Apa yang dimaksud dengan Fleksibilitas Kognitif?

Apa yang dimaksud Fleksibilitas Kognitif?

Apa yang dimaksud Fleksibilitas Kognitif?

1 Like

Berdasarkan pemahaman neuropsikologi, fleksibilitas kognitif merupakan salah satu komponen fungsi eksekutif ( executive function ) (Anderson, 2002). Fungsi eksekutif dijelaskan sebagai sekumpulan kemampuan kognitif yang berkaitan dengan korteks prefrontal yang merupakan bagian dari lobus frontal pada otak manusia (Pinel, 2009).

Di samping itu, Dennis dan Vander Wal (2010) menyatakan bahwa fleksibilitas kognitif juga terlibat dalam intervensi kognitif-perilaku. Fleksibilitas kognitif dijelaskan sebagai kemampuan yang berguna bagi individu untuk menggantikan pemikiran maladaptif menjadi pemikiran yang lebih adaptif.

Aspek-Aspek Fleksibilitas Kognitif

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Dennis dan Vander Wal (2010), menjabarkan tiga aspek yang menggambarkan individu dengan kognitif yang fleksibel.

  1. Tendensi/kecenderungan untuk mempersepsikan situasi sulit sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan ( controllable )

  2. Kemampuan untuk mempresepsikan berbagai penjelasan alternatif untuk kejadian hidup dan perilaku manusia.

  3. Kemampuan untuk menghasilkan berbagai solusi alternatif terhadap situasi-situasi yang sulit.

Faktor Fleksibilitas Kognitif

Beberapa penelitian sebelumnya telah menjabarkan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat fleksibilitas kognitif seseorang, seperti gaya kelekatan di masa dewasa, kepribadian, dan emosi.

  1. Gaya kelekatan di masa dewasa
    Gaya kelekatan dapat menjadi faktor yang memengaruhi struktur kognitif individu. Mikulincer (1997), menjelaskan bahwa individu dengan kelekatan yang aman cenderung terbuka terhadap informasi yang baru, mencari informasi dengan aktif, dan memiliki struktur kognitif yang fleksibel.

  2. Kepribadian
    Faktor lain yang memberikan pengaruh pada fleksibilitas kognitif adalah kepribadian. Kashdan dan Rottenberg (2010), menjelaskan bahwa individu dengan dimensi kepribadian neuroticism yang tinggi cenderung menunjukkan kekakuan yang ditandai dengan keengganan mereka untuk memodifikasi perilaku mereka sebagai respons atas umpan balik yang didapatkan. Selain itu, individu dengan neuroticism yang tinggi dikaitkan dengan ketidakmampuan untuk melepaskan diri dari pemikiran dan perasaan yang negatif, dan mentolerir perasaan tersebut.

  3. Emosi
    Deveney dan Deldin (2006), menjelaskan bahwa fleksibilitas kognitif masih dipengaruhi oleh emosi yang dihasilkan dari suatu pengalaman atau stimulus. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Isen (dalam Fredrickson, 1998), juga menyebutkan bahwa afeksi atau emosi positif mengarahkan seseorang untuk melihat keterkaitan antara pemikiran dan serta untuk memproses materi secara lebih terintegrasi dan fleksibel.

Dampak fleksibilitas kognitif

Dennis dan Vander Wal (2010), menjelaskan bahwa individu yang memiliki fleksibilitas kognitif yang tinggi dikaitkan dengan kemampuan berpikir secara adaptif ketika mengalami situasi sulit. Sebaliknya, individu dengan fleksibilitas kognitif yang rendah atau cenderung kaku, dihubungkan dengan kemampuan berpikir yang maladaptif (Dennis & Vander Wal, 2010).

Di samping itu, fleksibilitas kognitif juga memiliki pengaruh terhadap tingkat distres individu. Fink (2007), mengartikan distres sebagai respons subjektif stres, seperti depresi dan kecemasan yang memiliki karakteristik kesulitan dalam beradaptasi dengan situasi stres yang dialami.

Tinggi rendahnya fleksibilitas kognitif seseorang memengaruhi respons mereka terhadap situasi stres yang dihadapi. Selain itu, fleksibilitas kognitif yang dimiliki individu juga memiliki peran dalam tingkat distres dan strategi coping yang digunakan untuk menghadapi situasi stres yang dimiliki.

Fleksibilitas kognitif adalah kemampuan seorang individu untuk menyelaraskan proses strategi kognitif dalam menghadapi situasi baru dan tak terduga di lingkungan (Canas, 2006).

Selain itu, menurut Martin fleksibilitas kognitif dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir yang diikuti tindakan secara bersamaan, tepat dan memadai pada situasi tertentu (Martin & Rubin, 1995).

Kemudian Spiro and Jehng (dalam Canas, 2006) menjelaskan bahwa seorang individu yang menampilkan representasi tugas dari berbagai perspektif akan dapat dengan mudah menafsirkan perubahan situasional dan lebih fleksibel secara kognitif.

Seorang individu yang memiliki fleksibilitas kognitif akan mempunyai berbagai pilihan alternatif saat menghadapi situasi tertentu atau persoalan-persoalan dalam hidupnya. Ini terkait juga dengan cara pandang individu terhadap situasi tertentu atau persoalan-persoalan tersebut.

Aspek Fleksibilitas Kognitif

Menurut (Martin & Rubin, 1995) fleksibilitas kognitif terdiri dari tiga aspek, yaitu :

  1. Sadar akan pilihan
    Kesadaran akan pilihan pada skala fleksibilitas kognitif ini dikembangkan dari teori skematik dengan menggunakan naskah ( script) . Menurut Schank & Abelson (dalam Stenberg, 2008) naskah merupakan suatu struktur atau rancangan kognitif yang mengembangkan urutan dari kejadian-kejadian dalam konteks tertentu. Rancangan kognitif yang telah dibentuk dapat membuat individu mampu untuk menggunakan kerangka mental dalam merespon situasi tertentu saat harus menghadapi hambatan dalam konteks-konteks yang ada (Stenberg, 2008).

    Abelson (dalam Martin & Anderson, 1998) mengungkapkan bahwa individu juga akan mengembangkan rancangan kognitifnya dari alternatif pilihan yang ada. Semakin banyak rancangan kognitif yang mereka punya, maka semakin kompleks pula sistem informasi yang mereka miliki. Dengan begitu seorang individu juga menjadi lebih fleksibel.

  2. Kemauan menjadi fleksibel
    Seorang individu mungkin menyadari beberapa cara untuk berperilaku (misalnya, suatu masalah memiliki beberapa solusi. Akan tetapi, kesadaran ini tidak menutup kemungkinan bagi seorang individu untuk tetap melakukan perilaku yang biasanya dilakukan (Martin & Anderson, 1998).

    Lippard, 1989 ( dalam Martin & Anderson, 1998) menyatakan bahwa kemauan seorang individu untuk menjadi fleksibel adalah contoh terbaik dari bagaimana komunikasi intrapersonal mempengaruhi kualitas komunikasi interpersonal individu tersebut.

    Richmond & McCroskey (dalam Martin & Anderson, 1998) mengklaim bahwa keadaan motivasi internal menentukan apakah seorang individu akan mau berkomunikasi atau tidak. Sebelum individu mau menyesuaikan perilakunya dalam berkomunikasi, individu tersebut memerlukan alasan atau motif untuk beradaptasi atau berubah.

    Seorang individu yang fleksibel secara kognitif akan mau untuk mencoba berbagai macam cara dalam berkomunikasi untuk menghadapi situasi yang tidak dikenal dan untuj menyesuaikan perilakku mereka agar memenuhi kebutuhan kontekstual.

  3. Efikasi Diri
    Bandura mengatakan bahwa individu yang memiliki kognitif yang fleksibel cenderung yakin akan kemampuan dirinya untuk berperilaku secara efektif. Keyakinan ini terkait efikasi diri mempengaruhi bagaimana mereka menafsirkan situasi dan jenis skenario antisipasi dan visualisasi masa depan yang akan mereka bangun (Bandura, 1997).

    Persepsi efikasi diri dan kognitif ini saling mempengaruhi satu sama lain. Efikasi diri yang tinggi membantu perkembangan konstruksi kognitif terhadap tindakan-tindakan yang efektif dan pengenalan kognitif terhadap efikasi dapat memperkuat keyakinan akan efikasi itu sendiri (Bandura, 1997).

    Ketika hasil yang baik susah untuk didapatkan, individu dengan efikasi diri yang tinggi akan cenderung mempertahankan pemikiran yang membentuk solusi-solusi optimal, sedangkan individu yang memiliki efikasi diri yang rendah cenderung mengalami kesulitan dalam menemukan strategi yang efisien dan akhirnya mereka mengerahkan usahanya secara tidak teratur dan efektif. Selain itu mereka yang memiliki efikasi diri yang rendah cenderung mempunyai identifikasi dan evaluasi pilihan yang tidak memadai dan gagal dalam mengingat kembali hasil dari usaha-usaha sebelumnya.

    Berdasarkan penjelasan tersebut, persepsi efikasi dapat memfasilitasi perkembangan strategi dan mempengaruhi seberapa baik strategi tersebut digunakan begitu mereka memperoleh strategi tersebut (Bandura, 1997).

    Efikasi diri merupakan bagian dari fleksibilitas kognitif karena jika walaupun individu menyadari akan pilihan-pilihan perilaku alternatif dalam situasi tertentu dan mau menjadi fleksibel, mereka juga perlu untuk percaya bahwa mereka alternatif yang mereka pilih berkhasiat dalam mewujudkan perilaku yang mereka inginkan (Martin & Anderson, 1998).

Fleksibilitas Kognitif

Fleksibilitas kognitif memiliki salah satu aspek berupa mampu merubah perspektif secara spasial ataupun secara interpersonal. Untuk merubah perspektif, dibutuhkan inhibisi (atau deaktivasi) dari perspektid sebelumnya dan memuatnya ke dalam memori kerja (atau mengaktifkan) perspektif baru yang berbeda. Aspek lain dari fleksibilitas kognitif ialah melibatkan bagaimana seseorang merubah cara berpikirnya.

Referensi

http://eprints.umm.ac.id/39964/3/BAB%202.pdf