Apa yang dimaksud Interferensi?

Apa yang dimaksud Interferensi?

Hubungan yang terjadi antara kedwibahasaan dan interferensi sangat erat terjadi. Hal ini dapat dilihat pada kenyataan pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Situasi kebahasaan masyarakat tutur bahasa Indonesia sekurang-kurangnya ditandai dengan pemakaian dua bahasa, yaitu bahasa daerah sebagai bahasa ibu dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

Situasi pemakaian seperti inilah yang dapat memunculkan percampuran antara bahasa nasional dan bahasa Indonesia. Bahasa ibu yang dikuasai pertama, mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pemakaian bahasa kedua, dan sebaliknya bahasa kedua juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap pemakaian bahasa pertama. Kebiasaan untuk memakai kedua bahasa lebih secara bergantian disebut kedwibahasaan. Peristiwa semacam ini dapat menimbulkan interferensi.

Apa yang dimaksud interferensi?

Lado (1957) mengatakan bahwa interferensi adalah kesulitan yang timbul dalam proses penguasaan bahasa kedua dalam hal bunyi, kata, atau konstruksi sebagai akibat perbedaan kebiasaan dengan bahasa pertama. Menurut Dulay, dkk. dalam Budiarsa (2006), interferensi sosiolinguistik adalah jika masyarakat atau negara yang memiliki bahasa berbeda mengadakan kontak atau interaksi menggunakan bahasa. Pendapat senada didukung oleh Kridalaksana (2001) yang mengatakan interferensi adalah penggunaan unsur bahasa lain oleh bahasawan yang bilingual secara individual dalam suatu bahasa ciri-ciri masih kentara.

Macam-Macam Interferensi

Interferensi menurut Jendra (1991) dapat dilihat dari berbagai sudut sehingga akan menimbulkan berbagai macam interferensi antara lain:

1. Interferensi ditinjau dari asal unsur serapan

Kontak bahasa bisa terjadi antara bahasa yang masih dalam satu kerabat maupun bahasa yang tidak satu kerabat. Interferensi antarbahasa sekeluarga disebut dengan penyusupan sekeluarga ( internal interference ) misalnya interferensi bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa. Sedangkan interferensi antarbahasa yang tidak sekeluarga disebut penyusupan bukan sekeluarga (external interference) misalnya bahasa interferensi bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia.

2. Interferensi ditinjau dari arah unsur serapan

Komponen interferensi terdiri atas tiga unsur yaitu bahasa sumber, bahasa penyerap, dan bahasa penerima. Setiap bahasa akan sangat mungkin untuk menjadi bahasa sumber maupun bahasa penerima. Interferensi yang timbal balik seperti itu kita sebut dengan interferensi produktif. Di samping itu, ada pula bahasa yang hanya berkedudukan sebagai bahasa sumber terhadap bahasa lain atau interferensi sepihak. Interferensi yang seperti ini disebut interferensi reseptif.

3. Interferensi ditinjau dari segi pelaku

Interferensi ditinjau dari segi pelakunya bersifat perorangan dan dianggap sebagai gejala penyimpangan dalam kehidupan bahasa karena unsur serapan itu sesungguhnya telah ada dalam bahasa penerima. Interferensi produktif atau reseptif pada pelaku bahasa perorangan disebut interferensi perlakuan atau performance interference. Interferensi perlakuan pada awal orang belajar bahasa asing disebut interferensi perkembangan atau interferensi belajar.

4. Interferensi ditinjau dari segi bidang

Pengaruh interferensi terhadap bahasa penerima bisa merasuk ke dalam secara intensif dan bisa pula hanya di permukaan yang tidak menyebabkan sistem bahasa penerima terpengaruh. Bila interferensi itu sampai menimbulkan perubahan dalam sistem bahasa penerima disebut interferensi sistemik.

Dimensi pada Interferensi

Ohoiwutun (2007) mengatakan bahwa gejala interferensi dapat dilihat dalam tiga dimensi kejadian, yaitu :

  1. Dimensi pertama, menurut Ohuiwutun (2007), “Dari dimensi tingkah laku penutur dengan mudah dapat disimak dari berbagai praktik campur kode yang dilakukan penutur yang bersangkutan.” Dimensi pertama ini terjadi karena murni rancangan atau model buatan penutur itu sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mentransfer satu atau lebih komponen dari bahasa yang satu untuk dirakit dan diramu dalam konteks bahasa yang lain.

  2. Dimensi kedua, menurut Ohuiwutun (2007), “Dari dimensi sistem bahasa dikenal sebagai interferensi sistemik, yaitu pungutan bahasa.” Interferensi leksikal sistemik terjadi karena penyesuaian ejaan dari bahasa yang satu dalam konteks bahasa yang lain. Di dalam proses pungutan bahasa ini, interferensi leksikal sistemik dapat terjadi penggunaan leksikal bahasa asing dan yang sudah disistemikkan tetapi masih menggunakan bahasa asing karena ketidaktahuan pengguna bahasa. Bahkan, dapat terjadi proses pungutan bahasa yang mengabaikan interferensi leksikal sistemik dengan cara penggunaan leksikal serapan langsung dan leksikal bahasa asing yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia.

  3. Dimensi ketiga dalam gejala interferensi yang dikemukakan oleh Ohoiwutun (2007) biasanya dinamai interferensi karena pendidikan. Di dalam hal ini dikenal transfer positif dan transfer negatif. Transfer positif terjadi apabila pembelajaran menyesuaikan unsur-unsur yang mirip dan sama dari bahasa kedua atau asing dengan bahasa pertamanya dan menggunakan sistem bahasa yang baru tersebut untuk mempermudah pembelajaran. Sebaliknya, dikatakan transfer negatif terjadi apabila bahasa pertama dan bahasa asing sangat berlainan sehingga hampir tidak memiliki komponen yang semirip sehingga proses pembelajaran semakin rumit.

Bentuk-Bentuk Interferensi

Jendra (1991) membedakan interferensi menjadi lima aspek kebahasaan, antara lain:

  1. interferensi pada bidang sistem tata bunyi (fonologi)

  2. interferensi pada tata bentukan kata (morfologi)

  3. interferensi pada tata kalimat (sintaksis)

  4. interferensi pada kosakata (leksikon)

  5. interferensi pada bidang tata makna (semantik)

Menurut Jendra (1991) interferensi pada bidang semantik masih dapat dibedakan lagi menjadi tiga bagian, yakni

  1. Interferensi semantik perluasan ( semantic expansive interference ). Istilah ini dipakai apabila terjadi peminjaman konsep budaya dan juga nama unsur bahasa sumber.

  2. Interferensi semantik penambahan ( semantic aditif interference ). Interferensi ini terjadi apabila muncul bentuk baru berdampingan dengan bentuk lama, tetapi bentuk baru bergeser dari makna semula.

  3. Interferensi semantik penggantian ( replasive semantic interference ). Interferensi ini terjadi apabila muncul makna konsep baru sebagai pengganti konsep lama.

Interferensi secara umum dapat diartikan sebagai percampuran dalam bidang bahasa. Percampuran yang dimaksud adalah percampuran dua bahasa atau saling pengaruh antara kedua bahasa. Hal ini dikemukakan oleh Poerwadarminto dalam Pramudya (2006) yang menyatakan bahwa interferensi berasal dari bahasa Inggris interference yang berarti percampuran, pelanggaran, rintangan.

Istilah interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich (1968) untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual.

Penutur yang bilingual adalah penutur yang menggunakan dua bahasa secara bergantian, sedangkan penutur multilingual merupakan penutur yang dapat menggunakan banyak bahasa secara bergantian. Peristiwa interferensi terjadi pada tuturan dwibahasawan sebagai kemampuannya dalam berbahasa lain.

Weinreich (1968) juga mengatakan bahwa interferensi adalah bentuk penyimpangan penggunaan bahasa dari norma-norma yang ada sebagai akibat adanya kontak bahasa karena penutur mengenal lebih dari satu bahasa. Interferensi berupa penggunaan bahasa yang satu dalam bahasa yang lain pada saat berbicara atau menulis.

Di dalam proses interferensi, kaidah pemakaian bahasa mengalami penyimpangan karena adanya pengaruh dari bahasa lain. Pengambilan unsur yang terkecil pun dari bahasa pertama ke dalam bahasa kedua dapat menimbulkan interferensi.

Poedjosoedarmo (1989) menyatakan bahwa interferensi dapat terjadi pada segala tingkat kebahasaan, seperti cara mengungkapkan kata dan kalimat, cara membentuk kata dan ungkapan, cara memberikan kata-kata tertentu, dengan kata lain inteferensi adalah pengaturan kembali pola-pola yang disebabkan oleh masuknya elemen-elemen asing dalam bahasa yang berstruktur lebih tinggi, seperti dalam fonemis, sebagian besar morfologis dan sintaksis, serta beberapa perbendaharaan kata (leksikal).

Dalam proses interferensi, terdapat tiga unsur yang mengambil peranan, yaitu: Bahasa sumber atau bahasa donor, bahasa penyerap atau bahasa resipien, dan unsur serapan atau importasi. Dalam peristiwa kontak bahasa, mungkin sekali pada suatu peristiwa, suatu bahasa menjadi bahasa donor, sedangkan pada peristiwa yang lain bahasa tersebut menjadi bahasa resipien. Saling serap adalah peristiwa umum dalam kontak bahasa.

Hortman dan Stork melalui Alwasilah (1985) menganggap interferensi sebagai kekeliruan yang disebabkan terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa atau dialek bahasa ibu ke dalam bahasa atau dialek kedua. Maksud interferensi merupakan kekeliruan yng disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain, mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata.