Apa yang dimaksud pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan?

Sumberdaya hayati laut khususnya perikanan tangkap merupakan sumberdaya yang unik yaitu open acces dan common property sehingga dalam pemanfaatannya kemungkinan akan mengalami overfishing apabila ditangani dengan konsep ramah lingkungan dan keberlanjutan.

Hal ini dikarenakan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya ikan tersebut harus dilakukan eksploitasi dengan penangkapan oleh nelayan. Sehingga diperlukan suatu usaha pengelolaan terhadap eksploitasi sumberdaya ikan tersebut agar dapat dibatasi untuk generasi yang akan datang.

Dalam Undang-Undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004, dijelaskan bahwa pengelolaan sumberdaya ikan adalah semua upaya yang dilakukan bertujuan mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan secara optimal dan terus menerus atau berkelanjutan (sustainable).

Menurut Fauzy dan Anna (2005) paradigma pembangunan perikanan pada dasarnya mengalami perubahan dari paradigma konservasi (biologi) ke paradigma rasionalisasi (ekonomi) kemudian ke paradigma sosial/komunitas. Walaupun demikian, ketiga paradigma tersebut masih tetap relevan dalam kaitan dengan pembangunan perikanan yang berkelanjutan dan harus mengakomodasi ketiga aspek tersebut.

Konsep pembangunan perikanan yang berkelanjutan sendiri mengandung beberapa aspek, antara lain :

  1. Ecological sustainability (keberlanjutan ekologi)
    Dalam pandangan ini memelihara keberlanjutan stok/biomass sehingga tidak melewati daya dukungya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas dari ekosistim menjadi pertimbangan utama.

  2. Socioeconomic sustainabilty (keberlanjutan sosio-ekonomi)
    Konsep ini mengandung makna bahwa pembangunan perikanan harus memperhatikan keberlanjutan dari kesejahteraan pelaku perikanan baik pada tingkat individu ataupun pada tahap industri perikanan. Dengan kata lain mempertahankan atau mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi merupakan pertimbangan dalam kerangka keberlanjutan ini.

  3. Community sustainability (keberlanjutan masyarakat)
    Konsep ini mengandung makna bahwa keberlanjutan kesejahteraan dari sisi komunitas atau masyarakat haruslah menjadi perhatian membangunan perikanan yang berkelanjutan.

  4. Institutional sustainability (keberlanjutan kelembagaan)
    Dalam kerangka ini keberlanjutan kelembagaan yang menyangkut pada regulasi dan kebijakan tentang pengelolaan perikanan tangkap seperti : kegiatan memelihara aspek finansial dan administrasi yang sehat merupakan prasyarat dari ketiga pembanguan berkelanjutan di atas.

Dengan demikian jika setiap komponen dilihat sebagai komponen yang penting untuk menunjang keseluruhan proses pembangunan berkesinambungan, maka kebijakan pembangunan perikanan yang berkesinambungan harus mampu memelihara tingkat prioritas dari setiap komponen sustainable tersebut. Dengan kata lain keberlanjutan sistim akan menurun melalui kebijakan yang ditujukan hanya untuk mencapai satu elemen keberlanjutan saja.

Alder et.al (2000) dalam Fauzy dan Anna (2005) pendekatan yang holisti tersebut harus mengakomodasi berbagai komponen yang menentukan keberlanjutan pembangunan perikanan. Komponen tersebut menyangkut aspek ekologi, ekonomi, teknologi, sosiologi dan aspek etis. Dari setiap komponen atau dimensi ada beberapa atribut yang harus dipenuhi sebagai keberlanjutan.

Beberapa komponen tersebut adalah:

  • Ekologi: tingkat eksploitasi, keragaman rekruitmen, perubahan ukuran tangkap, dan hasil tangkapan ikan sampingan (by catch) serta produktifitas primer.
  • Ekonomi: kontribusi perikanan terhadap GDP, penyerapan tenaga kerja, sifat kepemilikan, tingkat subsidi dan alternatif income.
  • Sosial: pertumbuhan komunitas, status konflik, tingkat pendidikan, dan pengetahuan lingkungan (environmental awareness).
  • Teknologi: lama trip, tempat pendaratan, selektifitas alat, rumpon (Fish Aggregating Device’s/FADs), ukuran kapal dan efek samping dari alat tangkap.
  • Etik: kesetaraan, ilegal fishing, mitigasi terhadap habitat, mitigasi terhadap ekosistim dan sikap terhadap limbah dan by catch.

Keseluruhan komponen ini diperlukan sebagai prasarat dari dipenuhinya pembangunan perikanan yang berkelanjutan sebagaimana diamanatkan dalam Fisheries and Agriculture Organitation (FAO) code of conduct for responsible fisheries. Apabila kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan dan holistik ini tidak dipenuhi maka pembangunan perikanan akan mengarah ke degradasi lingkungan, over-eksploitasi dan destructive fishing practices.

Hal ini dipicu oleh keinginan untuk memenuhi kepentingan sesaat (generasi kini) atau masa kini sehingga tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan diarahkan sedemikian rupa untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya untuk masa kini. Akibatnya, kepentingan lingkungan diabaikan dan penggunaan teknologi yang “quick yielding” yang sering bersifat tidak konstruktif seperti penangkapan ikan dengan menggunakan bom.

Adapun menurut Gulland (1982) tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi :

  1. Tujuan yang bersifat fisik-biologik, yaitu dicapainya tingkat pemanfaatan dalam pada level maksimum yang lestari (Maximum Sustainable Yield = MSY).
  2. Tujuan yang bersifat ekonomik, yaitu tercapainya keuntungan maksimum dari pemanfaatan sumberdaya ikan atau maksimalisasi profit (net income) dari perikanan.
  3. Tujuan yang bersifat sosial, yaitu tercapainya manfaat sosial yang maksimal, misalnya maksimalisasi penyediaan pekerjaan, menghilangkan adanya konflik kepentingan diantara nelayan dan anggota masyarakat lainnya.

Dwiponggo (1983) dalam Purwanto (2003) mengatakan bahwa tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan dapat dicapai dengan :

  1. Pemeliharaan proses sumberdaya perikanan, dengan memelihara ekosistem penunjang bagi kehidupan sumberdaya ikan.
  2. Menjamin pemanfaatan berbagai jenis ekosistem secara berkelanjutan.
  3. Menjaga keanekaragaman hayati (plasma nutfah) yang mempengaruhi ciri-ciri, sifat dan bentuk kehidupan.
  4. Mengembangkan perikanan dan teknologi yang mampu menumbuhkan industi yang mengamankan sumberdaya secara konsisten dan bertanggung jawab.

Berdasarkan prinsip tersebut maka Purnomo (2002), pengelolaan sumberdaya perikanan harus memiliki strategi sebagai berikut :

  1. Menjaga struktur komunitas jenis ikan yang produktif dan efisien agar serasi dengan proses perubahan komponen habitat dengan dinamika antara populasi.
  2. Mengurangi laju intensitas penangkapan agar sesuai dengan kemampuan produksi dan daya pulih kembali sumberdaya ikan, sehingga kapasitas yang optimal dan lestari dapat terjamin.
  3. Mengendalikan dan mencegah setiap usaha penangkapan ikan yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan maupun pencemaran lingkungan perairan secara langsung maupun tidak langsung.