Apa yang dimaksud Konseling Realita?

Apa yang dimaksud Konseling Realita?

Konseling realita merupakan suatu bentuk pertolongan yang praktis, relatif sederhana dan bentuk bantuan langsung kepada konseli yang dapat dilakukan oleh guru pembimbing atau konselor di sekolah dalam rangka mengembangkan dan membina kepribadian/kesehatan mental konseli secara sukses, dengan cara memberi tanggung jawab kepada konseli yang bersangkutan.

Lebih lanjut lagi, apa yang dimaksud konseling realita?

Konseling realita merupakan konsep konseling yang menekankan pada tanggung jawab konseli dalam menyikapi keadaannya sekarang. Pendekatan konseling realita tidak terpaku pada kejadian-kejadian di masa lalu, namun lebih mendorong konseli untuk menghadapi realitanya dengan menekankan pada pengubahan tingkah laku yang lebih bertanggungjawab dengan merencanakan dan melakukan tindakan-tindakan tersebut.

Corey (2007) mengatakan :

“inti dari konseling realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan mental.”

Karakteristik Konseling Realita


Menurut Corey (2007) ciri-ciri konseling realita adalah sebagai berikut:

  1. Terapi realitas menolak konsep tentang penyakit mental.
  2. Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap.
  3. Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan masa lampau.
  4. Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai.
  5. Terapi realitas tidak menekankan transferensi.
  6. Terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ketidaksadaran.
  7. Terapi realitas menghapus hukuman.
  8. Terapi realitas menekankan tanggung jawab.

Tujuan Konseling Realita


Konseling realita memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan konseling realita terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum konseling realita adalah :

  1. Membantu individu mencapai otonomi

  2. Membantu individu dalam menentukan dan memperjelas tujuan individu.

  3. Membantu individu menemukan alternatif-alternatif dalam mencapai tujuan-tujuan, namun individu tersebut yang menetapkan tujuan-tujuan terapi ini.

Sedangkan tujuan khusus dari konseling realita harus diungkapkan dari segi konsep tanggung jawab individual alih-alih dari segi tujuan-tujuan bagi dirinya sendiri. Hal ini seperti yang dikemukakan Corey (2007) :

“klien dituntut bertanggung jawab dalam pemenuhan tujuan-tujuan klien dalam melaksanakan rencana-rencananya secara mandiri.”

Peran Konselor pada Konseling Realita


Menurut Corey (2007) disebutkan bahwa peran terapis adalah :

  1. Bertindak sebagai pembimbing yang membantu klien agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realitis.

  2. Memasang batas-batas, mencakup batas-batas dalam situasi terapeutik dan batas-batas yang ditempatkan oleh kehidupan pada seseorang.

  3. Terlibat dengan klien serta melibatkan klien dalam proses terapeutik.

Selain itu, konselor mempunyai peran sebagai:

  1. Motivator; penyalur tanggungjawab,

  2. Moralist ; yang memegang peran untuk menentukan kedudukan nilai dari tingkah laku yang dinyatakan kliennya,

  3. Guru; yang berusaha mendidik konseli agar memperoleh berbagai pengalaman dalam mencapai harapannya,

  4. Contractor (pengikat janji); artinya peranan konselor punya batas-batas kewenangan, baik berupa limit waktu, ruang lingkup kehidupan konseli yang dapat dijajagi maupun akibat yang dapat ditimbulkannya.

Prosedur Konseling Realita


Dalam menerapkan prosedur konseling realitas, Wubbolding (dalam Corey:2005) mengembangkan sistem WDEP mengacu pada kumpulan strategi: W = wants and needs (keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan), D = direction and doing (arah dan tindakan), E = self evaluation (evaluasi diri), dan P = planning (rencana dan tindakan).

Di samping itu perlu diingat bahwa dalam konseling realita harus terlebih dahulu diawali dengan pengembangan keterlibatan. Oleh karenanya sebelum melaksanakan tahapan WDEP harus didahului dengan tahapan keterlibatan ( involvement ).

Teknik Konseling Realita


Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, konselor bisa menggunakan beberapa teknik sebagai beriku :

  1. Terlibat permainan peran dengan klien.
  2. Menggunakan humor.
  3. Mengkonfrontasi klien dan menolak dalih apapun.
  4. Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan
  5. Bertindak sebagai model dan guru
  6. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi
  7. Menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengkonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis.
  8. Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif (Corey 2007)

Konsep Konseling Realita

Konseling individual adalah bantuan yang diberikan oleh konselor kepada seorang siswa dengan tujuan berkembangnya potensi siswa, mampu mengatasi maslah sendiri, dan dapat menyesuaikan secara positif (Willis, 2004: 35). Adapun tujuan dari konseling inidividual adalah untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan membantu yang membutuhkannya (Willis, 2004:2). Dengan adanya tujuan konseling maka dapat menumbuhkan, mengembangkan, dan membantu individu diharapkan individu dapat menyelesaikan semua masalah yang dihadapi.

Dalam pembahasan ini akan dijelaskan mengenai pengertian konseling realita, karaktistik konseling realita, tujuan konseling realita, tahapan konseling realita, peran konselor dan teknik-teknik konseling realita.

Konseling realita merupakan suatu bentuk pertolongan yang praktis, relatif sederhana dan bentuk bantuan langsung kepada konseli yang dapat dilakukan oleh guru pembimbing atau konselor di sekolah dalam rangka mengembangkan dan membina kepribadian/kesehatan mental konseli secara sukses, dengan cara memberi tanggung jawab kepada konseli yang bersangkutan. Terapi realitas lebih menekankan masa kini, maka dalam memberikan bantuan tidak perlu melacak sejauh mungkin pada masa lalunya, sehingga yang paling penting di sini adalah mengenai bagaimana konseli dapat memperoleh kesuksesan pada masa yang akan datang.

Konseling realita merupakan konsep konseling yang menekankan pada tanggung jawab konseli dalam menyikapi keadaannya sekarang. Pendekatan konseling realita tidak terpaku pada kejadian-kejadian di masa lalu, namun lebih mendorong konseli untuk menghadapi realitanya dengan menekankan pada pengubahan tingkah laku yang lebih bertanggungjawab dengan merencanakan dan melakukan tindakan-tindakan tersebut. Corey (2007:263) mengatakan “inti dari konseling realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan mental.” Konseling realita didasarkan pada pencegahan terhadap konseli yang mengasumsikan tanggung jawab pribadi bagi kesuksesan dirinya sendiri. Glasser (dalam Gibson 2011: 222) mengatakan “terapi realitas berfokus pada masa kini dan berusaha membuat klien paham kalau pada esensinya semua tidakan adalah pilihan untuk memenuhi kebutuhan dasar.” Penerimaan tanggung jawab ini mampu membantu konseli mencapai kematangan dirinya dengan mengandalkan dukungan internal. Konseling realita menitikberatkan kepentingannya dalam membuat perencanaan agar konseli dapat terdorong memperbaiki perilakunya sendiri.

Dalam pemenuhan tanggung jawab, tidak diperkenankan untuk mengganggu hak-hak orang lain yang seharusnya dia dapatkan. Dengan kata lain, orang tersebut harus menunjukan tingkah laku yang tepat dan menghindari tingkah laku yang salah. Penerimaan seseorang terhadap tanggung jawab pribadinya harus dilakukan sesuai dengan norma-norma yang berlaku, adat-istiadat, serta nilai-nilai kehidupan. Setiap individu harus memenuhi tanggung jawabnya sesuai dengan perannya dalam kehidupan. Setiap individu memiliki peran yang berbeda-beda sehingga mereka juga memiliki tanggung jawab yang berbeda. Pemenuhan tanggung jawab akan membuat individu merasa puas dan bangga terhadap kehidupannya, untuk itu setiap individu berusaha agar tanggung jawabnya dapat terpenuhi dengan baik. Setiap individu memiliki cara-cara yang berbeda untuk memenuhi tanggung jawab mereka, baik cara yang sesuai norma maupun dengan merampas hak-hak orang lain. Namun seharusnya pemenuhan tanggung jawab pribadi dilakukan dengan tidak merampas hak-hak orang lain. Meskipun tanggung jawab pribadi dapat terpenuhi namun hal tersebut akan menyebabkan kerugian pada orang lain. Untuk itulah seharusnya dalam pemenuhan tanggung jawab harus sesuai norma yang berlaku, adat-istiadat, serta nilai-nilai kehidupan agar tidak mengganggu kehidupan orang lain.

Referensi

https://lib.unnes.ac.id/17348/1/1301406027.pdf