Apa yang dimaksud Pengutasan Generasi Baru?

Frederick Sanger menggunakan nukleotida utas pendek untuk menipu DNA polimerase sehingga ia menyalin bagian DNA dengan tinta yang bisa dibaca manusia. Hanya saja, teknologi ini membutuhkan berjuta-juta reaksi kimia pengutasan dikarenakan kecepatan pembacaan reaksi Sanger hanya mampu memproses sekitar 1000 huruf nukleotida per jam [1] padahal ukuran genom manusia 3 juta kali lebih besar dari itu.

Solusi masalah ini ternyata muncul 20 tahun kemudian dalam wujud teknologi pengutasan oleh sintesis (sequencing by synthesis) yang dicetuskan oleh Balasubramanian dan Klenerman [2], bersamaan dengan peringatan 40 tahun lahirnya metode pengutasan Sanger. Pengutasan oleh sintesis ini menjadi cikal bakal teknologi Pengutasan Generasi Selanjutnya (PGS) atau Pengutasan Generasi Baru (PGB) yang dipelopori oleh perusahaan AS, Illumina. Perusahaan ini juga telah resmi merilis NovaSeq pada tahun ini. NovaSeq mampu melakukan pengutasan dengan biaya sekitar 13 juta rupiah (100 USD) saja, seper-30-juta dari biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah AS dulu untuk mencetak buku genom manusia. Lantas bagaimana PGB mampu melampaui metode Sanger yang legendaris itu?

Berbeda dengan metodologi Sanger yang mengharuskan ilmuwan untuk melakukan kloning dan mengelektroforesis utas DNA itu satu persatu melalui pipa kapiler, PGB atau dalam bahasa ilmiah lebih dikenal dengan Penguatasan-Dalam-Masif-Paralel memotong proses tersebut dan menggantinya dengan pengutasan langsung dimana proses pembacaannya bisa disaksikan langsung oleh sebuah sensor mirip sensor kamera dengan megapixel tinggi yang dilengkapi dengan sebuah program untuk membaca proses itu secara bersamaan. Anda dapat membayangkan proses ini sebagai sebuah kamera CCTV, bedanya setiap orang punya kamera yang mengikutinya masing-masing dan tiap-tiap orang ini akan mengirimkan sandi-sandi dengan huruf tertentu ke arah kamera Anda.

Mengingat teknologi ini menjadi sangat murah, tentu ada berbagai konsekuensi yang ditimbulkan. Apa saja dampak dari PGB terhadap kehidupan manusia?

Pengobatan Terpresisi (Precision Medicine)
Salah satu aplikasi langsung dari pengutasan genom manusia adalah pengobatan terpresisi. Mengacu pada definisi yang diberikan oleh Food and Drug Administration, precision medicine atau yang lebih sering digembar-gemborkan sebagai personalized medicine adalah pengobatan atau pencegahan penyakit yang memperhitungkan perbedaan genetik, lingkungan dan gaya hidup. Pengutasan DNA manusia memungkinan perencanaan pengobatan yang disesuaikan dengan kondisi gen seseorang. Sebagai contoh, kasus paling ternama Angelina Jolie yang melakukan double mastektomi (pengangkatan payudara) karena membawa mutasi langka di gen BRCA1 yang berpotensi menyebabkan kanker payudara di usia tua. Contoh lain adalah pemilihan obat untuk penyumbatan pembuluh darah (thrombosis). Pengobatan penyakit ini sangat tergantung pada aktivitas gen CYP2C19, padahal aktivitas gen ini sangat bervariasi pada manusia sehingga dosis dan pemilihan obat dengan mekanisme kerja efektif dibutuhkan dalam rangka menyembuhkan [4].

Zaman Data Besar (Big Data)
Konsekuensi dari datangnya informasi genom manusia adalah datangnya kebutuhkan akan penyimpanan dan pengolahan data dalam jumlah besar. Sebagai informasi, jumlah data yang dapat dihasilkan oleh satu mesin Illumina Hiseq 1000 adalah sebesar 300 GB dalam satu kali jalan. Data ini nyaris seratus kali lebih besar dari ukuran genom manusia itu sendiri dikarenakan metode terbaru ini memiliki kelemahan dari segi akurasi, sehingga pengutasan terhadap suatu lokasi pada DNA harus diulang kurang lebih seratus kali untuk mencapai hasil yang memuaskan. Kebutuhan akan metode pengompresi data ataupun profesi pengolah data akan sangat tinggi. Sebagai contoh, rataan biaya penyimpanan data ternyata menurun lebih lambat dari rataan biaya pengutasan [5]. Di masa yang akan datang dimana peminatan akan sangat tinggi, profesi terkait penyimpanan dan pengolahan data dalam jumlah besar dan bindang bioinformatika akan semakin marak, membuka peluang bisnis baru.

Menghubungkan Dunia
Di bulan Juni 2016, Momondo, salah satu agen perjalanan merilis sebuah video dari proyek mereka yang berjudul The DNA Journey. Orang-orang di dalam video diminta untuk menceritakan garis keturunan yang mereka percayai dan diminta untuk membandingkan hasilnya dengan uji DNA mereka. Walaupun banyak menuai protes dan kritik, video tersebut menyampaikan pesan bahwa terkadang apa yang kita pikirkan mengenai garis keturunan kita terkadang tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Beberapa peserta bahkan sama sekali tidak menyangka kalau mereka berbagi garis keturunan dengan etnis-etnis tertentu yang tidak mereka sukai. Teknologi ini mampu memberikan bukti secara empiris dengan biaya rendah bahwa semua manusia pada dasarnya adalah bersaudara. Sentimen negatif, prejudis, dan stigma terhadap ras atau etnis tertentu hanyalah karangan manusia belaka.

Konsekuensi negatif
Sejak tahun 2008 lalu, presiden AS waktu itu, George W. Bush telah meresmikan Undang-undang anti Diskriminasi Informasi Genetic (Genetic Information Non-discrimination Act) di AS [7] untuk mengantisipasi maraknya penggunaan teknologi pengutasan genetik ini. Suka atau tidak, beredarnya informasi genetik sesorang di ranah publik dapat berdampak buruk bagi pemiliknya. Bayangkan ketika agen asuransi Anda tahu bahwa dalam waktu dekat Anda akan terkena kanker prostat, atau saingan politik Anda tahu bahwa Anda ternyata merupakan keturunan dari etnis tertentu yang bisa dipolitisasi. Yang lebih buruk lagi, bagaimana jika Anda dikloning tanpa sepengetahuan Anda atau utas DNA Anda dikopi dan dijadikan barang bukti di kasus kejahatan dimana Anda tidak terlibat sama sekali? Privasi, pembajakan, dan diskriminasi genetik adalah isu-isu yang akan mendominasi dunia di masa yang akan datang.

sumber : http://sainspop.com/mari-mengenal-dna-bagian-4/