Delik Kesusilaan dalam KUHP diatur di dalam Bab XIV Buku II yang merupakan Kejahatan dan dalam Bab VI Buku III termasuk jenis Pelanggaran.
Dalam bab XIV tentang Kejahatan terhadap Kesusilaan dimuat jenis-jenis delik Kesusilaan (Pasal 281 samapai Pasal 303 KUHP) yang meliputi perbuatan-perbuatan:
1. Pasal 281 KUHP
Ketentuan pidana yang melarang orang dengan sengaja merusak kesusilaan di depan umum oleh pembentuk undang-undang telah diatur didalam Pasal 281 KUHP, yang rumusanya berbunyi sebagai berikut:
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
- Barangsiapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
- Barangsiapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada disitu bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.
Sebagaimana yang telah dikatakan diatas, unsur subjektif dari tindak pidana yang diatur dalam Pasal 281 KUHP ialah unsur opzettelijk atau dengan sengaja. Unsur dengan sengaja ini ditinjau dari penempatannya di dalam rumusan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 281 KUHP, meliputi unsur- unsur seperti, merusak kesusilaan dan di depan umum.
Menurut R.Soesilo dalam bukunya “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komerntarnya Lengkap Pasal Demi Pasal”, bahwa kata kesopanan disini dalam arti kata “kesusilaan” yaitu perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin. Misalnya bersetubuh, meraba tempat kemaluan wanita, memperlihatkan anggota kemaluan wanita atau pria, mencium dan sebagainya. Kejahatan terhadap kesopanan ini semuanya dilakukan dengan suatu “perbuatan”.
Agar pelaku dapat dinyatakan terbukti telah memenuhi unsur dengan sengaja tersebut, di sidang pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara pelaku, hakim dan penuntut umu harus data membuktikan:
- Bahwa pelaku memang mempunyai kehendak atau maksud untuk melakukan perbuatan merusak kesusilaan;
- Bahwa pelaku memang mengetahui yakni bahwa perbuatannya itu ia lakukan di depan umum.
Jika kehendak atau maksud dan pengetahuan pelaku ataupun salah satu dari kehendak atau pengetahuhan pelaku diatas ternyata tidak dapat dibuktikan, maka tidak ada alasan bagi penuntut umum untuk menyatakan pelaku terbukti memenuhi unsur dengan sengaja yang terdapat di dalam rumusan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 281 KUHP, dan hakim akan memberikan putusan bebas bagi pelaku.
Untuk dapat menyatakan pelaku terbukti telah memenuhi unsur dengan sengaja yang terdapat dalam rumusan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 281 KUHP, hakim tidak perlu menggatungkan diri pada adanya pengakuan dari pelaku yang dalam praktik memang sulit dapat diharapkan, melainkan ia dapat menarik kesimpulan dari kenyataan yang terungkap di sidang pengadilan, misalnya dari keterangan yang diberikan oleh pelaku sendiri atau dari keteragan yang diberikan oleh para saksi.
Apa sebabnya hakim atau penuntut umum harus dapat membuktikan tentang adanya kehendak atau maksud para pelaku untuk melakukan perbuatan merusak kesusilaan dan apa sebabnya hakim atau penuntut umum harus dapat membuktikan tentang adanya pengetahuan pelaku bahwa perbuatan yang ia lakukan di depan umum, kiranya sudah cukup jelas, yakni karena baik menurut memori jawaban atau menrut Memorie van Antwoord dari Menteri Kehakiman maupun menurut penjelasan atau menurut Memorie van Toelichting mengenai kata opzet atau dengan sengaja, yakni bahwa opzet itu mempunyai arti sebagai willens en wetens atau sebagai menghendaki dan mengetahui.
Unsur objektif dari tindak pidana dengan sengaja merusak kesusilaan di depan umum seperti yang diatur dalam Pasal 281 KUHP ialah unsur barangsiapa. Yang dimaksud dengan barangsiapa ialah orang atau orang- orang, yang apabila orang atau orang-orang tersebut terbukti memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam Pasal 281 KUHP mereka itu dapat disebut sebagai pelaku atau sebagai pelaku-pelaku dari tindak pidana tersebut.
2. Pasal 282 KUHP
Tindak pidana menyebarluaskan, mempertunjukkan secara terbuka, secara tulisan, gambar atau benda yang menyinggung kesusilaan oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam Pasal 282 ayat 1 sampai dengan ayat 3 KUHP yang berbunyi:
-
Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang- terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
-
Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umumtulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, ataupun barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan dimuka umum, membikin, memasukkan ke dalam negeri, meneruskan mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, atau barangsiapa secara terang- terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan atau menunjuk sebagai bisa diperoleh, diancam, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga bahwa tulisan, gambaran atau benda itu melanggar kesusilaan, dengan pidana paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
-
Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama sebagai pencarian atau kebiasaan, dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak tujuh puluh lima ribu rupiah.
Menurut pasal 282 KUHP, pelaku harus mengetahui isi dari tulisan, gambar atau benda yang ia perunjukkan secara terbuka atau yang ia tempelkan dan lain-lainnya. Tidaklah perlu bahwa pelaku telah menganggapnya sebagai bersifat menyinggung kesusilaan atau bahwa ia sendiri telah bermaksud untuk memandang tulisan, gambar atau benda tersebut sebagai mempunyai sifat yang menyinggung kesusilaan.
Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 282 ayat 2 pada dasarnya adalah sama dengan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 282 ayat 1 KUHP, kecuali unsur subjektifnya, yakni karena bagi tindak pidana yang diatur dalam Pasal 282 ayat 2 KUHP, undang-undang hanya mensyaratkan adanya unsur culpa pada diri pelaku. Hal mana terbukti dengan dipakainya kata-kata yang sepantasnya harus ia duga di dalam rumusan tindak pidana tersebut.
3. Pasal 283 KUHP
Tindak pidana menawarkan, menyerahkan, dan lain-lain suatu tulisan, gambar, dan lain-lain yang sifatnya melanggar kesusilaan kepada seorang anak di bawah umur. Suatu ketentuan pidana yang dibentuk khusu untuk melindungi anak-anak di bawah umur terhadap perbuatan-perbuatan menawarkan, menyerahkan dan lain-lain suatu tulisan, suatu gambar dan lain- lain yang sifatnya melanggar kesusilaan oleh pembentuk undang-undang diatur dalam Pasal 283 ayat 1 sampai 3 yang berbunyi:
-
Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Sembilan ribu rupiah, barangsiapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa, dan yang diketahui atau sepatutnya harus di duga bahwa umumnya belum tujuh belas tahun, jika isi tulisan, gambaran, benda atau alat itu telah diketahuinya.
-
Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa membacakan isi tulisan yang melanggar kesusilaan di muka orang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat yang lalu, jika isi tadi telah diketahuinya.
-
Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Sembilan ribu rupiah, barangsiapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan atau memerlihatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seseorang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat pertama, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan atau alat itu adalah alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan.
Tindak pidana yang diatur dalam pasal 283 ayat 1 KUHP ternyata mempunyai dua unsur subjektif, masing-masing unsur yang diketahui menunjukkan bahwa undang-undang telah mensyaratkan keharusan adanya unsur kesengajaan pada diri pelaku dan untuk yang sepantasnya harus dapat ia duga yang menunjukkan bahwa di samping unsur kesengajaan, undang- undang ternyata juga telah mensyaratkan unsur ketidaksengajaan, sehingga orang dapat mengatakan bahwa tindak pidana yang diatur dalam Pasal 283 ayat 1 KUHP itu mempunyai unsur-unsur subjektif yang proparte dolus dan proparte culpa atau mempunyai unsur-unsur subjektif yang sebagian dolus dan sebagian culpa.
Dilihat dari penempatannya di dalam rumusan tindak pidana unsur- unsur subjektif yang ia ketahui dan yang sepantasnya harus ia duga itu ternyata hanya meliputi unsur-unsur seorang anak yang belum dewasa dan bahwa anak itu belum mencapai usia tujuh belas tahun.
4. Pasal 284 KUHP
Tindak pidana perzinaan atau overspel oleh pembentuk undang- undang telah diatur dalam pasal 284 KUHP yang berbunyi:
-
Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan:
1 a. Seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa Pasal 27 BW berlaku baginya,
1 b. Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;
2 a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
2 b. Seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan Pasal 27 BW berlaku baginya.
-
Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku Pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.
-
Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
-
Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.
-
Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
Tindak pidana perzinaan atau overspel yang dimaksudkan dalam Pasal 284 KUHP merupakan suatu opzettleijk delict atau suatu tindak pidana yang harus dilakukan dengan sengaja. Artinya unsur kesengajaan tersebut harus terbukti ada pada diri pelaku, agar ia dapat dinyatakan terbukti telah memenuhi unsur kesengajaan dalam melakukan salah satu tindak pidana perzinaan dari tindak pidana perzinaan yang diatur dalam Pasal 284 KUHP.
Tentang perbuatan yang apabila dilakukan orang, dapat dipandang sebagai suatu perzinaan, ternyata undang-undang tidak memberikan penjelasannya, seolah-olah yang dimaksudkan dengan perzinaan sudah jelas bagi setiap orang.
Kata “zina’ di dalam Pasal 284 KUHP mempunyai pengertian lain dari kata zina di dalam hukum Islam, sehingga dapat dimengerti Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI telah berusaha untuk menemukan satu kata yang lebih tepat bagi kata overspel di dalam Pasal 284 ayat 1 KUHP, yang biasanya telah diterjemahkan orang dengan kata zina.
Perlu diketahui bahwa perbuatan mengadakan hubungan kelamin yang dilakukan oleh dua orang dari jenis kelamin yang berbeda bukan merupakan perzinaan misalnya yang dilakukan oleh seorang suami dengan istrinya atau yang dilakukan oleh seorang istri dengan suaminya.
Alasan yang membuat pembentuk undang-undang telah menjadikan tindak pidana perzinaan sebagai tindak pidana yang membuat para pelakunya hanya dapat dituntut jika ada pengaduan karena apabila pihak yang merasa dirugikan oleh para pelaku ternyata tidak mempunyai keinginan untuk mengajukan gugatan perceraian, maka tidak terdapat suatu dasar yang kuat untuk memberikan wewenang kepada pihak tersebut yakni untuk meminta kepada alat-alat negara agar terhadap pihak-pihak yang telah merugikan dirinya itu dilakukan penuntutan menurut hukum pidana. Sehingga pengaduan yang misalnya telah diajukan oleh seorang suami terhadap seorang pria yang telah berzina dengan istrinya maka bukan hanya pengaduan yang ditujukkan kepada pria itu saja melainkan ditujukkan kepada istrinya sendiri juga.
5. Pasal 285 KUHP
Tindak pidana pemerkosaan atau verkrachting oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam Pasal 285 KUHP yang berbunyi:
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”
Menurut wijono Prodjodikoro, kata perkosaan sebagai terjemahan dari kualifikasi aslinya dalam bahasa Belanda yakni verkrachting tidaklah tepat. Dalam bahasa Belanda istilah verkrachting sudah berarti perkosaan untuk bersetubuh, sedangkan dalam Bahasa Indonesia kata perkosaan saja sama sekali belum menunjuk pada pengertian perkosaan untuk bersetubuh. Wirjono Prodjodikoro juga memberikan perbedaan lain antara tindak pidana perkosaan dan pencabulan adalah bahwa perkosaan untuk bersetubuh hanya dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan, sedangkan untuk cabul dapat juga dilakukan oeh seorang perempuan terhadap seorang laki-laki.
Di dalam rumusan Pasal 285 KUHP tidak mensyaratkan keharusan adanya unsur kesengajaan pada diri pelaku dalam melakukan perbuatan yang dilarang, tetapi dengan dicantumkannya unsur memaksa di dalam rumusan terebut, kiranya sudah jelas bahwa tindak pidana perkosaan seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 285 KUHP itu harus dilakukan dengan sengaja.
Untuk dapat menyatakan seorang terdakwa yang didakwa melanggar pasal 285 KUHP terbukti memiliki kesengajaan melakukan tindak pidana perkosaan, maka hakim maupun penuntut umum harus dapat membuktikanya di sidang pengadilan dengan melihat beberapa sisi:41
-
Adanya kehendak atau maksud terdakwa memakai kekerasan;
-
Adanya kehendak atau maksud terdakwa untuk mengancam akan memakai kekerasan;
-
Adanya kehendak atau maksud terdakwa untuk memaksa;
-
Adanya pengetahuan pada terdakwa bahwa yang dipaksa itu adalah seorang wanita yang bukan istrinya;
-
Adanya pengetahuan pada terdakwa bahwa yang dipaksakan untuk dilakukan oleh wanita tersebut ialah untuk mengadakan hubungan kelamin dengan dirinya di luar perkawinan.
Perbuatan memaksa dapat dilakukan dengan perbuatan dan dapat juga dilakukan dengan ucapan. Perbuatan membuat seorang wanita menjadi terpaksa bersedia mengadakan hubungan kelamin, harus dimasukkan ke dalam pengertian memaksa seorang wanita mengadakan hubungan kelamin, walaupun yang menanggalkan semua pakaian yang dikenakan oleh wanita tersebut adalah wanita itu sendiri. Dalam hal ini kiranya sudah jelas, bahwa keterpaksaan wanita tersebut harus merupakan akibat dari dipakainya kekerasan dan ancaman kekerasan oleh pelaku atau oleh salah seorang dari para pelaku.
6. Pasal 286 KUHP
Tindak pidana yang mengadakan hubungan kelamin dengan wanita yang sedang berada dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam ketentuan Pasal 286 KUHP yang berbunyi:
“Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
Unsur-unsur yang terkandung di dalam Pasal 286 KUHP ini salah satunya menerangkan bahwa mengadakan hubungan dengan seorang wanita yang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya. Wanita yang dalam keadaan pingsan ialah keadaan dimana wanita tersebut tidak sadar sepenuhnya, dan yang dimaksudkan dengan tidak berdaya adalah berada dalam keadaan tidak berdaya secara fisik yang membuat wanita tersebut tidak berdaya untuk melakukan perlawanan.
Agar seorang terdakwa dapat dinyatakan terbukti mempunyai kesengajaan dalam melakukan tindak pidana tersebut, maka penegak hukum harus dapat membuktikan:
- Tentang adanya kehendak, maksud, atau niat terdakwa untuk mengadakan suatu hubungan kelamin di luar pernikahan dengan seorang wanita.
- Tentang adanya pengetahuan terdakwa bahwa wanita tersebut sedang berada dalam keadaan pingsan atau dalam keadaan tidak berdaya.
7. Pasal 287 KUHP
Tindak pidana mengadakan hubungan kelamin diluar pernikahan dengan seorang wanita yang belum mencapai usia lima belas tahun atau yang belum dapat dinikahi oleh pembentuk undang-undang telah diatur di dalam Pasal 287 KUHP yang tersirat:
-
Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum mampu dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.
-
Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umumnya wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal tersebut Pasal 291 dan Pasal 294.
Yang dimaksudkan dengan pernikahan di dalam rumusan tindak pidana yang diatur di dalam Pasal 287 ayat 1 KUHP ialah perikahan yang sah menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang tersirat:
- Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu.
- Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tersebut, di dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah RI Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Presiden RI telah menentukan:
-
Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk.
-
Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agamanya dan kepercayaanya itu selain agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan pada Kantor Catatan Sipil sebagaimana dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.
-
Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus berlau bagi tata cara pencatat perkawinan berdasarkan berbagai peraturan yang berlaku, tata cara pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana dalam sPasal 3 sampai Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini.
Di dalam pidana yang diatur dalam Pasal 287 ayat 2 KUHP, undang- undang telah menentukan bahwa pelaku dari tindak pidana yang diatur dalam Pasala 287 ayat 1 KUHP itu tidak akan dituntut kecuali jika ada pengaduan. Pengaduan yang dimaksudkan di dalamnya harus diajukan oleh korbanya sendiri, yakni wanita yang telah mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan. Pengaduan seperti yang dimaksudkan di atas tidak perlu ada, jika korban ternyata merupakan seorang wanita yang belum mencapai usia dua belas tahun.
8. Pasal 288 KUHP
Tindak pidana mengadakan hubungan kelamin dalam pernikahan dengan seorang wanita yang belum dapat dinikahi oleh pembentuk undang- undang telah diatur dalam Pasal 288 KUHP yang ditulis:
-
Barangsiapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang wanita yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
-
Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun.
-
Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pernikahan yang dimaksud disini adalah pernikahan yang sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, tentang wanita mana yang dapat dipandang sebagai wanita yang belum dapat dinikahi, undang-undang sendiri ternyata tidak memberikan penjelasannya. Jika berusaha mendapatkan jawabannya tentang wanita yang dapat dipandang sebagai wanita yang belum dapat dinikahi dengan menggunakan metode penafsiran secara teologis kiranya sudah jelas bahwa wanita tersebut harus merupakan wanita yang belum mencapai usia lima belas tahun, karena undang-undang pidana kita pada dasarnya hanya bermaksud untuk memberikan perlindungan bagi wanita yang belum mencapai usia lima belas tahun.
Mengingat pertumbuhan fisik dan psikis antara wanita-wanita yang berusia dua hingga enam belas tahun maka disini yang menjadi patokan adalah kebijakan hakim yang harus melihat sendiri keadaan yang senyata- nyatanya dari wanita yang telah menjadi korban dari tindak pidana seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 288 KUHP.
9. Pasal 289 KUHP
Tindak pidana dengan kekarasan atau dengan ancaman akan kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau untuk membiarkan dilakukannya tindakan-tindakan melanggar kesusilaan, oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam Pasal 289 KUHP yang rumusanya ditulis:
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.”
Dalam Pasal ini tidak mencantumkan unsur kesengajaan, karena dengan dicantumkannya unsur memaksa dalam melakukan tindak pidana tersebut kiranya sudah jelas bahwa tindak pidana yang dimaksudkan adalah harus dilakukan dengan sengaja, karena perbuatan memaksa orang lain tentu tidak pada dilakukan dengan tidak sengaja.
Dalam hal pengertian pencabulan, pendapat para ahlu dalam mendefinisikan tentang pencabulan berbeda-beda seperti yang dikemukakan oleh Soetandyo Wignjosoebroto bahwa “Pencabulan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seorang laku-laki terhadap seorang perempuan dengan cara menurut moral dan atau hukum yang berlaku melanggar”. Adapun pendapat lain menurut R.Sughandhi yang menyatakan bahwa
“Pencabulan adalah seorang pria yang memaksa pada seorang wanita yang bukan isterinya untuk melakukan persetubuhan dengannya dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk ke dalam lubang kemaluan seorang wanita yang kemudian mengeluarkan air mani.”
Pemaksaan itu harus ditujukkan secara langsung pada orang yang dipaksa untuk melakukan perbuatan yang sifatnya melanggar kesusilaan atau pada orang yang dipaksa untuk membiarkan dilakukannya perbuatan melanggar kesusilaan oleh pelaku.
Disini tindak pidananya adalah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul. Perbuatan cabul yang dimaksud disini ialah segala perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji dan semuanta dalam lingkungan nafsu birahi kelamin.
Sebagai tindak pidana menurut pasal ini tidaklah hanya memaksa seseorang melakukan perbuatan cabul, tetapi juga memaksa seseorang dengan kekerasan membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dikarenakan untuk menunjukan sifat berat dari tindak pidana sebagai perbuatan yang sangat tercela.
10. Pasal 290 KUHP
Tindak pidana melakukan tindakan melanggar kesusilaan dengan orang yang sedang berada dalam keadaan pingsan atau dalam keadaan tidak berdaya ataupun dengan orang yang belum mencapai usia lima belas tahun oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam Pasal 290 KUHP yang ditulis:
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
-
Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
-
Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin;
-
Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan atau belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.
Jika yang dilakukan oleh pelaku ialah perbuatan melakukan hubungan kelamin diluar pernikahan dengan seorang wanita yang diketahui bahwa wanita tersebut sedang berada dalam keadaan pingsan atau sedang berada dalam keadaan tidak berdaya secara fisik, maka bagi pelaku diberlakukan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 286 KUHP dan bukan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 290, walaupun perbuatan melakukan hubungan kelamin diluar pernikahan seperti itu juga termasuk dalam pengertian tindakan melanggar kesusilaan.
Jika yang dilakukan oleh pelaku ialah perbuatan mengadakan hubungan seksual dengan seorang anak di bawah umur dari jenis kelamin yang sama, maka tanpa memperhatikan apakah anak tersebut sedang berad dalam keadaan pingsan atau sedang berada dalam keadaan tidak berdaya atau pun tidak sama sekali atau sadar, bagi pelaku harus diberlakukan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 192 KUHP dan bukan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 290 angka 1 KUHP.
Kata “pingsan” di sinonimkan dengan kata-kata “tidak sadar”, “tidak ingat, sedangkan kata “tidak berdaya” dapat disinonimkan dengan kata “tidak bertenaga” atau sangat lemah. Kata “diketahuinya” adalah rumusan dolus atau sengaja. Dengan demikian si pelaku mengetahui bahwa yang dicabulinya tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak sadar.
Jika dipandang dari segi kemanusiaan diamana orang yang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya memerlukan pertolongan kepada orang lain, tetapi keadaan tersebut malah dimanfaatkan oleh pelaku pencabulan. Perilaku demikian sangatlah tercela maka wajar saja bila ancaman pidananya diperberat.
Pasal ini merupakan perlindungan terhadap anak atau remaja. Perlu diperhatikan bahwa pada pasal tersebut tidak ada kata “wanita” melainkan kata “orang”. Dengan demikian, meskipun dilakukan terhadap anak atau remaja pria, misalnya homoseks atau yang disebut sehari-hari oleh “tante girang” maka pasal ini dapat diterapkan. Tetapi jika sesama jenus maka hal itu diatur dalam Pasal 292 KUHP.
11. Pasal 292 KUHP
Tindak pidana melakukan perbuatan melanggar kesusilaan dengan seorang anak di bawah umur dari jenis kelamin yang sama ataupun yang di dalam doktrin juga sering disebut sebagai homoseksualitas oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam Pasal 292 KUHP yang ditulis:
“Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”
Pasal ini melindungi orang yang belum dewasa dari orang yang dikenal sebagai “homoseks” atau “Lesbian”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia di muat arti dari homoseksual dan lesbian adalah dalam keadaan tertarik terhadap orang dari jenis kelamin yang sama (homoseksual), sedang lesbian adalah wanita yang cinta birahi kepada sesama jenisnya. Bagi orang dibawah umur, perlu dilindungi dari orang dewasa yang homoseks atau lesbian karena sangat berbahaya bagi perkembangannya.
Mengenai unsur melakukan tindakan melanggar kesusilaaan di dalam rumusan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 292 KUHP, dengan sendirinya perbuatan melakukan hubungan kelamin sebagaimana yang dimaksudkan diatas yaitu perbuatan melanggar kesusilaan harus dilakukan oleh orang-orang dari jenis kelamin yang sama, sehingga tidak ada alasan untuk berbicara tentang perbuatan melakukan hubungan kelamin dan mungkin hanya agak tepat jika dalam hal ini orang hanya berbcara tentang dilakukannya hubungan seksual yang tidak wajar.
Dengan demikian, yang dimaksudkan dengan perbuatan melakukan tindakan melanggar kesusilaan di dalam rumusan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 292 KUHP bukan hanya terbatas pada perbuatan-perbuatan yang lazim dilakukan oleh orang- orang homoseksual yakni melakukan hubungan seksual sesame jenis seperti melalui anus atau dubur, melainkan juga perbuatan-perbuatan seperti melakukan hubungan seksual melalui mulut, mempermainkan alat kelamin dan sebagainya.
12. Pasal 293 KUHP
Tindak pidana dengan pemberian atau janji akan memberikan uang atau benda atau dengan menyalahgunakan hubungan yang ada dengan sengaja menggerakan seorang anak di bawah umur untuk melakukan tindakan-tindakan melanggar kesusilan atau membiarkan dilakukannya tindakan-tindakan seperti itu oleh anak di bawah umur tersebut dengan dirinya sendiri, oleh pembentuk undang-undang telah diatur di dalam Pasal 293 KUHP yang ditulis:
-
Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, meyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakan seseorang belum dewasa dan baik tingkahlakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaanya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
-
Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu.
-
Tenggang waktu tersebut dalam Pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masing-masing sembilan bulan dan dua belas bulan.
Tindak pidana yang dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 293 KUHP ini memiliki dua macam unsur subjektif, yaitu bahwa undang- undang telah mensyaratkan tentang keharusan adanya unsur dolus atau unsur kesengajaan pada pelaku dimana pelaku yang sudah memiliki umur lebih dewasa melakukan tindakan-tindakan yang melanggar kesusilaan dan selain adanya unsur dolus atau unsur kesengajaan, undang-undang juga mensyaratkan adanya unsur culpa atau unsur ketidaksengajaan pada diri pelaku dimana pelaku yang sudah dewasa membiarkan dilakukannya tindakan-tindakan melanggar kesusilaan dengan pelaku.
Yang diancam dengan hukuman dalam pasal ini adalah:
-
Membujuk orang untuk melakukan perbuatan cabul dengan dia atau membiarkan perbuatan cabul itu dilakukan pada dirinya orang tersebut;
-
Cara membujuk itu dengan jelas mempergunakan:
a. Hadiah atau perjanjian akan memberi uang atau barang.
b. Kekuasaan yang timbul dari pergaulan.
c. Tipu daya
-
Orang yang dibujuk itu belum dewasa dan tak bercacat kelakuannya.
a. Membujuk berarti berusaha mempengaruhi supaya orang mau menuruti kehendaknya yang membujuk.
b. Perjanjian mengenai hal lain, tidak termasuk disini.
c. “Belum dewasa” berarti belum berumur dua puluh satu tahun dan belum pernah kawin.
d. Yang dimaksud “tidak bercacat kelakuannya” hanya mengenai kelakuam dalam segi seksual. Membujuk seorang pelacur yang belum dewasa tidak termasuk disini, karena pelacur sudah cacat kelakuannya dalam bidang seksual.
e. Kejahatan ini adalah suatu delik aduan. Tempo untuk memasukkan pengaduan ialah sembilan bulan bagi orang yang diam di dalam negeri dan dua belas bulan bagi orang yang diam di luar negeri. Jelasnya pengaduan ini tak boleh lewat dari tempo yang telah ditetapakan di atas ini, bila terlambat berarti kadaluarsa.
13. Pasal 294 KUHP
Tindak pidana melakukan tindak melanggar kesusilaan dengan anaknya sendiri, dengan anak tirinya, dengan anak angkatnya atau dengan seorang anak di bawah umur yang pengawasannya, pendidikanya atau pengurusanya dipercayakan kepada pelaku itu, oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam Pasal 294 KUHP yang ditulis:
-
Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, tirinya, anak angkatnya, anak dibawah pengawannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaanya, pendidikan atau penjagaanya dianya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
-
Diancam dengan pidana yang sama:
- Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya.
- Pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas, atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga social, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.
Menurut pasal ini perbuatan cabul atau persetubuhan dilakukan dengan mereka yang dikategorikan khusus yaitu yang dipercayakan padanya untuk diasuh, di didik, atau di jaga. Demikian pula jika yang melakukan perbuatan cabul atau persetubuhan adalah pegawai negeri dan dilakukan dengan orang yang dalam pekerjaannya adalah bawahannya, atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga.
Dalam pasal ini pun mengandung unsur paksaan psikis dan tidak dapat dikatakan atas dasar suka sama suka karena dilakukan dengan seseorang yang lebih rendah tingkatannya dari segi sastra social kekeluargaan dan stratasosial hubungan kerja dimana si pria memiliki kekuasaan dan wewenang untuk memaksa si wanita secara psikis agar menuruti kemauan dan kehendaknya.
Unsur objektif yang terpenting dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 294 ayat 1 KUHP ialah unsur-unsur anak sendiri, anak tiri, anak asuh atau anak angkat yang belum dewasa ataupun anak yang belum dewasa yang pengurusannya, pendidikannya atau penjagaanya telah dipercercayakan kepada pelaku. Menurut penuli pengertian dari anak- anak seperti yang dimaksudkan diatas sudah cukup jelas, sehingga tidak akan dibicarakan lebih lanjut.
Itulah yang merupakan tindak pidana kesusilaan yang diatur di dalam KUHP di dalam Pasal 281 hingga Pasal 303 KUHP, adapun yang mengatur mengenai kesusilaan namun dalam bentuk pelanggaran yang diatur dalam Pasal 504 hingga Pasal 547 KUHP.
Referensi :
- Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2003.
- P.A.F. Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan Dan Norma
- Kepatutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.
- R.Sugandhi, Kitab Undang-Undang HUkum Pidana dan Penjelasannya, Usaha Nasiona, Surabaya.
- Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, Sinar Grafika, Jakarta, 1996.
- Muhammad Abdul Malik, Perilaku ZIna Pandangan Hukum Islam.