Apa yang dimaksud Kohesi?

Apa yang dimaksud Kohesi?

Kohesi mengacu pada perpaduan bentuk. Kohesi menjadi aspek penting dan menjadi titik berat dalam suatu wacana. Kohesi merupakan hubungan yang logis antara kalimat kalimat dalam suatu teks atau wacana yang dinyatakan secara struktur atau leksikal. Lebih lanjut lagi, Apa yang dimaksud Kohesi?

Menurut Anton M. Moeliono (1988) yang dimaksud dengan kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik dan koheren. Henry Guntur Tarigan menyatakan bahwa suatu teks atau wacana benar-benar bersifat kohesif bila terdapat kesesuaian secara bentuk bahasa terdapat konteks (situasi dalam bahasa) (1993). Dalam pembentukan suatu wacana yang kohesif dibutuhkan sarana dan alat-alat untuk membentuknya. Menurut Henry Guntur Tarigan ada dua tipe kohesi yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal berupa referensi, substitusi, elipsis dan konjungsi. Sedangkan kohesi leksikal berupa repetisi, sinonim, antonim, kolokasi, hiponim, serta ekuivalensi.

Berikut ini jenis-jenis Kohesi, yaitu :

1. Kohesi Gramatical

  • Referensi

Referensi (pengacuan) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya (Sumarlam, 2003). Referensi merupakan ungkapan kebahasaan yang digunakan oleh seorang pembicara atau penulis untuk mengacu kepada hal-hal yang dibicarakan atau ditulis. Referensi dibedakan menjadi dua yaitu referensi endofora dan referensi eksofora. Referensi endofora adalah pengacuan pada kalimat atau bagian-bagian dalam konteksnya, sedangkan referensi eksofora adalah pengacuan yang dilakukan dengan merujuk pada hal-hal di luar konteksnya. Pengacuan secara endofora bersifat anaforis dan kataforis. Pengacuan endofora yang anaforis adalah pengacuan terhadap hal-hal yang telah disebut di depannya. Pengacuan endofora yang kataforis adalah pengacuan terhadap hal-hal yang akan disebutkan kemudian (Sumarlam 1996).

Bentuk-bentuk referensi tersebut berupa pronomina atau kata ganti. Adapun bentuk pronomina tersebut adalah sebagai berikut.

  • Pronomina Personal, yaitu kata ganti orang pertama, kedua, ketiga baik tunggal maupun jamak. Pronomina personal dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: a. kata ganti orang pertama, yaitu aku ‘saya’, kula ‘saya’, kawula ‘saya’ dalem ‘saya’. b. Kata ganti orang kedua, yaitu kowe ‘kamu’, panjenengan ‘anda’, sampeyan ‘engkau’. c. Kata ganti orang ketiga, yaitu dheweke ‘dia’, penjenenganipun ’beliau’, piyambakipun ‘beliau’.

  • Pronomina Demonstratif dibagi menjadi lima, yaitu :

  1. Pronomina demonstratif substantif diantaranya, iki ‘ini’, iku ‘iku’, ika ‘itu’, niki ‘ini’, nika ‘itu’, punika ‘itu’, puniku ‘itu’

  2. Pronomina demonstratif lokatif diantaranya, kene ‘di sini’, kono ‘di sana’, mriki ‘di sini’, mrika ‘di sana’

  3. Pronomina demonstratif deskriptif diantaranya, mangkene ‘demikian’, ngene ‘begini’, mangkono ‘demikianlah’, ngono ‘begitu’, makaten ‘demikian’

  4. Pronomina demonstratif temporal diantaranya, saiki ‘sekarang’, sapunika ‘sekarang’, mengko ‘nanti’, mangke ‘nanti’

  5. Pronomina demonstratif dimensional diantaranya, semene ‘sekian’, semono ‘sekian’, semanten ‘sekian’.

  • Pronomina Perbandingan, di antaranya lir ‘seperti’, kaya ‘seperti’, kadi ‘seperti’, kadi dene ‘seperti halnya’, prasasat ‘hampir’ dan lain sebagainya.
  1. Penyulihan (Substitusi)
    Substitusi adalah proses atau hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur untuk memperoleh unsur pembeda atau untuk menjelaskan suatu struktur tertentu (Harimurti Kridalaksana, 2001). Subtistusi terletak pada gramatikalnya. Subtitusi terbagi menjadi tiga bagian, yaitu.
  • Subtitusi nominal, unsur yang diganti dan yang menggantikan berupa nominal (kata benda)

  • Subtitusi verbal, unsur yang diganti dan yang menggantikan berupa verbal(kata kerja)

  • Subtitusi klausal, unsur yang diganti dan yang menggantikan berupa klausa (Sumarlam, 2003).

3). Pelesapan (Elipsis)

Elipsis merupakan peniadaan kata atau satuan lainyang wujud asalnya dapat diramalkan dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa (Harimurti Kridalaksana, 1993). Elipsis atau pelesapan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Unsur yang dilesapkan itu berupa kata, frasa, kausa, atau kalimat (Sumarlam, 2003). Elipsis juga disebut sebagai pelesapan, yang terbagi menjadi tiga di antaranya.

  • Elipsis norminal, unsur yang dilesapkan berupa nominal (kata benda)

  • Elipsis verbal, unsur yang dilesapkan berupa verba (kata kerja)

  • Elipsis klausal, unsur yang dilesapkan berupa klausa (Harimurti Kridalaksana, 1993).

4). Perangkaian (Konjungsi)

Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menggabungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat, dan dapat juga berupa unsur yang lebih besar dari itu. Konjungsi juga merupakan partikel yang dipergunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, atau paragraf dengan paragraf (Harimurti Kridalaksana, 1993). Konjungsi terbagi menjadi enam bagian, yaitu:

  • Konjungsi adversatif, di antaranya nanging ‘tetapi’

  • Konjungsi kausatif, di antaranya amarga ‘karena’, amargi ‘karena’

  • Konjungsi koordinatif, di antaranya lan ‘dan’, sarta ‘dan/ dengan’, kaliyan ‘dengan’, utawa ‘atau’, utawi ‘atau’

  • Konjungsi korelatif, di antaranya embuh ‘tidak tahu’

  • Konjungsi subordinatif, di antaranya bilih ‘bila’, menawa ‘jika’, menawi ‘jika’

  • Konjungsi temporal, di antaranya sadurunge ‘sebelumnya’, saderengipun ‘sebeumnya’, sawise ‘sesudahnya’(Harimurti Kridalaksana, 1993).

2. Kohesi Leksikal

Kohesi leksikal repetisi (pengulangan), sinonim (persamaan kata), antonim (lawan kata), hiponim, kolokasi, dan ekuivalensi. Adapu pengertiannya adalah sebagai berikut.

1). Repetisi (Pengulangan)

Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu :

  • Repetisi epizeuksis, ialah pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut.

  • Repetisi tautotes pengulangan satuan lingual (kata) beberapa kali dalam sebuah konstruksi.

  • Repetisi anaphora pengulangan satuan lingual (kata) yang berupa kata atau fraa pertama pada tiap baris atau kaliat berikutnya. Pengulangan pada tiap baris biasanya terjadi dalam puisi, sedangkan pengulangan pada tiap kalimat terdapat dalam prosa.

  • Repetisi epistrofa pengulangan satuan lingual (kata)/ frasa pada akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut- turut.

  • Repetisi simploke pengulangan satuan lingual (kata) pada awal dan akhir beberapa baris/ kalimat berturut-turut.

  • Repetisi mesodiplosis pengulangan satuan lingual (kata) di tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut.

  • Repetisi epanalepsis pengulangan satuan lingual (kata) yang kata/ frasa terakhir dari baris/ kalimat itu merupakan pengulangan kata/ frasa yang pertama.

  • Repetisi anadiplosis pengulangan satuan lingual (kata)/ frasa terakhir dan baris/ kalimat itu menjadi kata/ frasa pertama pada baris/ kalimat berikutnya (Sumarlam, 2003).

2). Sinonimi (Padan Kata)

Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain (Abdul Chaer, 1990). Atau sinonimi dapat juga berarti bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk lain, kesamaan itu berlaku bagi kata, kelompok kata atau kalimat, walaupun umumnya yang dianggap sinonim hanyalah kata-kata saja (Harimurti Kridalaksana, 1993).

Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung kepaduan wacana. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana. Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) sinonimi antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat), (2) kata dengan kata, (3) kata dengan frasa atau sebaliklnya, (4) frasa dengan frasa, (5) klausa/ kalimat dengan klausa/ kalimat.

3). Antonimi (Lawan Kata)

Antonimi secara harafiah dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda yang lain. Secara semantik antonym yaitu ungkapan yang maknanya dianggap kebalikan dari ungkapan yang lain (Abdul Chaer, 1990). Atau antonimi dapat disebut sebagai leksem yang berpasangan secara antonimi yaitu oposisi makna dalam pasangan leksikal yang dapat dijenjangkan.

4). Kolokasi (Kata Sanding)

Kolokasi merupakan asosiasi yang tetap antara kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat (Harimurti Kridalaksana, 2001).

5). Hiponimi (Hubungan atas Bawah)

Hiponimi adalah sama dengan sinonimi, hanya dalam hiponimi unsur pengulangannya mempunyai makna yang mencakupi makna unsur pengulangan. Pendapat lain mengatakan bahwa hiponimi merupakan hubungan dalam semantik antara makna spesifiks dan makna genetik (Harimurti Kridalaksana, 2001).

6). Ekuivalensi (Kesepadanan)

Ekuivalensi dalam wacana dapat berupa kata-kata yang maknanya berdekatan dan merupakan lawan kata dari kesamaan bentuk hasil proses afiksasi.

Kohesi atau kepaduan dalam suatu wacana mutlak diperlukan agar teks yang disajikan memiliki hubungan yang saling berkaitan secara logis dan sistematis. Menurut Halliday (1985) pengertian kohesi adalah “The non-structural resources for discourse are what are referred to by the term cohesion.”

Pendapat lain diberikan oleh Schmidt (1995) mengenai pengertian kohesi yaitu “Cohesion means that different parts of something stick together.” Unsur-unsur dalam wacana saling mengikat sehingga memberikan makna yang saling bertalian.

Sejalan dengan pengertian sebelumnya mengenai definisi kohesi, lebih lanjut Halliday (1976) mengungkapkan bahwa kohesi adalah “Cohesion expresses the continuity that exists between one part of the text and another.” Kohesi menunjukkan kelancaran antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain dalam suatu teks. Kohesi diperlukan untuk membuat konsep dari suatu teks agar bagian-bagian dalam teks tersebut saling berurutan.

Menurut Trask (1999) definisi kohesi yaitu “Cohesion is the presence in a discourse of explicit linguistic links which provide structure.” Kohesi menjadikan kalimat dalam setiap wacana memiliki kepaduan dan struktur yang mudah dipahami, setiap alur dalam kalimatnya memiliki makna yang saling berhubungan.

Menurut Markels (1984) bahwa " C ohesion elevates a random collection of sentence to status of a text, and in the process impart meaning, insight, and purpose to those sentence". Jadi menurut Markels bahwa kohesi meningkatkan koleksi acak kalimat untuk status teks, dan dalam proses menyampaikan makna, wawasan, dan tujuan kalimat tersebut.

Hal serupa senada dengan Taboada (2004) bahwa “Cohesion occurs when the interpretation of another of some element in the discourse depend on the interpretation of another one, whether preceding or following”. Jadi menurut Taboada bahwa kohesi terjadi ketika interpretasi lain dari beberapa elemen dalam wacana tergantung pada interpretasi yang lain, baik sebelum atau setelah.

Dari lima definisi di atas dapat diidentifikasikan bahwa terdapat lima syarat kohesi yaitu:

  1. Bagian-bagian yang saling berkaitan satu sama lain.
  2. Saling berkesinambungan antar bagian teks.
  3. Adanya linguistic link .
  4. Meningkatkan pemahaman terhadap teks atau kalimat.
  5. Adanya elemen-elemen yang saling ketergantungan (dalam kaitannya dengan pemahaman dalam wacana).