasikan suatu tingkat dimana individu meyakini dirinya sendiri sebagai orang yang mampu dan berharga. Singkat kata, self-esteem merupakan penilaian pribadi terhadap rasa berharga yang diekspresikan melalui tingkah laku ( Coopersmith dalam burns, 1982). Rosenberg (dalam burns,1982) mendefinisikan self esteem dalam pengertian yang serupa sebagai suatu sikap positif atau negatif terhadap suatu objek yang dinamakan self.

Judging self tidak hanya berfungsi sebagai pengamat melainkan sebagai pengamat yang menilai. Judging self mengamati identity self dan behavioral self dan menilai apakah suatu karakter, sifat, atau perilaku bersifat mendukung aktualisasi diri. Standar penilaian judging self diterapkan dalam 2 cara, secara absolut dan secara relatif atau komparatif. Jika suatu perilaku dinyatakan penting dan mendukung atualisas diri oleh judging self , maka perilaku tersebut kemudian akan menjadi bagian penting dari identity self dan behavioral self . Jadi judging self menentukan kepuasan seseorang terhadap dirinya atau sampai batas mana seseorang dapat hidup dan bertoleransi terhadap dirinya (Fitts, 1971). Kepuasan diri yang rendah cenderung mengakibatan rasa gelisah atau kegugupan (self- consciousness) yang akut, self-esteem yang buruk, dan kemungkinan ketidakpercayaan terhadap diri. Kepuasaan diri yang tinggi, jika didasarkan pada kesadaran diri (self-awarness ) yang realistis, memungkinkan seseorang untuk melupakan tentang self , memusatkan perhatian dan energi menuju keluar, dan membebaskan diri untuk berfungsi dalam cara yang lebih membangun. (Fitts, 1971).

2. Dimensi Eksternal

Dimensi eksternal merupakan penghayatan dan penilaian individu dalam hubungan dengan dunia sekitarnya, khususnya dalam interaksi sosial yang berkaitan dengan peran-peran individu dalam dunia sosialnya.

  • Diri fisik (phsycal self)
    Merupakan persepsi individu terhadap keadaan fisik, kesehatan, penampilan, gerak motorik, dan seksualitasnya.

  • Diri etik moral (moral ethical self)
    Merupakan persepsi individu tentang dirinya yang dtinjau dari standar pertimbangan moral, etika, dan aspek religius dari diri.

  • Diri personal ( personal self )
    Merupakan perasaan individu terhadap nilai-nilai pribadinya terlepas dari keaadaan fisik dan hubungannya dengan orang lain dan sejauh mana merasa adekuat sebagai pribadi.

  • Diri keluarga ( family self)
    Merupakan persepsi diri dan perasaan individu sebagai bagian dari keluarganya dan sejauh mana ia merasa berharga dan merupakan bagian dari keluarga tersebut.

  • Diri Sosial ( social self)
    Merupakan persepsi individu terhadap dirinya dengan lingkungan sosialnya.

Konsep diri

Konsep diri (self concept) merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi.

Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari (Agustiani, 2006). Fitts (1971, dalam Agustiani, 2006) juga mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang adalah sebuah kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Fitts menjelaskan konsep diri secara fenomenologis, dan mengatakan bahwa ketika individu mempersiapkan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan peniaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti dia menunjukkan suatu kesadaran diri (self awareness) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya seperti yang ia lakukan terhadap dunia di luar dirinya.

Fitts (dalam Agustiani 2006) memaparkan konsep diri seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

  1. Pengalaman, terutama pengalaman interspersonal, yang memunculkan perasaan positif dan perasaan berharga.

  2. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain.

  3. Aktualisasi diri dari potensi pribadi sebenarnya.

Menurut Rogers, individu yang memiliki konsep diri baik, mempunyai penerimaan diri yang baik terhadap diri sendiri, pengetahuan luas dan bermacam-macam tentang diri, penghargaan yang realistis, harga diri yang tinggi, memiliki pola perilaku optimis, tidak mudah menyerah, dan selalu ingin mencoba pengalaman baru yang dianggapnya berguna.

Brooks mengatakan bahwa konsep diri memiliki pengaruh besar terhadap sikap dan perilaku individu yang bersangkutan, yang akan menimbulkan beberapa ciri tentang konsep diri yang baik dan buruk. Nella (2009) memberikan penjelasan bahwa di dalam berinteraksi, setiap individu akan menerima tanggapan.

Tanggapan yang diberikan tersebut akan dijadikan cermin bagi individu untuk memandang dan menilai dirinya sendiri. Perasaan seseorang bahwa ia tidak mempunyai kemampuan untuk menunjukkan adanya sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang ia miliki.

Padahal, keberhasilan seseorang ditentukan bagaimana ia memandang sejauh mana kemampuan yang dimilikinya, semakin positif ia memandang kemampuannya maka akibatnya adalah segala tugas akan terasa mudah untuk diselesaikan.

Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri ke dalam dua jenis yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.

  • Konsep Diri Positif

    Konsep ini merupakan konsep diri yang bersifat stabil dan bervariasi, serta menunjukkan adanya pengenalan diri dan penerimaan diri dengan sangat baik. Individu dengan konsep diri ini dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang bermacam-macam tentang dirinya sendiri, sehingga evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif serta dapat menerima dirinya apa adaya.

  • Konsep Diri Negatif

    Konsep ini terbagi menjadi dua tipe, yang pertama adalah pandangan individu yang tidak teratur, tidak memiliki kestabilan, dan keutuhan diri. Ketidakmampuan ini menyebabkan individu tidak mengetahui dengan benar siapa dirinya, kekuatan maupun kelemahannya, atau apa yang dihargai dalam kehidupannya. Tipe yang kedua adalah pandangan diri individu terlalu stabil dan teratur.

    Hal ini dapat terjadi karena individu dididik dengan cara yang keras, sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari kebiasaan atau citra dirinya yang telah terbentuk tersebut, dan beranggapan bahwa hal tersebut adalah cara hidup yang paling tepat.

Konsep diri merupakan sebuah persepsi seseorang mengenai dalam dan luar dirinya yang terbentuk dari lingkungan sekitarnya, pengalaman dan terus berkembang hingga mempengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari.

Dimensi Konsep Diri


Fitts (1971, dalam Agustiani, 2006) mengemukakan dua dimensi dalam konsep diri yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal. Sebagai berikut :

1. Dimensi Internal

Dimensi internal atau yang disebut juga keranga acuan internal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi internal terdiri dari tiga bentuk yaitu :

  • Diri Identitas ( Identity self)
    Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, “Siapakah saya?” Dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya, misalnya “Saya Ita”.

    Kemudian dengan bertambahnya usia dan interaksi dengan lingkungannya, pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah sehingga individu dapat menambahkan keterangan yang lebih kompleks mengenai dirinya seperti “Saya pintar tetapi terlalu gemuk”.

  • Diri Pelaku (behavioral self)
    Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri identitas.

    Diri yang adekuat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri identitas dan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik sebagai diri identitas maupun diri pelaku.

  • Diri Penerimaan atau Penilai (judging self)
    Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator antara diri identitas dan diri pelaku). Manusia cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya.

    Oleh karena itu, label-label yang dikenakan pada dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya, tetapi sarat juga dengan nilai-nilai. Selanjutnya, penilaian ini lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan dimunculkannya. Diri penilai menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya sendiri.

    Kepuasan diri yang rendah akan menimbulkan harga diri (self esteem) yang rendah pula dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar pada dirinya. Sebaliknya, bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya yang lebih realistis, sehingga memungkinkan individu yang bersangkutan untuk melupakan keadaan dirinya dan memfokuskan energi serta perhatiannya ke luar diri, dan pada akhirnya dapat berfungsi lebih konstruktif (Agustiani, 2006).

2. Dimensi Eksternal

Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama dan sebagainya (Agustiani, 2006). Namun, dimensi yang dikemukakan oleh Fitts adalah dimensi eksternal yang bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan menjadi lima bentuk yaitu :

  • Diri Fisik (physical self)
    Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik seperti kesehatan, penampilan fisik dirinya dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus).

  • Diri etika-moral (moral-ethical self)
    Merupakan persepsi seseorang trhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut hubungan dengan Tuhan, keagamaan dan nilai-nilai moral yang dipegangnya dengan batasan baik dan buruk.

  • Diri Pribadi (personal self)
    Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini dipengaruhi sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya.

  • Diri Keluarga (family self)
    Menunjukkan perasaan dan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga.

  • Diri Sosial (social self)
    Merupakan penilaian individu terhadap interaksinya dengan orang lain maupun lingkungan sekitar dirinya.

Perkembangan konsep diri merupakan proses yang terus berlanjut di sepanjang kehidupan manusia. Selama masa perkembangan anak pertengahan dan akhir, kelompok teman sebaya mulai memainkan peran yang dominan, menggantikan orang tua yang turut berpengaruh konsep diri mereka (Agustiani, 2006).

Sebelum membahas mengenai konsep diri, diperlukan tentang pengertian dari self. Hal ini diperlukan karena dalam pembahasan mengenai konsep diri tidak terlepas dari pembahasan self.

Konsep dasar dari self adalah bagaimana seseorang bereaksi terhadap phenomenal world sesuai dengan penghayatannya terhadap dunia ini.

Gambaran yang paling menonjol dalam phenomenal world adalah diri sendiri, seperti diri yang dilihat, dialami, dan dirasakannya sendiri. Diri yang dilihat, dialami, dan dirasakan inilah yang disebut konsep diri. (Fitss, 1971).

James (dalam Suryabrata, 1998) memberi batasan self atau emperical me sebagai keseluruhan dari segala individu disebut ”nya”, seperti tubuhnya, kemampuan-kemampuannya, milik kebendaannya, keluarganya

Sedangkan menurut Rogers individu memahami objek2 eksternal dan pengalaman-pengalaman serta memberinya makna. Keseluruhan sistem dari persepsi dan makna membentuk phenomenal field. Bagian tersebut dari phenomenal field dilihat oleh individu sebagai ”self”, ”me”, atau “I” yang membentuk self. Konsep diri menampilkan pola persepsi-persepsi yang teroganisasi dan konsisten. Meskipun self berubah, self tetap memiliki kualitas pola, terintregasi dan teroganisasi

Self, dalam teori rogers merupakan konstruk sentral. Sebagai tambahan terhadap self, struktur diri , ada ideal self. Ideal self adalah konsep diri yang ingin dimiliki oleh seseorang. Hal itu termasuk persepsi-persepsi makna yang secara potensial berhubungan dengan self dan dinilai secara tinggi oleh individu (Pervin & John, 1996).

Berdasarkan penjelasan berbagai tokoh mengenai self dapat disimpulkan kalau self adalah keseluruhan diri manusia itu sendiri. Yang terkadang tidak bisa kita tahu atau sadari karena yang manusia sadari adalah konsepsi-konsepsi dan persepsi-persepsi tertentu tentang dirinya sendiri. Konsepsi-konsepsi dan persepsi- persepsi ini diperoleh dan dipelajari individu sepanjang rentang kehidupannya melalui pengalaman dengan dirinya senditi, orang lain, atau dunia eksternalnya.

Selanjutnya dikatakan juga bahwa konsep diri merupakan frame of reference bagi indvidu untuk berinteraksi dengan dunia eksternalnya ( Fitss,1971). Sedangkan menurut Fromn (dalam Burns, 1983), konsep diri dianggap penting karena ini yan membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Tidak ada makhluk lain yang bisa menyadari dirinya sendri selain manusia.

Rogers (dalam Hall, Lindzey & Cambell, 1998) menyatakan bahwa tingkah laku diatur oleh konsep diri. Konsep diri relatif konsisten terhadap situasi dan waktu, dan menghasilkan pola-pola tingkah laku yang relatif konsisten.

Menurut Rogers, melalui interaksi yang bersifat kontinyu dengan lingkungan, khususnya lingkungan yang signifikan seperti keluarga, akan membentuk satu kesatuan yang konsisten atau konsep diri…

…Through continued interaction with the environment, and, therefore, continued of self related experiences becomes elaborated into, in Roger’s words, that “consistent, conceptual gestalt”, the self concept. (Smith & Vetter, 1982).

Ada dua tambahan hal yang perlu diingat mengenai konsep diri adalah pertama, self bukanlah “little person” didalam diri kita. Self tidak “melakukan” apapun. Seorang individu tidak memiliki self yang mengendalikan perilaku. Kedua, pola dari pengalaman dan persepsi-pesrsepsi yang diketahui sebagai self, adalah secara umum berada dalam kesadaran seserorang, yaitu bahwa hal itu bisa membuat sadar. Meskipun individu memiliki pengalaman-pengalaman yang tidak disadari, konsep diri biasanya disadari (Pervin & John, 1996)

Terdapat penelitian yang dilakukan oleh Markus (dalam John & Oliver, 1997) membuktikan bahwa konsep diri mempengaruhi perilaku dalam berbagai cara. Demikan juga dengan penelitian Aronson & Mete (dalam Pervin & John, 1996) menemukan bahwa seseorang bertingkah laku dalam berbagai cara yang sesuai dengan konsep diri mereka. Berdasarkan penjelasan-penjelasan berbagai tokoh diatas dapat disimpulkan kalau konsep diri mempengaruhi seseorang dalam bertingkah laku.

konsep diri

Definisi konsep diri


Ada berbagai definisi tentang konsep diri yang diberikan oleh para ahli, diantaranya adalah :

“An organized collection of Belief and self perceptions about oneself” (Baron & Bryne, 2000)

“Self as seen perceived and experienced by him” (Fitts,1971 hal 3)

“Self concept is a person’s self perceptions formed through experiences with interpretations of his or her environ. They are influenced especially by evaluations by significant others, reinforcements, and attributions for the individual’s own behavior” (Shavelson, Hubner and Stanton, dalam Bracken, 1996)

“The individual’s conception of himself emerges from social interaction and in turn, guides or influences the behavior of that individual” ( Kinch, dalam Fitts, 1971)

Dari berbagai definisi yang ada yang dikemukakan oleh beberapa ahli terdapat persaman yaitu, bahwa konsep diri selalu berkaitan dengan aspek kognitif, perasaan, dan persepsi individu terhadap dirinya sendiri. Selain itu, komsep diri yang dimiliki oleh individu diperoleh melalui pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya.

Dari beberapa batasan konsep diri yang telah diutarakan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep diri merupakan sesuatu yang penting di dalam kehidupan manusia. Konsep diri adalah pandangan atau persepsi, pikiran, perasaan, dan sikap individu mengenai dirinya dan hubungannya dengan orang lain, yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan, yang akan mengarahkan serta mempengaruhi tingkah laku individu tersebut.

Perkembangan konsep diri


Banyak ahli teori yang mengemukakan mengenai perkembangan konsep diri dan ada satu hal yang disetujui oleh para ahli bahwa konsep diri bukanlah merupakan bawaan sejak lahir. Ketika seorang bayi baru lahir dan ia belum menyadari tentang dirinya ataupun lingkungannya maka ia belum mempunyai konsep diri. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatana James (dalam Bracken,1996) yang mengatakan “the infant without a self at birth”.

Selain itu, Jersild (dalam Fitts, 1971) menyatakan bahwa perkembangan konsep diri pada awalnya melibatkan proses differensiasi. Seorang bayi memulai kehidupannya dan harus bergantung tidak berdaya pada orang tuanya. Pada awalnya proses differensiasi diri ini berjalan lambat, tetapi sejalan dengan berkembangya bahasa, proses ini berlangsung dengan cepat. Secara khusus, kemampuan berbahasa membuat anak dapat membuat perbedaan yang tajam antara dirinya dengan hal-hal lain yang ada pada dunianya, serta menandai dan memahami pengalamannya.

Setelah differensiasi awal dari diri dengan lingkungan sekitarnya terjadi, proses perkembangan konsep diri selanjutnya secara umum diyakini lebih banyak berifat sosial, termasuk identifikasi dengan orang lain, memprroyeksikan karakteristik diri sendiri berdasaran pandangan orang lain dan pada akhirnya perluasan dari ruang pelibatan ego (Taylor, dalam Fitts, 1971).

Sulivan (dalam Fitts,1971) menggunakan istilah reflected appraisals yang nantinya akan membentuk konsep diri seseorang. Melalui reflected appraisals, seseorang akan menilai dan memandang dirinya sendiri melalui penilaian ataupun perlakuan orang lain terhadap dirinya.

Colley (dalam Bracken, 1996) menggungapkan hal yang serupa dengan reflected appraisals milik Sulivan yang dinamakan oleh Cooley sebagai looking glass self. Menurut Cooley, individu memandang dirinya merupakan refleksi dari perlakuan dan pendapat orang lain mengenai dirinya yang nantinya akan mempengaruhi tingkah laku individu tersebut.

Ada 3 hal elemen utama mengani konsep diri yaitu:

  • persepsi tentang penampilan individu terhadap orang lain,
  • persepsi tentang penilaian orang lain terhadap penampilan individu tersebut, dan
  • perasaan dinilai seperti bangga atau malu.

Melalui elemen-elemen inilah konsep diri akan terbentuk dan konsep diri yang terbentuperk merupakan kesesuaian antara persepsi individu tentang dirinya dengan persepsi orang lain terhadap individu itu sendiri.

Combs dan Snygg (dalam Fitts, 1971) menekankan pentingnya peran keluarga dalam pembentukan konsep diri, karena keluarga adalah tempat pertama seseorang menyadari dan berinteraksi. Di dalam keluargalah pertama kali seseorang menemukan konsep dirinya dan ini akan mempengaruhi perilakunya di masa depan.

Terjadinya perkembangan konsep diri menunjukan bahwa konsep diri tidak terberi dan menetap tetapi merupakan satu proses panjang yang dapat berubah. Simmons (dalam Fitts,1971) mengatakan bahwa perubahan konsep diri yang terbesar terjadi pada usia 12 tahun (remaja awal), dimana pada usia ini individu cenderung menunjukan konsep diri serta persepsi yang kurang baik pada dirinya. Hal ini disebabkan karena perubahan fisik yang sangat cepat. Tetapi seiring berjalannya waktu konsep diri menjadi semakin menetap. Dan konsep diri mulai menetap dan stabil pada usia remaja akhir dan menjelang dewasa (Hurlock, 1990; Burns, 1990)

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri


Berdasarkan peneltian yang dilakukan oleh para ahli, ada beberapa faktor yang dianggap mempengaruhi konsep diri, yaitu:

1. usia

Grant (dalam Fitts, 1971) melakukan peneltian dan hasilnya adalah perasaan individu terhadap dirinya cenderung menunjuan perubahan ke arah yang lebih positif seiring berjalannya usia.

2. Lingkungan sosial

Ada 3 hal dalam lingkungan sosial yang berpengaruh terhadap konsep diri(Middlebrook, 1980), yaitu:

  • Pengaruh Orang tua dan keluarga
    Lingkungan sosial individu yang pertama adalah keluarga sehingga orang tua dan anggota keluarga lainnya memiliki pengaruh dan peranan yang sangat penting dalam pembentukan konsep diri. Pandangan individu terhadap diri sendiri merupakan cerminan dari pikiran individu bagaimana orang tua memandang individu (Middlebrook, 1980).

    Dari sejumlah peneltian tentang pengaruh orang tua terhadap perkembangan konsep diri anak, Fitts(1971) mengambil kesimpulan bahwa bila orang tua memiliki konsep diri yang utuh dan konsisten, maka ia dapat menyediakan lingkungan yang lebih aman dalam penyaluran kasih sayang, perhatian, dan penghargaan pada ananya. Hal ini menyebabkan anak dapat menyenangi menilai, dan menghargai dirinya, serta dapat menghadapi dunia dengan perasaan aman dan penuh percaya diri.

  • Kelompok acuan (reference group)
    Menurut Hyman (dalam Middlebrook,1980), individu mengidentifikasian diri sesuai dengan norma dan keyainan dari suatu kelompok untuk menjadi kelompok acuan. Kelompok ini memiliki dua fungsi yaitu normatif dan pembanding. Fungsi normatif menciptakan norma dari tingkah laku dan memaksa individu untuk mengikuti norma tersebut. Sedangkan fungsi pembanding membuat individu menggunakan kelompom acuan sebagai tempat untuk mengevaluasi keyakinannya tentang berbagai hal termasuk dirinya sendiri.

  • Situasi sosial yang secara psikologis menekan.
    Menurut Zimbardo (dalam Middlebrook, 1980) beberapa peristiwa psikologis yang menekan dapat merubah konsep diri dalam waktu yang relatif singkat.

3. Kompetensi

Yaitu, kemampuan untuk melakukan sesuatu tugas ataupun hal. Dengan memiliki suatu kemampuan yang dapat dibanggakan seseorang akan memandang dirinya lebih positif. Menurut Coopersmith (dalam Fitts,1971) kecenderungan menilai diri merupakan komponen utama dalam persepsi diri. Penilaian positif terhadap dirinya menyebabkan konsep diri seseorang menjadi lebih positif.

4. Aktualisasi diri

Yaitu, kecenderungan untuk mengembangkan bakat yang ada pada dirinya. Menurut Maslow (dalam Middlebrook, 1980) dengan mengaktualisasikan dirinya individu akan merasa lebih mampu berinterkasi dengan dunianya. Tindakanya akan lebih terarah dan bertujuan serta kecemasan dirinya akan menghilang. Keadaan ini akan menyebabkan individu memandang dirinya lebih positif.

Dimensi-dimensi konsep diri


Fitts (1971) membagi dimensi konsep diri menjadi 2 yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal.

1. Dimensi internal

Hall & Lindzey (dalam Fitts dkk, 1971) mengatakan bahwa self memiliki 2 pengertian yang berbeda. Tingkah laku, perasaan, persepsi, evaluasi adalah diri sebagai objek, sedangkan berpikir, menyadari, dan melakukan aktivitas merupakan diri sebagai proses. Fitts (1971) mendukung pendapat itu, bahwa self adalah objek sekaligus pelaku, dan bahwa persepsi tentang diri berhubungan dengan kedua aspek tersebut.

Dimensi internal merupakan pengamatan individu terhadap keseluruhan dirinya sebagai suatu kesatuan yang unik dan dinamis, yang meliputi penghayatan terhadap identias dirinya, tingkah laku dan penilaian atas dirinya.

Fitss(1971) membagi dimensi internal menjadi 3 aspek, yaitu :

  • Diri identitas (the identity self)
    Identity self merupakan aspek yang paling mendasar dari konsep diri. Di dalam diri identitas terdapat seluruh label dan simbol yang digunakan untuk menggambaran dirinya. Konsep ini mirip dengan konsep belief component yang dikemukakan oleh Burns (1982) yang didefinisikan sebagai komponen kognitif dari konsep diri yang berisi pernyataan atau gambaran dari individu berdasarkan pada bukti objektif atau pendapat subjetif.

    Pada dasarnya, identity self ini merupakan pertanyaan ”siapakah saya?”, yang merupakan label dan symbol yang diberikan individu kepada diri untuk menggambarkan dirinya sendiri dan mengukuhkan identitasnya (fitts dkk. 1971).

    Misalnya ”saya seorang pemain bola”, ”saya pintar”, ”nama saya Budi”. Seiring dengan berjalannya waktu label yang didapat seseorang baik oleh yang diberikan oleh orang lain atau dirinya sendiri akan bertambah banyak. Hal ini yang akan membantu seseorang untuk menggambarkan dirinya dan menjawab pertanyaan tentang identitasnya. Setiap elemen dari identity self akan mempengaruhi seseorang berinteraksi dengan lingkungannya.

    Sumber utama identity self adalah behavioral self.

    Fitts (1971) berpendapat bahwa identity self dan behavioral self sama pentingnya dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Integrasi atau aktualisasi diri membutuhkan interkasi yang bebas, kontinu, akurat, dan realistis di antara kedua elemen tersebut.

  • Diri sebagai pelaku (the behavioral self)
    Merupakan persepsi individu dan orang lain tentang perilakunya. Pada anak-anak behavioral self dilakukan dengan bebas. Tetapi apakah tindakan itu akan bertahan atau tidak tergantung dari konsekuensi yang didapatnya.

    Ada dua konsekuensi yaitu konsekuensi internal dan konsekuensi eksternal.

    • Konsekuensi internal positif akan memberikan penguatan terhadap tingkah laku. Tingkah laku yang memiliki konsekuensi internal positif akan mengulang tingkah laku tersebut yang akan menjadi bagian dari dirinya.

    • Konsekuensi eksternal diperoleh dari respon orang lain. Jika responnya berupa penghargaan atau pujian maka akan menguatkan tingkah lakunya. Tetapi jika konsekuensi eksternal yang diterima berupa hukuman ataupun dimarahi maka akan terjadi konflik dalam diri anak yang dapat membuat suatu tingkah laku tidak dilakukan lagi walaupun tingkah laku itu memiliki Konsekuensi internal.

    Fitts (1971) juga menambahkan bahwa konsekuensi internal dan konsekuensi eksternal dari tingkah laku memiliki kemungkinan untuk menciptakan konflik dalam diri seseorang.

  • Diri sebagai penilai (the judging self)
    Adalah Interaksi antara identity self dan behavioral self serta integrasinya pada keseluruhan konsep diri. Aspek ini berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, pembanding, dan yang terutama adalah sebagai penilai diri/evaluasi.

    Judging self juga mencakup kepuasaan murni dari pemenuhan dorongan (rasa lapar, agresi, seks) atau rasa bangga dalam menahan diri terhadap dorongan yang berbahya.
    Fitss (1971) mengemukakan adanya kecenderungan yang penting dalam diri manusia unuk menetapkan nilai dalam sebagian besar persepsinya, baik terhadap orang lain ataupun dirinya sendiri. Kecenderungan evaluatif dari diri ini merupakan komponen utama dari persepsi terhadap diri (self-perceptions) dan merupakan penyedia materi untuk pembentukan self-esteem (Coopersmith dalam Fitts, 1971).

    Self-esteem didefinisikan sebagai evaluasi mengenai diri yang dibuat oleh individu dan biasanya diperthankan. Evaluasi ini mengekspresikan sikap setuju atau tidak setuju dan mengindikasikan suatu tingkat dimana individu meyakini dirinya sendiri sebagai orang yang mampu dan berharga. Singkat kata, self-esteem merupakan penilaian pribadi terhadap rasa berharga yang diekspresikan melalui tingkah laku ( Coopersmith dalam burns, 1982).

    Rosenberg (dalam burns,1982) mendefinisikan self-esteem dalam pengertian yang serupa sebagai suatu sikap positif atau negatif terhadap suatu objek yang dinamakan self.

    Judging self tidak hanya berfungsi sebagai pengamat melainkan sebagai pengamat yang menilai. Judging self mengamati identity self dan behavioral self dan menilai apakah suatu karakter, sifat, atau perilaku bersifat mendukung aktualisasi diri. Standar penilaian judging self diterapkan dalam 2 cara, secara absolut dan secara relatif atau komparatif. Jika suatu perilaku dinyatakan penting dan mendukung atualisas diri oleh judging self, maka perilaku tersebut kemudian akan menjadi bagian penting dari identity self dan behavioral self. Jadi judging self menentukan kepuasan seseorang terhadap dirinya atau sampai batas mana seseorang dapat hidup dan bertoleransi terhadap dirinya (Fitts, 1971).

    Kepuasan diri yang rendah cenderung mengakibatan rasa gelisah atau kegugupan (self- consciousness) yang akut, self-esteem yang buruk, dan kemungkinan ketidakpercayaan terhadap diri. Kepuasaan diri yang tinggi, jika didasarkan pada kesadaran diri (self-awarness) yang realistis, memungkinkan seseorang untuk melupakan tentang self, memusatkan perhatian dan energi menuju keluar, dan membebaskan diri untuk berfungsi dalam cara yang lebih membangun. (Fitts, 1971).

2. Dimensi eksternal

Dimensi eksternal merupakan penghayatan dan penilaian individu dalam hubungan dengan dunia sekitarnya, khususnya dalam interaksi sosial yang berkaitan dengan peran-peran individu dalam dunia sosialnya.

  • Diri fisik (phsycal self)
    Merupakan persepsi individu terhadap keadaan fisik, kesehatan, penampilan, gerak motorik, dan seksualitasnya.

  • Diri etik moral (moral ethical self)
    Merupakan persepsi individu tentang dirinya yang dtinjau dari standar pertimbangan moral, etika, dan aspek religius dari diri.

  • Diri personal (personal self)
    Merupakan perasaan individu terhadap nilai-nilai pribadinya terlepas dari keaadaan fisik dan hubungannya dengan orang lain dan sejauh mana merasa adekuat sebagai pribadi.

  • Diri keluarga (family self)
    Merupakan persepsi diri dan perasaan individu sebagai bagian dari keluarganya dan sejauh mana ia merasa berharga dan merupakan bagian dari keluarga tersebut.

  • Diri Sosial (social self)
    Merupakan persepsi individu terhadap dirinya dengan lingkungan sosialnya.

Peranan konsep diri


Konsep diri merupakan hal yang sangat penting karena dapat menentukan perilaku yang akan ditampilkan oleh individu. Burns (1982) menyebutkan adanya konsep diri dalam menentukan tingkah laku individu, yaitu :

  1. Konsep diri sebagai pemelihara konsistensi batin
    Individu cenderung bersikap konsisten dengan pandangan terhadap dirinya sehingga ia akan berusha menyelaraskan perilakunya dengan perasaan dan pikiran yang ada di dalam dirinya. Apabila dalam diri individu timbul perasaan dan pikiran yang saling bertentangan, maka akan terdapat situasi psikologis yang tidak menyenangkan itu, individu akan mengubah perilakunya.

  2. Konsep diri sebagai interpretasi dari pengalaman
    Seluruh sikap dan penadangan individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi individu dalam menafsirkan pengalamannya. Setiap pengalaman diberi arti tertentu oleh individu, dimana pemberian arti tersebut dipengaruhi oleh bagaimana ia memandang dirinya. Jika individu memiliki pandangan yang positif dan menyenangkan, maka ia akan menafsirkan pengalamannya secara positif. Begitu pula sebaliknya, dimana tafsiran negatif berasal dari konsep diri yang negatif pula.

  3. Konsep diri sebagai pembentuk harapan
    Pandangan negatif terhadap diri sendiri akan menyebabkan individu mengharapkan suatu keberhasilan hanya pada taraf yang rendah saja, walapun sebenernya individu memiliki kemampuan.

Dengan konsep diri yang dimiliki, individu dapat melakukan estimasi tentang apa respon orang lain terhadap dirinya. Dengan demikian konsep diri menentukan harapan individu tentang apa yang terjadi. Seseorang yang mempunyai penilaian dirinya mampu menyelesaikan tugas dengan baik akan mengharapkan orang lain tersebut untuk menghargainya seperti ia menghargai dirinya.

Konsep diri berkaitan erat dengan penghargaan seseorang terhadap dirinya sendiri, setelah sebelumnya melakukan proses penilaian atas sifat-sifat dan kemampuan yang dimilikinya. Lammana dan Reidman (1981), mengatakan bahwa seseorang cenderung untuk berusaha membuat evaluasi menyeluruh atas keadaan dirinya. Dengan penilaian ini ia akan menentukan apakah ia dapat menerima dirinya sendiri atau melakukan penolakan atas dirinya. Seseorang akan memiliki konsep diri yang tinggi bila ia menerima dirinya sendiri dan sebaliknya jika ia tidak menerima dirinya sendiri maka ia akan memiliki konsep diri negatif.

Derlega (1981) mengatakan bahwa pembentukan konsep diri biasanya berkaitan dengan peran-peran yang disandangnya, karena peran tersebut akan mempengaruhi penilaian terhadap dirinya. Derlega juga menjelaskan bahwa seseorang akan memberi penilaian positif terhadap dirinya sendiri bila perilaku yang ditampilkannya sesuai dengan standard lingkungannya. Dan sebaliknya, seseorang akan memberi penilaian negatif jika ia berprilaku yang tidak sesuai dengan standard lingkunggannya.

Konsep diri positif dan konsep diri negatif

Berdasarkan proses perkembangan konsep diri yang telah dijelaskan dapat terlihat bahwa konsep diri terbentuk karena hasil interaksi individu dengan lingkungannya, terutama hubungan dengan orang lain (Zurcher & Deux, et. al, 1977). Dalam pembentukan konsep diri melalui interaksi sosial, hal yang terpenting bahwa hubungan interpersonal akan mempengaruhi konsep diri yang dominan yaitu hubungan dengan significant others. Sehingga dapat terbentuk konsep diri negatif atau konsep diri positif pada setiap individu.

A. Konsep diri positif

Dalam pembentukannya, konsep diri dapat berkembang ke arah positif dan negatiif pada setiap individu yang diperlukan untuk berinteraksi dengan orang lain. Burns (1982) mengatakan bahwa konsep diri yang positif dapat disejajarkan dengan evaluasi dan penerimaan diri yang positif. Individu dengan penilaian diri dan self esteem yang tinggi secara umum dapat menerima diri mereka sendiri dengan baik.

Calhoun & Acocella (1990) mengemukakan bahwa dasar dari konsep diri positif adalah bukan kekaguman berlebihan terhadap diri sendiri tetapi lebih merupakan penerimaan diri dan kualitas ini kemudian menghasilkan sikap kerendahan dan kemurahan hati daripada kesombongan dan keegoisan. Yang dapat membuat penerimaan diri dimungkinkan adalah individu dengan konsep diri positif dan memiliki pengetahuan menyeluruh tentang dirinya.

Montana (2001) memeberikan ciri-ciri tingkah laku individu yang mempunyai konsep diri positif:

  1. Akan bercita-cita menjadi pemimpin (menginginkan kepemimpinan).
  2. Mau menerima kritikan yang bersifat membangun.
  3. Mau mengambil resiko lebih sering
  4. Bersifat mandiri terhadap orang lain…
  5. keyakinan bahwa keberhasilan dan kegagalan tergantung usaha, tindakan dan kemampuan seseorang.
  6. bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya.
  7. Percaya bahwa mereka mempunyai kontrol terhadap peristiwa atau kejadian dalam hidup mereka.
  8. Menerima tanggung jawab atas tindakannya sendiri.
  9. Sabar dalam menghadapi kegagalan atau frustasi, tahu bagaimana cara menangani kerugian dengan cara positif.
  10. Dapat menangani keadaan yang ambisius.
  11. Merasa mampu menangani atau mempengaruhi lingkungan mereka dan bangga terhadap perilaku dan tindakan mereka.
  12. Dapat menangani persoalan dengan keyakinan dan kepercayaan.

Individu yang memiliki konsep diri positif dapat mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannya, dan akan merasa puas dengan diri dan hidupnya.

B. Konsep diri negatif

Selain konsep diri positif, individu dapat membentuk konsep diri negatif. Menurut Burns (1982) individu dengan konsep diri negatif serupa dengan evaluasi diri yang negatif, benci pada diri sendiri, merasa inferior, dan kurangnya perasaan berharga dalam penerimaan diri.

Sedangkan, Calhoun & Acocella (1990) juga mengemukakan bahwa ada dua karakteristik individu dengan konsep diri negatif, yaitu individu yang memandang dirinya secara kacau (tidak memiliki self yang stabil dan terintegrasi) dan individu dengan konsep diri terlalu stabil dan terlalu teratur atau kaku.

Montana (2001) memberikan ciri-ciri tingkah laku individu yang memiliki konsep diri negatif sebagai berikut :

  1. Menghindari kepemimpinan.
  2. Menghindari kritikan dan tidak mau mengambil resiko.
  3. Tidak mempunyai atau kurang mempunyai kemampuan untuk bertahan terhadap tekanan.
  4. Kurang memiliki motivasi untuk belajar, bekerja dan umunya mereka mempunyai kesehatan emosi dan psikologi yang kurang baik.
  5. Mudah terpegaruh pada penyalahgunaan obat-obatan terlarang, mengandung di luar nikah, keluar dari sekolah atau terlibat kejahatan pada orang lain.
  6. Lebih merasa perlu untuk dicintai dan diperhatikan sehingga mereka lebih mudah untuk dipengaruhi orang lain.
  7. Mereka akan berbuat apa saja untuk menyesuaikan diri dan menyenangkan orang lain. Orang dewasa berpikir mereka adalah anak-anak yang baik karena mereka adalah orang-orang yang menyenangan. Tetapi keperluan untuk menyenangkan orang lain dapat menimbulkan masalah bagi mereka.
  8. Mudah frustasi dan menyalahkan orang lain atas kekurangannya.
  9. Menghindar dari keadaan-keadaan sulit untuk tidak gagal dan bergantung pada orang lain.

Individu yang memiliki konsep diri negatif akan cenderung tidak dapat menerima keadaan dirinya. Kemungkinan individu yang bersangkutan akan merasa rendah diri atau dapat menimbulkan efek yang kurang baik bagi pengembangan dirinya dan mempengaruhi tingkah lakunya.

Konsep diri dibentuk oleh banyak persepsi yang kita miliki selama kita berkembang, terutama di usia dini. Persepi diri tersebut dapat berubah pada masa perkembangan berikutnya (dipengaruhi oleh: teman, guru, pasangan). Ohannessian, dkk (1994) mengungkap bahwa remaja awal yang memiliki konsep diri yang positif ternyata memiliki teknik coping yang baik, dukungan teman sebaya, dan keluarga yang menurut mereka memuaskan.

DEFINISI KONSEP DIRI

Konsep diri merupakan kumpulan dari ratusan persepsi diri dalam berbagai variasi tingkatan intensitas & klarifikasi yang di dapat dalam pengalaman individu, terutama yang berhubungan dengan orang lain (Epstein, 1973). Konsep diri terdiri atas pola-pola konsisten yang terorganisir mengenai konstruk mental untuk menjelaskan bagaimana fungsi persepsi diri di dalam pengalaman individu. Menurut Atwater dan Duffy (2005) konsep diri merupakan keseluruhan kesan dan kesadaran yang dimiliki mengenai diri sendiri, termasuk didalamnya adalah semua persepsi mengenai saya (pribadi) dan aku (kepemilikan di luar diri pribadi), bersama dengan perasaan, keyakinan, dan nilai yang dimiliki. Konsep diri mempengaruhi cara seseorang menerima, menilai, dan berperilaku. Menurut Rathus dan Nevid (2002), konsep diri lebih merupakan persepsi kita terhadap diri kita sendiri, yang didalamnya terdapat sifat-sifat yang menurut kita merepresentasikan diri serta evaluasi kita terhadap sifat tersebut.

ASPEK DALAM KONSEP DIRI.


Konsep diri terdiri atas harga diri (self esteem) dan diri ideal (self-ideals). Ada beberapa ahli yang mengikut- sertakan aspek lain yaitu body image (kesan terhadap fisik kita).

  • BODY IMAGE. Merupakan kesadaran kita akan tubuh kita sendiri, berupa refleksi tubuh kita dan pengalaman kita bersama tubuh kita (Fisher, 1973). Body image dipengaruhi oleh sosial-budaya dan jenis kelamin seseorang (misalnya perempuan lebih memprioritaskan sex appeal, sedangkan laki-laki lebih mengutamakan kompetensi fisik). Pandangan saat ini, menghargai keunikan dan individualitas pribadi membantu kita menerima keadaan tubuh kita.

  • HARGA DIRI. Kasih sayang dan penerimaan orangtua merupakan dasar seorang anak mengembangkan harga dirinya. Keberhasilan dan kegagalan seseorang diyakini juga mempengaruhi harga diri seseorang (Brown dan Gallagher, 1992). Dampak dari Prestasi yang dimiliki seseorang akan berbeda terhadap harga diri seseorang, tergantung bagaimana kelompok rujukan memaknainya (Leary, 1999). Harga diri merupakan pembenaran kita terhadap diri kita sendiri, pendapat yang menyetujui diri sendiri dan respek terhadap diri kita sendiri. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa harga diri seseorang berkorelasi dengan kesehatan fisik dan psikologisnya. Harga diri mempengaruhi: ekspetansi, penilaian terhadap diri dan orang lain, dan perilaku individu. Harga diri bukanlah sifat bawaan seseorang, tetapi merupakan sifat yang dapat dibentuk.

  • DIRI IDEAL. Merupakan diri yang diinginkan, termasuk di dalamnya aspirasi, moral yang ideal, dan nilai-nilai yang dimiliki. Diri ideal dipengaruhi oleh tuntutan orangtua di masa kanak-kanak (Psikoanalisa), bersifat: sedikit disadari dan kurang realistik. Fungsi diri ideal adalah untuk membantu seseorang untuk terpacu meraih yang terbaik. Kegagalan meraih diri ideal, tidak menjadikan kita “sakit mental”, apabila meningkatkan usaha dalam meraih aspirasi atau memodifikasi diri ideal kita untuk mengurangi gap ke arah yang lebih realistik.

PERUBAHAN KONSEP DIRI.

Kebanyakan perubahan konsep diri terjadi sejalan berkembangnya kematangan seseorang yang terkait oleh usia dan pengalaman. Akan tetapi, pada dasarnya perubahan konsep diri yang bertujuan untuk adanya peningkatan diri dapat dilakukan setiap individu tanpa mengenal batasan fisik dan usia.

Adapun beberapa langkah dalam merubah konsep diri kita menjadi lebih baik, adalah :

  • Mengurai dan memahami diri kita, serta diri yang kita inginkan
  • Belajar dari kritik yang konsisten
  • Mengambil tanggung jawab atas diri sendiri, serta memutuskan aktivitas dan perilaku apa saja yang bermakna atau tidak.

Mengenali konsep diri kita dan berupaya meningkatkannya menjadi lebih baik akan membantu kita merasa hidup lebih nyaman, serta menyadari kompleksitas perasaan dan kebutuhan diri sendiri.

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaan, serta pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan memengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri belum muncul saat bayi, tetapi mulai berkembang secara bertahap. Bayi mampu mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain serta mempunyai pengalaman dalam berhubungan dengan orang lain.

Konsep diri dipelajari melalui pengalaman pribadi setiap individu, hubungan dengan orang lain, dan interaksi dengan dunia di luar dirinya. Memahami konsep diri penting bagi perawat karena asuhan keperawatan diberikan secara utuh bukan hanya penyakit tetapi menghadapi individu yang mempunyai pandangan, nilai dan pendapat tertentu tentang dirinya.

RENTANG RESPONS KONSEP DIRI

Konsep diri seseorang terletak pada suatu rentang respons antara ujung adaptif dan ujung maladaptif, yaitu aktualisasi diri, konsep diri positif, harga diri rendah, kekacauan identitas, dan depersonalisasi.

Rentang Konsep Diri
Gambar Rentang Konsep Diri

Rentang respons konsep diri yang paling adaptif adalah aktualisasi diri. Menurut Maslow karakteristik aktualisasi diri meliputi:

  1. realistik,
  2. cepat menyesuaikan diri dengan orang lain,
  3. persepsi yang akurat dan tegas,
  4. dugaan yang benar terhadap kebenaran/kesalahan,
  5. akurat dalam memperbaiki masa yang akan datang,
  6. mengerti seni, musik, politik, filosofi,
  7. rendah hati,
  8. mempunyai dedikasi untuk bekerja,
  9. kreatif, fleksibel, spontan, dan mengakui kesalahan,
  10. terbuka dengan ide-ide baru,
  11. percaya diri dan menghargai diri,
  12. kepribadian yang dewasa,
  13. dapat mengambil keputusan,
  14. berfokus pada masalah,
  15. menerima diri seperti apa adanya,
  16. memiliki etika yang kuat,
  17. mampu memperbaiki kegagalan.

KOMPONEN KONSEP DIRI

Berikut ini adalah komponen-komponen yang membentuk konsep diri seseorang.

Citra Tubuh

Citra tubuh adalah kumpulan sikap individu baik yang disadari maupun tidak terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran, fungsi, keterbatasan, makna, dan objek yang kontak secara terus-menerus (anting, make up, pakaian, kursi roda, dan sebagainya) baik masa lalu maupun sekarang. Citra tubuh merupakan hal pokok dalam konsep diri.

Citra tubuh harus realistis karena semakin seseorang dapat menerima dan menyukai tubuhnya ia akan lebih bebas dan merasa aman dari kecemasan sehingga harga dirinya akan meningkat. Sikap individu terhadap tubuhnya mencerminkan aspek penting dalam dirinya misalnya perasaan menarik atau tidak, gemuk atau tidak, dan sebagainya.

Ideal Diri

Persepsi individu tentang seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai yang diyakininya. Penetapan ideal diri dipengaruhi oleh kebudayaan, keluarga, ambisi, keinginan, dan kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dengan norma serta prestasi masyarakat setempat. Individu cenderung menyusun tujuan yang sesuai dengan kemampuannya, kultur, realita, menghindari kegagalan dan rasa cemas, serta inferiority. Ideal diri harus cukup tinggi supaya mendukung respek terhadap diri tetapi tidak terlalu tinggi, terlalu menuntut, serta samar-samar atau kabur. Ideal diri akan melahirkan harapan individu terhadap dirinya saat berada di tengah masyarakat dengan norma tertentu. Ideal diri berperan sebagai pengatur internal dan membantu individu mempertahankan kemampuannya menghadapi konflik atau kondisi yang membuat bingung. Ideal diri penting untuk mempertahankan kesehatan dan keseimbangan mental.

Harga Diri

Penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dan menganalisis seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan. Sebaliknya, individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai, atau tidak diterima lingkungan. Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai meningkatnya usia dan sangat terancam pada masa pubertas.

Coopersmith dalam buku Stuart dan Sundeen (2002) menyatakan bahwa ada empat hal yang dapat meningkatkan harga diri anak, yaitu:

  1. memberi kesempatan untuk berhasil,
  2. menanamkan idealisme,
  3. mendukung aspirasi/ide,
  4. membantu membentuk koping.

Peran

Serangkaian pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang diharapkan oleh masyarakat sesuai posisinya di masyarakat/kelompok sosialnya. Peran memberikan sarana untuk berperan serta dalam kehidupan sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas dengan memvalidasi pada orang yang berarti.

Hal-hal yang memengaruhi penyesuaian individu terhadap peran antara lain sebagai berikut.

  1. Kejelasan perilaku yang sesuai dengan peran dan pengetahuannya tentang peran yang diharapkan.
  2. Respons/tanggapan yang konsisten dari orang yang berarti terhadap perannya.
  3. Kesesuaian norma budaya dan harapannya dengan perannya.
  4. Perbedaan situasi yang dapat menimbulkan penampilan peran yang tidak sesuai.

Identitas Diri

Identitas adalah kesadaran tentang “diri sendiri” yang dapat diperoleh individu dari observasi dan penilaian terhadap dirinya, serta menyadari individu bahwa dirinya berbeda dengan orang lain. Pengertian identitas adalah organisasi, sintesis dari semua gambaran utuh dirinya, serta tidak dipengaruhi oleh pencapaian tujuan, atribut/jabatan, dan peran. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, hormat terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur diri, dan menerima diri.

Ciri individu dengan identitas diri yang positif adalah sebagai berikut.

  1. Mengenal diri sebagai individu yang utuh terpisah dari orang lain.
  2. Mengakui jenis kelamin sendiri.
  3. Memandang berbagai aspek diri sebagai suatu keselarasan.
  4. Menilai diri sesuai penilaian masyarakat.
  5. Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan datang.
  6. Mempunyai tujuan dan nilai yang disadari.

Ciri individu yang berkepribadian sehat antara lain sebagai berikut.

  1. Citra tubuh positif dan sesuai.
  2. Ideal diri realistis.
  3. Harga diri tinggi.
  4. Penampilan peran memuaskan.
  5. Identitas jelas.

Sumber :

Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati, Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Penerbit Salemba Medika, 2015.

Pengertian konsep diri menurut beberapa ahli antara lain sebagai berikut :

R. B. Burns, konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri.

Cawagas, konsep diri adalah mencakup seluruh pandangan individu terhadap dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kepandaiannya, kegagalannya, dan lain sebagainya.

Brooks, konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri sendiri yang bersifat psikologis, biologis, sosial dan fisik.

Calhoun dan Acocella, konsep diri adalah gambaran mental diri seseorang.

Muntholi’ah, konsep diri adalah gambaran mental seseorang terhadap dirinya, pandangan terhadap diri, penilaian terhadap diri serta usaha untuk menyempurnakan dan mempertahankan diri.

William H. Fitts, konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan.

Aspek-Aspek Konsep Diri

Aspek konsep diri menurut Calhoun dan Acocella yang dikutip oleh M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita adalah sebagai berikut :

  • Pengetahuan

    Pengetahuan adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya. Individu didalam benaknya terdapat satu daftar yang menggambarkan dirinya. Aspek pertama dari konsep diri adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya atau penjelasan dari “siapa saya” yang akan memberi gambaran tentang diri individu. Gambaran diri tersebut pada gilirannya akan membentuk citra diri.

    • Citra diri adalah cara individu melihat dirinya dan berfikir mengenai dirinya. Citra diri disebut “cermin diri”. Individu akan melihat ke cermin untuk mengetahui bagaimana harus bertindak pada suatu keadaan tertentu. Individu akan selalu bersikap sesuai dengan gambaran yang muncul dalam cermin. Bila individu melihat diri di cermin sebagai orang yang percaya diri dan mampu belajar dengan baik, maka setiap kali belajar akan merasa percaya diri dan mampu.

    • Gambaran diri merupakan kesimpulan dari pandangan individu dalam berbagai peran yang individu pegang, seperti sebagai orang tua, karyawan, pelajar, dan seterusnya. Pandangan individu tentang watak kepribadian yang dirasa tentang dirinya, seperti jujur, setia, gembira, bersahabat, dan seterusnya. Pandangan individu tentang sikap yang ada pada dirinya, kemampuan yang dimiliki, dan berbagai karakteristik lainnya yang individu lihat melekat pada dirinya.

    Pengetahuan tentang diri juga berasal dari kelompok sosial yang diidentifikasi oleh individu tersebut. Pengetahuan tentang diri juga dapat berganti setiap saat sepanjang individu mengidentifikasikan diri terhadap suatu kelompok tertentu, maka kelompok tersebut memberikan informasi lain yang dimasukkan ke dalam potret diri mental individu.

  • Harapan

    Pada saat tertentu, seseorang mempunyai suatu aspek pandangan tentang dirinya. Individu juga mempunyai satu aspek pandangan lain yaitu tentang kemungkinan menjadi apa di masa mendatang. Individu mempunyai pengharapan bagi dirinya sendiri. Pengharapan ini merupakan diri ideal atau diri yang dicita-citakan.

    Cita-cita diri atau diri ideal terdiri atas dambaan, harapan, keinginan bagi diri, atau menjadi manusia seperti apa yang individu inginkan. Cita- cita diri akan menentukan konsep diri dan perilaku seseorang, serta akan membangkitkan kekuatan yang mendorong individu menuju masa depan. Apapun standar diri ideal yang individu tetapkan, sadar atau tak sadar akan membuat individu senantiasa berusaha untuk dapat memenuhinya.

  • Penilaian

    Penilaian diri sendiri merupakan pandangan individu tentang harga atau kewajarannya sebagai pribadi. Individu berperan sebagai penilai tentang dirinya sendiri, menilai apakah individu bertentangan dengan pengharapan bagi diri sendiri (saya dapat menjadi apa), dan standar yang individu tetapkan bagi dirinya sendiri (saya seharusnya menjadi apa). Hasil dari penilaian tersebut membentuk rasa harga diri yaitu seberapa besar individu menyukai diri sendiri.

    Orang yang hidup dengan standar dan harapan-harapan untuk dirinya sendiri, dengan menyukai siapa dirinya, apa yang sedang dikerjakannya, dan akan ke mana dirinya, akan memiliki rasa harga diri yang tinggi. Sebaliknya orang yang terlalu jauh dari standar dan harapan- harapannya, akan memiliki rasa harga diri yang rendah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa penilaian akan membentuk penerimaan terhadap diri serta harga diri seseorang.

    Santrock yang dikutip oleh Desmita, menjelaskan bahwa harga diri adalah evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara positif atau negatif. Evaluasi individu tersebut terlihat dari penghargaan yang diberikan terhadap eksistensi dan keberartian dirinya.

    Individu yang memiliki harga diri positif akan menerima dan menghargai dirinya sendiri sebagaimana adanya dan tidak menyalahkan kekurangan atau ketidak sempurnaan dirinya. Ia merasa puas dan bangga dengan hasil karya nya sendiri serta percaya diri dalam menghadapi berbagai tantangan.

    Sebaliknya, individu yang memiliki harga diri negatif merasa dirinya tidak berguna, tidak berharga, dan selalu menyalahkan dirinya atas ketidak sempurnaan dirinya. Ia cenderung tidak percaya diri dalam melakukan setiap tugas dan tidak yakin dengan ide-ide yang dimiliki.

Menurut Rogers, terdapat tiga aspek konsep diri, yakni sebagai berikut:

  • Aspek konsep diri personal, adalah bagaimana seseorang menilai dirinya sendiri, meliputi aspek fisik dan perilaku diri sendiri, seperti: saya memiliki mata coklat atau saya adalah pribadi yang menarik.

  • Aspek konsep diri sosial, adalah bagaimana orang lain menilai tentang diri seseorang, contohnya orang lain menilai saya sebagai orang yang mempunyai rasa humor yang tinggi.

  • Aspek konsep diri ideal, adalah apa yang diharapkan seseorang dari dirinya sendiri, contohnya: saya ingin menjadi seorang pengacara.

Sementara itu, Brownsky menyebutkan adanya empat aspek konsep diri sebagai berikut:

  • Aspek Fisik, yaitu penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimilikinya, seperti tubuh, pakaian, dan lain-lain.

  • Aspek Psikis, yaitu meliputi pikiran, perasaan yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri.

  • Aspek Sosial, yaitu bagaimana peranan sosial yang dimainkan oleh individu dan penilaian individu terhadap peran tersebut.

  • Aspek Moral, yaitu meliputi nilai dan prinsip yang memberi arti serta arah bagi kehidupan seseorang.

Faktor-Faktor Pembentuk Konsep Diri

Calhoun dan Acocella menyebutkan sumber informasi penting dalam pembentukan konsep diri, antara lain:

  • Orangtua, dikarenakan orangtua adalah kontak sosial yang paling awal dan paling kuat dialami oleh individu.

  • Teman sebaya, karena selain individu membutuhkan cinta dari orang tua juga membutuhkan penerimaan dari teman sebaya dan apa yang diungkapkan pada dirinya akan menjadi penilaian terhadap diri individu tersebut.

  • Masyarakat, dalam masyarakat terdapat norma-norma yang akan membentuk konsep diri pada individu, misalnya: pemberian perlakuan yang berbeda pada laki-laki dan perempuan akan membuat laki-laki dan perempuan berbeda dalam berperilaku.

R.B. Burns menyatakan ada lima hal yang menjadi sumber pokok pembentuk konsep diri yakni:

  • Citra tubuh merupakan evaluasi terhadap diri secara fisik.

  • Bahasa yaitu kemampuan melakukan konseptualisasi dan memverbalisasikan diri.

  • Umpan balik yang ditafsirkan dari lingkungannya tentang bagaimana orang- orang lain yang dihormatinya memandang pribadi tersebut dan tentang bagaimana pribadi tadi secara relatif ada keselarasan dengan norma-norma dan nilai-nilai masyarakat yang bermacam-macam.

  • Identifikasi dengan model dan peran jenis yang tepat.

  • Pola asuh orang tua.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Menurut M. Argyle, menyebutkan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi konsep diri, yakni:

  • Reaksi dari orang lain
    Respon orang lain terhadap diri memberikan pengaruh terhadap konsep diri seseorang. Segala sanjungan, senyuman, pujian dan penghargaan akan menyebabkan penilaian positif terhadap diri seseorang, sedangkan ejekan dan cemoohan serta hardikan akan menyebabkan penilaian negatif terhadap diri seseorang.

  • Pembandingan dengan orang lain
    Konsep diri sangat tergantung kepada cara bagaimana seseorang membandingkan dirinya dengan orang lain. Konsep diri tidak lepas dari pengamatan individu dalam melihat kelebihan dan kelemahannya terhadap orang lain sehingga cenderung untuk membandingkan dirinya dengan orang lain.

  • Peranan seseorang
    Setiap individu memainkan peran yang berbeda-beda. Di dalam setiap peran tersebut, individu diharapkan akan melakukan perbuatan dengan cara itu. Dengan peran yang berbeda-beda akan berpengaruh terhadap konsep diri seseorang.

  • Identifikasi terhadap orang lain
    Proses identifikasi dengan meniru beberapa nilai, keyakinan, dan perbuatan orang yang dikagumi membuat individu merasa memiliki beberapa sifat dari orang yang dikagumi.

Menurut Wuryanano, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi konsep diri, yakni:

  • Cita-cita diri, adalah Keinginan untuk mencapai sesuatu tujuan, harapan, dan keinginan pribadi yang dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya seperti orang tua, teman atau tetangga.

  • Citra diri, dibangun oleh sebuah gambaran tentang diri yang menurut keyakinan dianggap benar. Citra diri sebenarnya muncul sebagai “konsepsi diri mengenai seperti apakah dirinya sebenarnya”.

  • Harga diri, merupakan penilaian diri terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi.

Menurut Singgih D. Gunarsa, terdapat empat faktor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu:

  • Jenis kelamin
  • Harapan-harapan
  • Suku bangsa
  • Nama dan pakaian

Jenis Konsep Diri

Menurut Calhoun dan Acocella yang dikutip oleh M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita S. Konsep diri dibagi menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.

Tanda-tanda konsep diri yang positif disebutkan William D. Brook dan Philip Emmert yang dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat, sebagai berikut: meyakini kemampuan dirinya dalam mengatasi masalah, merasa sepadan dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa tiap orang memiliki beragam perasaan dan perilaku yang tidak sepenuhnya disetujui oleh masyarakat, dan sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang buruk dengan berupaya untuk memperbaikinya.

Menurut R. B. Burns, orang yang berkonsep diri positif memiliki harga diri, berkompetensi, dan percaya diri. Maka ia memiliki penerimaan diri yang sama berharganya dengan orang lain meski berbeda bakat dan sifat-sifat yang spesifik, menunjukkan karakteristik bersikap konsisten, berperilaku dengan cara-cara yang konsisten, dan mengesampingkan pengalaman yang merugikan.

Secara lebih spesifik, D.E. Hamachek yang dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat menyebutkan sebelas karakteristik orang yang mempunyai konsep diri positif, yakni sebagai berikut:

  • Ia meyakini betul-betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat. Tetapi ia juga merasa dirinya cukup tangguh untuk mengubah prinsip- prinsip itu bila pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukkan ia salah.

  • Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.

  • Ia tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang akan terjadi esok, apa yang telah terjadi waktu yang lalu, dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.

  • Ia memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan ketika ia mengalami kegagalan atau kemunduran.

  • Ia merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya.

  • Ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai sahabatnya.

  • Ia dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima penghargaan tanpa merasa bersalah.

  • Ia cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.

  • Ia sanggup mengakui pada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, sedih sampai bahagia, dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula.

  • Ia mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, perrmainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekedar mengisi waktu.

  • Ia peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.

Calhoun dan Acocella, menjelaskan bahwa konsep diri yang positif adalah penerimaan yang mengarahkan individu ke arah sifat yang rendah hati, dermawan, dan tidak egois. Jadi, orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang bermacam-macam tentang dirinya sendiri baik yang merupakan kekuarang maupun kelebihan.

Sebaliknya, tanda konsep diri negatif disebutkan William D. Brook dan Philip Emmert yang dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat, di antaranya, yakni: peka pada kritik, mudah marah, koreksi atas dirinya menjatuhkan harga diri, cenderung selalu mengeluh, mencela, meremehkan orang lain, cenderung merasa tidak disenangi orang lain, dan memandang orang lain sebagai musuh sehingga tidak dapat menciptakan keakraban dalam berhubungan dengan orang lain serta bersikap pesimis pada kompetisi.68

Menurut R. B. Burns, orang yang menganggap dirinya rendah atau berkonsep diri negatif akan berperasaan inferioritas, tidak memadai, penuh kegagalan, tidak berharga dan tidak merasa aman. Akibatnya ia sangat peka terhadap kritik, memiliki sifat hiperkritis, merasa takut gagal dan menumpahkan kesalahan kepada orang lain, sering merespon sanjungan terhadap dirinya secara berlebihan dan memiliki sifat suka menyendiri, malu-malu dan tidak ada minat pada persaingan.

Referensi
  • Clara R. Pudjijogyanti, Konsep Diri dalam Pendidikan,(Jakarta: Arcan, Cet. II, 1991)
  • M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita S., Teori-Teori Psikologi, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2010).
  • Hendriati Agustiani, Psikologi Perkembangan (Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja), (Bandung: PT. Refika Aditama, Cet. II, 2009)
  • R. B. Burns, Konsep Diri, Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku, Terj.
  • Eddy, (Jakarta: Arcan, 1993).
  • Malcolm Hardy dan Steve Heyes, Pengantar Psikologi, Terj. Soenardji, (Jakarta: Erlangga, 1988).
  • Gunarsa D. Singgih, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, cet. XII, 2006).
  • Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet.
  • X, 1996).

Konsep diri adalah pengetahuan pribadi kita tentang siapa kita, yang mencakup semua pikiran dan perasaan kita tentang diri kita secara fisik, pribadi, dan sosial. Konsep diri juga mencakup pengetahuan kita tentang bagaimana kita berperilaku, kemampuan kita, dan karakteristik individu kita. Konsep diri kita berkembang paling pesat selama masa kanak-kanak dan remaja, tetapi konsep diri terus terbentuk dan berubah seiring waktu ketika kita belajar lebih banyak tentang diri kita sendiri.

Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang siapa dirinya.

Menurut Carl Rogers, konsep diri memiliki tiga komponen: citra diri, harga diri, dan diri ideal.

Konsep diri aktif, dinamis, dan mudah ditempa. Ini dapat dipengaruhi oleh situasi sosial dan bahkan motivasi seseorang untuk mencari pengetahuan diri.

Menurut fitts (Agustiani, 2006) konsep diri seseorang dipengaruhi berapa faktor yaitu :

  1. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal yang memunculkan perasaan positif dan berharga. Pengalaman yang diperoleh dalam kehidupan, karena konsep diri adalah hasil dari sebuah interaksi individu dengan lingkungannya, maka pengalaman interpersonal merupakan faktor yang paling penting bagi perkembangan konsep diri seseorang.

  2. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain.
    Kompetensi yang dimaksud dalam bidang tertentu, mengenai kemampuan individu yang ditampilkan sehingga mendapatkan penghargaan atau pengakuan dari orang lain.

  3. Aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang sebenarnya. Dan sebagai potensi-potensi fisik maupun psikologis yang ada pada diri individu untuk mencapai tujuannya.

Pengertian Konsep Diri


Menurut Burns (Metcalfe, 1981, dalam Pudjijogyanti, 1993) konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Sedangkan Cawagas (1983, dalam Pudjijogyanti, 1993) menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisik, karakteristik pribadi, motivasi, kelemahan, kepandaian, kegagalan, dan lain sebagainya. Menurut Fitts (Rahman, 2009), diri yang dilihat, dihayati, dan dialami ini disebut sebagai konsep diri. Jadi konsep diri merupakan sikap dan pandangan individu terhadap seluruh keadaan dirinya.

Konsep diri terbentuk atas dua komponen, yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif merupakan pengetahuan individu tentang keadaan dirinya. Komponen kognitif merupakan penjelasan dari “siapa saya” yang akan memberi gambaran tentang dirinya. Komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap diri. Penilaian tersebut akan membentuk penerimaan terhadap diri ( self-acceptance ), serta harga diri ( self-esteem ) individu. Dapat disimpulkan bahwa komponen kognitif merupakan data yang bersifat objektif, sedangkan komponen afektif merupakan data yang bersifat subjektif (Pudjijogyanti, 1993).

Konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri; penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan (Chaplin, 2000). Hurlock (1990, dalam Hutagalung, 2007)) mengemukakan bahwa konsep diri dapat dibagi menjadi dua, yaitu (1) konsep diri sebenarnya, merupakan konsep seseorang tentang dirinya yang sebagian besar ditentukan oleh peran dan hubungan dengan orang lain serta persepsinya tentang penilaian orang lain terhadap dirinya. (2) konsep diri ideal, merupakan gambaran seseorang mengenai keterampilan dan kepribadian yang didambakannya.

Struktur Konsep Diri


Secara hirarkis, konsep diri terdiri dari tiga peringkat; pada peringkat pertama, kita temukan konsep diri global (menyeluruh). Konsep diri global merupakan cara individu memahami keseluruhan dirinya. Menurut William James (Burns, 1982, dalam Pudjijogyanti, 1993), konsep diri global merupakan suatu arus kesadaran dari seluruh keunikan individu. Dalam arus kesadaran itu ada “ The I ”, yaitu “aku subjek” dan “ The Me ” yaitu “aku objek”. Kedua “aku” ini merupakan kesatuan yang tidak dapat dibedakan atau dipisahkan. Aku objek ada karena proses menjadi tahu (knowing), dan proses ini bisa terjadi karena manusia mampu merefleksi dirinya sendiri. Dengan kata lain, kedua aku itu hanya dapat dibedakan secara konseptual, tetapi tetap merupakan satu kesatuan secara psikologis. Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak hanya dapat menilai orang lain, tetapi juga dapat menilai diri kita sendiri. Diri kita bukan hanya sebagai penanggap, tetapi juga sebagai perangsang, jadi diri kita bisa menjadi subjek dan objek sekaligus.

Menurut Pudjijogyanti (1993) cara menanggapi diri sendiri secara keseluruhan dapat dibagi dalam tiga hal, yaitu :

  • Konsep diri yang disadari, yaitu pandangan individu akan kemampuan, status, dan perannya.
  • Aku sosial atau aku menurut orang lain, yaitu pandangan individu tentang bagaimana orang lain memandang atau menilai dirinya.
  • Aku ideal, yaitu harapan individu tentang dirinya, atau akan menjadi apa dirinya kelak, jadi aku ideal merupakan aspirasi setiap individu.

Dibawah konsep diri global kita dapatkan konsep diri mayor dan konsep diri spesifik. Konsep diri mayor merupakan cara individu memahami aspek sosial, fisik, dan akademis dirinya. Sedangkan konsep diri spesifik merupakan cara individu dalam memahami dirinya terhadap setiap jenis kegiatan dalam aspek akademis, sosial, maupun fisik.

Aspek-Aspek Konsep Diri


Berzonsky (1981, dalam Maria, 2007) mengemukakan bahwa aspekaspek konsep diri meliputi:

  • Aspek fisik ( physical self ) yaitu penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimiliki individu seperti tubuh, pakaian, benda miliknya, dan sebagainya.

  • Aspek sosial ( sosial self ) meliputi bagaimana peranan sosial yang dimainkan oleh individu dan sejauh mana penilaian individu terhadap perfomanya.

  • Aspek moral ( moral self ) meliputi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan individu.

  • Aspek psikis ( psychological self ) meliputi pikiran, perasaan, dan sikap-sikap individu terhadap dirinya sendiri

Sementara itu melengkapi pendapat di atas, Fitts (dalam Burns, 1979, dalam Maria, 2007) mengajukan aspek-aspek konsep diri, yaitu:

  • Diri fisik ( physical self ). Aspek ini menggambarkan bagaimana individu memandang kondisi kesehatan, badan, dan penampilan fisiknya.

  • Diri moral & etik ( morality & ethical self ). Aspek ini menggambarkan bagaimana individu memandang nilai-nilai moral-etik yang dimilikinya. Meliputi sifat-sifat baik atau sifat-sifat jelek yang dimiliki dan penilaian dalam hubungannya dengan Tuhan.

  • Diri sosial ( social self ). Aspek ini mencerminkan sejauhmana perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosial dengan orang lain.

  • Diri pribadi ( personal self ). Aspek ini menggambarkan perasaan mampu sebagai seorang pribadi, dan evaluasi terhadap kepribadiannya atau hubungan pribadinya dengan orang lain.

  • Diri keluarga ( family self ). Aspek ini mencerminkan perasaan berarti dan berharga dalam kapasitasnya sebagai anggota keluarga.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan dalam menjelaskan aspek-aspek konsep diri, tampak bahwa pendapat para ahli saling melengkapi meskipun ada sedikit perbedaan, sehingga dapat dikatakan bahwa aspek-aspek konsep diri mencakup diri fisik, diri psikis, diri sosial, diri moral, dan diri keluarga.

Konsep diri merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu self schema. Istilah dalam psikologi memiliki dua arti yaitu sikap dan perasaan seseorang terhadap dirinya sendiri dan sesuatu keselurhan proses psikologi yang menguasai tingkah laku dan penyesuaian diri (Sumardi, 1982)

Calhoun & Acocella (1990) mendefinisikan konsep diri sebagai gambaran diri seseorang. Sedangkan Burns mendefinsikan bahwa konsep diri sebagai kesan terhadap diri sendiri secara keseluruhan yang mencakup pendapatnya terhadap diri sendiri, terhadap gambaran diri di mata orang lain dan pendapatnya tentang hal-hal yang dicapai. Mereka menjelaskan bahwa konsep diri adalah gambaran mental diri sendiri yang terdiri dari pengetahuan diri sendiri, pengharapan bagi diri sendiri dan penilaian terhadap diri sendiri.

Kartini Kartono dalam kamus psikologinya menuliskan bahwa konsep diri merupakan keseluruhan yang dirasa dan diyakini benar oleh seseorang mengenai dirinya sendiri sebagai individu, ego dan hal-hal yang dilibatkan di dalamnya (Kartono, 2003)

Konsep diri menurut Rakhmat tidak hanya merupakan gambaran deskriptif semata, akan tetapi juga merupakan penilaian seorang individu mengenai dirinya sendiri, sehingga konsep diri merupakan sesuatu yang dipikirkan dan dirasakan oleh seorang individu. Ia mengemukakan dua komponen dari konsep diri yaitu komponen kognitif (self image) dan komponen afektif (self esteem). Komponen kognitif (self image) merupakan pengetahuan individu tentang dirinya yang mencakup pengetahuan “who am I”, dimana hal ini akan memberikan gambaran sebagai pencitraan diri.

Adapun komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap dirinya yang akan membentuk bagaimana penerimaan diri dan harga diri individu yang bersangkutan. Kesimpulan yang bisa diperoleh dari pernyataan Rakhmat, yaitu konsep diri merupakan sesuatu yang dirasakan dan dipikirkan oleh seorang individu berkaitan dengan dirinya sendiri (Jalaludin, 2000).

Perkembangan Konsep Diri


Konsep diri terbentuk melalui sejumlah besar pengalaman yang tersusun secara hirarki. Jadi konsep diri pertama terbentuk merupakan dasar bagi konsep diri berikutnya. Berdasarkan pengamatan psikologi kognitif, pengenalan akan diri pertama kali disebut dengan self schema. Pengalaman dengan anggota keluarga dalam hal ini orang tua memberikan informasi mengenai siapa kita. Self schema ini kemudian berkembang menjadi priming, proses dimana ada memori yang meningkatkan kita mengenai sesuatu yang terjadi di masa lalu. Peran yang kemudian kita jalankan kelak akan berkembang menjadi konsep diri (Eliana, 2013)

Konsep diri yang pertama kali terbentuk disebut konsep diri primer. Hal ini diperoleh di lingkungan keluarga terutama pada tahun-tahun awal kehidupan. Kemudian konsep diri akan terus berkembang sejalan dengan semakin luasnya hubungan sosial yang diperoleh anak.

Sumber informasi untuk konsep diri adalah interaksi individu dengan orang lain. Individu menggunakan orang lain untuk menunjukkan siapa dia. Individu membayangkan bagaimana pandangan orang lain terhadapnya dan bagaimana mereka menilai penampilannya. Penilaian pandangan orang lain diambil sebagai gambaran tentang diri individu. Orang lain yang dianggap bisa mempengaruhi konsep diri seseorang adalah:

  • Orang tua
    Orang tua memberi pengaruh yang paling kuat karena kontak sosial yang paling awal dialami manusia. Orang tua memberikan informasi yang menetap tentang individu, mereka juga menetapkan pengharapan bagi anaknya. Orang tua juga mengajarkan anak bagaimana menilai diri sendiri.

  • Teman sebaya
    Kelompok teman sebaya menduduki tempat kedua setelah orang tua terutama dalam mempengaruhi konsep diri anak. Masalah penerimaan atau penolakan dalam kelompok teman sebaya berpengaruh terhadap diri anak.

  • Masyarakat
    Masyarakat punya harapan tertentu terhadap seseorang dan harapan itu masuk ke dalam diri individu, dimana individuakan berusaha melaksanakan harapan tersebut.

  • Hasil dan proses belajar
    Belajar merupakan hasil perubahan permanen yang terjadi dalam diri individu akibat dari pengalaman. Pengalaman dengan lingkungan dan orang sekitar akan memberikan masukan mengenai akibat suatu perilaku. Akibat ini bisa menjadi berbentuk sesuatu yang positif maupun negatif.

Dimensi Konsep Diri


Konsep diri memiliki tiga dimensi yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan tentang diri sendiri dan penilaian tentang diri sendiri.

  • Pengetahuan
    Dimensi pertama dari konsep diri adalah mengenai apa yang individu ketahui mengenai dirinya. Menurut Stuart dan Sundeen sikap ini mencakup presepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini di masa lalu. Hal ini berkaitan erat dengan kepribadian. Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistik terhadap diri, menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses di dalam kehidupan. Presepsi dan pengalaman individu dapat merubah gambaran diri secara dinamis. Termasuk dalam hal ini jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, usia dan lain sebagainya. Biasanya seseorang memberika julukan tertentu terhadap pada dirinya sendiri.

  • Pengharapan
    Pengharapan tentang diri kita tidak terlepas dari kemungkinan kita menjadi apa di masa yang akan datang. Pengharapan dapat dikatakan sebagai diri ideal. Setiap harapan dapat membangkitkan kekuatan yang mendorong untuk mencapai harapan tersebut di masa depan. Namun diri ideal hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi tapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai. Pada usia remaja, diri ideal akan dibentuk menjadi proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri, adalah:

    • Kecenderungan individu untuk menetapkan ideal diri pada batas kemampuannya.

    • Faktor budaya akan mempengaruhi individu dalam menetapkan ideal diri, yang kemudian standar ini dibandingkan dengan standar kelompok teman.

    • Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri.

Penilaian menyangkut unsur evaluasi, seberapa besar kita menyukai diri kita sendiri. Semakin besar ketidak-sesuaian antara gambaran kita tentang diri kita yang ideal dan aktual maka akan semakin rendah harga diri kita. Sebaliknya orang yang punya harga diri yang tinggi akan menyukai siapa dirinya, apa yang dikerjakannya dan sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dimensi penilaian merupakan komponen pembentukan konsep diri yang cukup signifikan.

Pola Konsep Diri


William D. Brooks dan Philip Emmert membagi pola konsep diri menjadi dua, yaitu:

  • Konsep diri positif, yang ditandai beberapa hal seperti :

    • Memiliki keyakinan bahwa ia mampu mengatasi masalah.
    • Merasa setara dengan orang lain.
    • Menerima pujian tanpa merasa malu atau bersalah.
    • Menyadari bahwa setiap orang memiliki keinginan, perasaan serta perilakunya yang seluruhnya belum tentu disetujui oleh masyarakat.
    • Mengetahi dan menyadari keterangan-keterangan yang ada dalam dirinya dan berusaha memperbaikinya.
  • Konsep diri negatif, yang bercirikan sebagai berikut :

    • Peka pada kritik. Hampir selalu merasa tidak tahan terhadap kritikan yang diterimanya. Ia melihat hal tersebut sebagai usaha orang lain untuk menjatuhkan harga dirnya. Sehingga, ia terkadang tampak keras kepala dan berusaha mempertahankan pendapatnya dengan menggunakan berbagai justifikasi dan logika yang keliru.

    • Responsif terhadap ujian, meskipun ia tampak tidak peduli dan menghindari pujian namun antusiasmenya terhadap pujian masih akan tampak.

    • Hiperkritis. Dampak dari kesenangannya akan pujian, orang dengan konsep diri negatif akan suka mencela, mengkritik dan meremehkan orang lain.

    • Memiliki kecenderungan untuk merasa tidak disenangi oleh orang lain. Reaksinya yang memandang orang lain sebagai musuh, tidak lain karena ia tidak diperhatikan. Walaupun begitu, ia akan merasa bahwa ia adalah korban dari sistem sosial yang tidak beres. Pesimis, hingga tampak memiliki daya kompetitif yang rendah. Hal ini terjadi, karena ia merasa tidak berdaya atau mampu melawan persaingan yang ada.

Konsep diri merupakan seseorang yang sudah mengenali dirinya baik dari kekuatan, kelemahan, dan kebutuhan dirinya sendiri. menurut Fatimah (2013) konsep diri adalah persepsi seseorang tentang dirinya dimana persepsi dibentuk dari pengalaman dan interpretasi terhadap dirinya. konsep diri berpengaruh pada proses berfikir, perasaan, nilai mauapun tujuan hidup seseorang, menurut (Hughes et al, 2011) konsep diri berupa deskripsi atau penjelasan serta juga mengandung evaluasi terhadap diri seseorang sendiri.
Konsep diri terbentuk dari dua komponen menurut (Pudjijogyanti, 2008)

  1. komponen kognitif, yakni pengetahuan dirinya sehingga membentuk gambaran diri dan citra diri (self-image)
  2. komponen afektif, yakni penilaian dirinya sehingga membentuk penerimaan diri (Self-accaptance) dan penghargaan diri individu (self-esteem) melalui kesadaran diri serta belajar dari pengalaman hidup seperti interaksi lingkungan.
    setelah melewati fase pembentukan konsep diri, kemudian melihat apakah konsep diri tersebut memiliki konsep diri yang positif atau negative, menurut (Calhoun dan Acocella, 1990) perkembangan konsep diri dibagi menjadi dua yaitu
  3. konsep diri positif yaitu penerimaan diri bukan sebagai suatu kebanggan yang besar tentang dirinya akan tetapi individu memahami dan mengetahui sejumlah fakta tentang dirinya, biasanya tujuan hidupnya yang sesuai dengan realitas yakni kemungkinan besar untuk dapat dicapai
  4. konsep diri negative yaitu pandangan individu yang tidak tahu dirinya, baik dari kekuatan kelamahan atau yang dihargai dalam kehidupannya, hal ini dapat terjadi karena individu tersebut di didik dengan cara sangat kerass sehinggaa menciptakan pribadi yang displin dan mentaati peraturan dan hukuman.

Sumber :
Yusuf, R. N., Musyadad, V. F., Iskandar, Y. Z., & Widiawati, D. (2021). Implikasi Asumsi Konsep Diri dalam Pembelajaran Orang Dewasa. Jurnal Ilmu Pendidikan, 3 (4), 1144-1151.