26 % anak mengalami beberapa kejadian trauma seperti pelecehan seksual, pola asuh yang salah, interaksi sosial yang tidak baik dengan orang tua, dan hal itu dapat berdampak pada perkembangan otak dalam sehingga pentingnya bermain didalam proses konseling seorang konselor dapat menggunakan terapi bermain untuk menggunakan traumatik yang dialami oleh anakanak (Bray, 2015).
Play therapy menurut Dzulfaqori (2017) ialah sebuah teknik yang mampu menangani anak pasca trauma bencana untuk menghibur dan mengatasi maslaah yang diderita anak melalui bermain. Masykur (2006) mengatakan bahwa anakanak yang terkena korban bencana memiliki berbagai karakter yang khas, sehingga sangat dibutuhkan bentuk-bentuk intervensi yang selarasa dnegan karakteristik dan perkembangan anak agar gangguan trauma dapat menurun. Lebih lanjut Mukhadiono (2016) menyebutkan bermain merupakan salah satu metode yang paling cocok. Karena melalui bermain anak akan merasa nyaman, senang dalam mengekspresikan dan mengeksplorasi perasaan yang ada pada dirinya, dan anak akan melupakan kondisi trauma yang dialami pada dirinya.
Terapi bermain juga dapat menghilangkan beberapa permasalahan seperti kecemasan, enghilangkan batasan, hambatan dalam diri, frustasi serta mempunyai masalah pada emosi yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku anak yang kurang sesuai menjadi tingkah laku yang sesuai dan diharapkan sehingga anak dapat bermain dan lebih kooperatif dan dapat mudah diajak untuk kerjasama ketika menjalani terapi (Noverita, 2017).
Dunia anak merupakan dunia yang hampir keseluruhannya berupa tindakan dan aktifitas. Bermain merupakan bahasa anak, ia akan memiliki imajinasi yang sangat luas dengan dunia bermainnya sendiri. Karenanya bermain menjadi salah satu metode yang cukup baik dalam mengatasi kecemasan pada anak. Beberapa studi dan riset yang berkenaan dengan peran dan fungsi permainan bagi proses perkembangan anak banyak ditemukan. Menurut Vygotsy (Klaas, 2012) dengan teori perkembangan kognitifnya mengemukakan bahwa anak memerlukan permainan untuk menjelaskan hal-hal yang abstrak bagi mereka agar terlihat lebih kongkrit dan nyata.
Aktifitas bermain menjadi sarana penting anak agar ia mampu menunjukkan dirinya sendiri, pandangannya terhadap lingkungan sekitar dan orang lain. Untuk mengungkapkan eskpresi alamiah yang dimiliki seorang anak, Play Therapy menjadi salah satu metode yang efektif dan merupakan suatu teknik konseling yang diberikan orang dewasa untuk anak-anak yang didasari oleh konsep bermain sebagai bentuk komunikasi anak dengan orang dewasa sehingga bertujuan untuk mengintervensi dan berdialog dengan anak sehingga terciptanya kondisi perasaan nyaman dan dapat mengenali potensinya untuk mengatasi permaslahannya (Maspupatun, 2017).
Terapi bermain merupakan bentuk-bentuk pengalaman bermain yang direncanakan sebelum anak menghadapai tindakan keperawatan untuk membantu strategi koping mereka terhadap kemarahan, ketakutan, kecemasan, dan mengajarkan kepada mereka tentang tindakan keperawatan yang dilakukan selama hospitalisasi (Dera Alfiyanti, 2007).
Konselor sebaiknya memiliki kemampuan untuk mengenali budaya dan kebiasaan dari anak-anak yang diberikan saat konseling. Hal tersebut akan mempermudah konselor dalam melakukan pendekatan dan penyesuaian diri terhadap anak-anak. Kebiasaan anak-anak akan mudah dikenali apabila konselor mengenali dengan jelas budaya dan kebiasaan keluarga tersebut. Dengan demikian konselor akan dengan mudah mengidentifikasi permasalahan dan memberikan terapi dengan tepat dan sesuai.
Ringkasan
Bray, J. S. (2015). Trauma and Young Children: How the Problem Plays Out. England: Emerald group publishing.