Lado (1957) mengatakan bahwa interferensi adalah kesulitan yang timbul dalam proses penguasaan bahasa kedua dalam hal bunyi, kata, atau konstruksi sebagai akibat perbedaan kebiasaan dengan bahasa pertama. Menurut Dulay, dkk. dalam Budiarsa (2006), interferensi sosiolinguistik adalah jika masyarakat atau negara yang memiliki bahasa berbeda mengadakan kontak atau interaksi menggunakan bahasa. Pendapat senada didukung oleh Kridalaksana (2001) yang mengatakan interferensi adalah penggunaan unsur bahasa lain oleh bahasawan yang bilingual secara individual dalam suatu bahasa ciri-ciri masih kentara.
Macam-Macam Interferensi
Interferensi menurut Jendra (1991) dapat dilihat dari berbagai sudut sehingga akan menimbulkan berbagai macam interferensi antara lain:
1. Interferensi ditinjau dari asal unsur serapan
Kontak bahasa bisa terjadi antara bahasa yang masih dalam satu kerabat maupun bahasa yang tidak satu kerabat. Interferensi antarbahasa sekeluarga disebut dengan penyusupan sekeluarga ( internal interference ) misalnya interferensi bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa. Sedangkan interferensi antarbahasa yang tidak sekeluarga disebut penyusupan bukan sekeluarga (external interference) misalnya bahasa interferensi bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia.
2. Interferensi ditinjau dari arah unsur serapan
Komponen interferensi terdiri atas tiga unsur yaitu bahasa sumber, bahasa penyerap, dan bahasa penerima. Setiap bahasa akan sangat mungkin untuk menjadi bahasa sumber maupun bahasa penerima. Interferensi yang timbal balik seperti itu kita sebut dengan interferensi produktif. Di samping itu, ada pula bahasa yang hanya berkedudukan sebagai bahasa sumber terhadap bahasa lain atau interferensi sepihak. Interferensi yang seperti ini disebut interferensi reseptif.
3. Interferensi ditinjau dari segi pelaku
Interferensi ditinjau dari segi pelakunya bersifat perorangan dan dianggap sebagai gejala penyimpangan dalam kehidupan bahasa karena unsur serapan itu sesungguhnya telah ada dalam bahasa penerima. Interferensi produktif atau reseptif pada pelaku bahasa perorangan disebut interferensi perlakuan atau performance interference. Interferensi perlakuan pada awal orang belajar bahasa asing disebut interferensi perkembangan atau interferensi belajar.
4. Interferensi ditinjau dari segi bidang
Pengaruh interferensi terhadap bahasa penerima bisa merasuk ke dalam secara intensif dan bisa pula hanya di permukaan yang tidak menyebabkan sistem bahasa penerima terpengaruh. Bila interferensi itu sampai menimbulkan perubahan dalam sistem bahasa penerima disebut interferensi sistemik.
Dimensi pada Interferensi
Ohoiwutun (2007) mengatakan bahwa gejala interferensi dapat dilihat dalam tiga dimensi kejadian, yaitu :
-
Dimensi pertama, menurut Ohuiwutun (2007), “Dari dimensi tingkah laku penutur dengan mudah dapat disimak dari berbagai praktik campur kode yang dilakukan penutur yang bersangkutan.” Dimensi pertama ini terjadi karena murni rancangan atau model buatan penutur itu sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mentransfer satu atau lebih komponen dari bahasa yang satu untuk dirakit dan diramu dalam konteks bahasa yang lain.
-
Dimensi kedua, menurut Ohuiwutun (2007), “Dari dimensi sistem bahasa dikenal sebagai interferensi sistemik, yaitu pungutan bahasa.” Interferensi leksikal sistemik terjadi karena penyesuaian ejaan dari bahasa yang satu dalam konteks bahasa yang lain. Di dalam proses pungutan bahasa ini, interferensi leksikal sistemik dapat terjadi penggunaan leksikal bahasa asing dan yang sudah disistemikkan tetapi masih menggunakan bahasa asing karena ketidaktahuan pengguna bahasa. Bahkan, dapat terjadi proses pungutan bahasa yang mengabaikan interferensi leksikal sistemik dengan cara penggunaan leksikal serapan langsung dan leksikal bahasa asing yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia.
-
Dimensi ketiga dalam gejala interferensi yang dikemukakan oleh Ohoiwutun (2007) biasanya dinamai interferensi karena pendidikan. Di dalam hal ini dikenal transfer positif dan transfer negatif. Transfer positif terjadi apabila pembelajaran menyesuaikan unsur-unsur yang mirip dan sama dari bahasa kedua atau asing dengan bahasa pertamanya dan menggunakan sistem bahasa yang baru tersebut untuk mempermudah pembelajaran. Sebaliknya, dikatakan transfer negatif terjadi apabila bahasa pertama dan bahasa asing sangat berlainan sehingga hampir tidak memiliki komponen yang semirip sehingga proses pembelajaran semakin rumit.
Bentuk-Bentuk Interferensi
Jendra (1991) membedakan interferensi menjadi lima aspek kebahasaan, antara lain:
-
interferensi pada bidang sistem tata bunyi (fonologi)
-
interferensi pada tata bentukan kata (morfologi)
-
interferensi pada tata kalimat (sintaksis)
-
interferensi pada kosakata (leksikon)
-
interferensi pada bidang tata makna (semantik)
Menurut Jendra (1991) interferensi pada bidang semantik masih dapat dibedakan lagi menjadi tiga bagian, yakni
-
Interferensi semantik perluasan ( semantic expansive interference ). Istilah ini dipakai apabila terjadi peminjaman konsep budaya dan juga nama unsur bahasa sumber.
-
Interferensi semantik penambahan ( semantic aditif interference ). Interferensi ini terjadi apabila muncul bentuk baru berdampingan dengan bentuk lama, tetapi bentuk baru bergeser dari makna semula.
-
Interferensi semantik penggantian ( replasive semantic interference ). Interferensi ini terjadi apabila muncul makna konsep baru sebagai pengganti konsep lama.