Apa yang Dimaksud Filologi dalam Linguistik?

image
Secara sederhana filologi dapat dikategorikan sebagai pisau bedah saat akan menerjemahkan manuskrip kuno agar bisa mudah dibaca.

Bagaimanakah filologi dalam linguistik?

Pengertian dan Konsep Penelitian Filologi

Secara etimologis, filologi berasal dari kata Yunani philos yang konsep maknanya hampir sama dengan kata “cinta” dalam bahasa Indonesia dan kata logos (Yunani) yang konsep maknanya hampir sama dengan “kata” dalam bahasa Indonesia. Dari dua pengertian kata tersebut filologi bermakna “Cinta kata” atau “senang bertutur”. Perkembangan makna filologi selanjutnya menjadi “senang belajar” “senang ilmu” “senang kesusastraan”atau “senang kebudayaan”. Dari pengertian secara etimologis di atas, setidaknya ada tiga kata kunci yang dapat dijadikan pegangan untuk dikembangkan menjadi definisi, yaitu senang, kesusastraan, dan kebudayaan.

Untuk membangun definisi filologi secara komprehensif maka perlu dilakukan penelusuran terhadap unsur-unsur penelitian filologi yang secara paradigmatis selalu muncul dalam sepanjang sejarah penggunaan ilmu tersebut dari waktu ke waktu. Unsur-unsur penelitian filologi tersebut meliputi fokus, subjek, dan objek penelitian. Jika memungkinkan juga melihat metode penelitian yang digunakan. Penelusuran secara historis dimaksudkan untuk memehami dan menjelaskan setiap transformasi yang terjadi pada unsur-unsur tersebut.

Filologi sebagai ilmu sebetulnya mempunyi sejarah yang panjang. Ilmu ini untuk pertama kalinya muncul sejak abad ke-3 Sebelum Masehi di Eropa baik itu di Romawi Barat, Romawi Timur maupun Iskandariyah. Kemudian berkembang pada Abad ke-13 Masehi sampai abad ke 17 Masehi dan mengalami transformasi yang cukup signifikan pada abad ke-20 Masehi terutama yang terjadi di Eropa atau tepatnya di Wilayah Anglo-sakson. Di samping itu, ilmu ini juga menyebar ke Timur Tengah pada abad ke-4 Masehi dan berkembang sampai pada abad ke sembilan Masehi, yaitu pada waktu pemerintahan Islam Daulah Abasiyah yang berpusat di Bagdad. Pada Abad ke-15 sampai dengan abad ke 20 Masehi sejalan dengan munculnya bangsa Eropa ke Wilayah Timur, ilmu ini juga masuk ke India dan beberapa daerah di wilayah Nusantara.

Meskipun telah mengalami perubahan atau perkembangan yang cukup lama namun ilmu tersebut tatap memiliki karakteristik yang tidak berubah. Karakteristik tersebut terlihat pada objek, subjek, dan fokus kajian yang dilakukan oleh para filolog sejak ilmu ini pertama kali dikenal orang sampai sekarang.

Pada waktu pertamakali penelitian filologi ini dilakukan, yaitu pada abad ke 3 SM kerja seorang filolog ialah membaca dan menyalin naskah Yunani yang ditulis pada abad ke-8 SM di daun papirus dalam bahasa Funisia. Pada umumnya teks tersebut berisi berbagai ilmu pengetahuan seperti filsafat, kedokteran, perbintangan, ilmu sastra & karya sastra, ilmu hukum, dsb. Mereka melakukan pekerjaan tersebut untuk keperluan penggalian ilmu pengetahuan Yunani lama & perdagangan naskah. Agar hasil pekerjaannya tersebut layak jual mereka melakukan perbaikan huruf, ejaan, bahasa, tatatulis kemudian menyalinnya dalam keadaan yang mudah dibaca serta bersih dari kesalahan. Demikian yang dilakukan para filolog pada abad ke-3 Masehi di Aleksandria.

Pada Abad yang sama, di Romawi Barat para filolog membaca dan menyalin naskah berbahasa Latin yang berisi puisi dan prosa yang telah diteliti secara filologis sejak abad ke-3 S M. Perbedaannya dengan para filolog di Aleksandria ialah terletak pada fokus perhatian mereka. Kalau di Aleksandria para filololog hampir memperhatikan berbagai ilmu pengetahuan, di Romawi barat mereka hanya memfokuskan pada naskah keagamaan terutama sejak terjadi kristenisasi di Eropa. Kegiatan ini dilanjutkan dengan pembacaan dan penyalinan naskah pada kulit binatang domba yang disebut “perkamen” (Belanda) “parchment” (Inggris). Perbedaan lainnya ialah pada cara penulisan yang telah menggunakan nomor halaman dalam bentuk buku (codex).

Perbedaan yang cukup signifikan dilakukan oleh para filolog Romawi Timur. Jika para filolog di Eropa atau Romawi Barat mereka hanya membaca dan menyalin naskah maka para filolog di Romawi Timur menambah kegiatan mereka dengan menafsirkan isi naskah. Penafsiran mereka dinamakan scholia, yaitu penafsiran yang ditulis pada setiap halaman berupa tulisan lain yang membicarakan masalah yang sama yang ada dalam naskah.

Pada abad ke-5 M di Timur Tengah tepatnya di Jundi Syapur, Pusat Studi ilmu Filsafat dan ilmu kedokteran, para filolog melakukan penerjemahan teks Yunani ke dalam bahasa Syria kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab. Kegiatan serupa juga terjadi di Herra (Hirah), yaitu menerjemahkan teks yang berisi tulisan Plato, Ptolomeus, dan Galen ke dalam bahasa Syiria dan Arab. Di Bagdad Abad ke-8 s/d ke-9 Masehi para filolog Dinasti Abasiyah di samping melakukan penerjemahan teks Yunani dan Parsi ke dalam bahasa Arab juga melakukan penelaahan dan studi kandungan teks yang berisi ilmu pengetahuan seperti geometri, astronomi, teknik, dan musik.

Di samping itu mereka juga mengiventarisir naskah yang ditemukan. Metodologi yang digunakan ialah kritik teks yaitu dengan memberikan kritik terhadap adanya korupsi dan penerjemahan yang kurang tepat. Penerjemahan juga dilakukan oleh para filolog di Cambridge dan Oxford pada abad ke-17 M dengan melakukan penerjemahan terhadap teks Arab, Parsi, Turki, Ibrani, dan Siria ke dalam bahasa Inggris. Teks-teks yang mereka teliti berisi berbagai ilmu pengetahuan dan kesusastraan.

Pada Abad ke-13 M dapat dikatakan sebagai puncak perkembangan filologi. Di Italia para filolog di samping membaca dan menyalin juga merunut sejarah suatu teks. Untuk kegiatan tersebut mereka telah menggunakan metode kritik teks dalam merunut sejarahnya. Isi teks yang dikerjakannya meskipun terfokus pada masalah humaniora namun cukup beragam, yaitu mulai dari masalah keagamaan, filsafat, ilmu hukum, sejarah, ilmu bahasa, kesastraan, sampai masalah kesenian.

Pada Abad ke-15 di daratan Eropa terjadi revolusi dalam penyalinan naskah, yaitu dengan ditemukannya mesin cetak. Penemuan ini akan memberi warna tersendiri terutama dalam kegiatan penyalinan naskah, yaitu yang berupa perbanyakan naskah. Naskah yang telah diteliti dan disunting dengan memperkecil kesalahan atau mengusahakan naskah sesuai dengan teks aslinya kemudian diperbanyak dengan menggunakan mesin cetak. Dalam praktiknya, banyak naskah sebuah teks yang disunting dengan memasukkan semua unsur yang baik yang terdapat dalam berbagai naskah yang dijumpai sehingga terjadilah naskah baru yang berupa naskah hibrid karena tidak diketahui lagi ciri-ciri setiap naskah yang diperbandingkan. Hal ini terjadi karena filolog tidak memberikan kritik teks terhadap setiap perbedaan yang terjadi pada setiap naskah.

Di samping terjadinya peristiwa seperti di atas pencarian daerah baru yang terjadi di negara-negara Eropa memunculkan daerah koloni baru. Kondisi ini menodorong pemerintah untuk membebani para filolog agar dapat melakukan penelitian teks untuk memahami kebudayaan masyarakat yang berada di daerah-daerah jajahan demi kepentingan penjajahan atau pemerintah kolonial. Para filolog kemudian melakukan penelitian bahasa teks, penerjemahan, penelaahan, dan pemahaman terhadap ilmu pengetahuan yang berasal dari India dan Nusantara.

Sejarah penelitian filologi di atas menunjukkan bahwa objek penelitian filologi sejak pertamakali hingga sekarang tetap tidak berubah, yaitu teks atau naskah. Berbeda dengan objek penelitiannya, subjek penelitian filologi secara struktural mengalami transformasi sejalan dengan perkembangan atau tuntutan zaman, yaitu mulai dari berbagai macam ilmu pengetahuan, masalah keagamaan, sampai pada semua aspek kebudayaan untuk kepentingan penjajahan. Demikian juga yang terjadi pada fokus penelitiannya, yaitu mulai dari pembetulan kesalahan, penyalinan, penafsiran, sampai pada kegiatan penerjemahan.

Definisi Filologi

Berdasarkan tiga kata kunci pengertian filologi secara etimologis serta sejarah penelitian filologi di atas dapat dibangun definisi filologi sebagai berikut. Filologi adalah ilmu yang membahas cara penelitian teks untuk dapat menarik pemahaman nilai-nilai kebudayaan yang ada di dalam teks tersebut baik yang tersurat maupun yang tersirat.

Tujuan Filologi

Setiap kegiatan yang terstruktur dan terarah haruslah memiliki tujuan yang jelas. Filologi sebagai ilmu yang yang berkarakteristis praktis, yaitu melakukan kerja penelitian terhadap teks memiliki tujuan yang bermacam-macam sesuai dengan tuntutan pragmatisnya. Meskipun demikian, filologi juga memiliki tujuan yang secara inheren merupakan tuntutan dari dalam ilmu itu sendiri. Tujuan tersebut berupa tujuan yang bersifat umum dan tujuan yang bersifat khusus. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Baried, Baroroh (1983 : 8-9) kedua tujuan tersebut adalah sebagai berikut.

Tujuan Umum Filologi

  • Memahami sejauh mungkin kebudayaan suatu bangsa lewat hasil sastranya baik lisan maupun tulis.
  • Memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya.
  • Mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan.
  • Melestarikan warisan budaya bangsa

Tujuan Khusus

  • Menyunting sebuah teks yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya.
  • Mengungkap sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannya.
  • Mengungkap resepsi pembaca pada setiap kurun penerimaannya.

Objek Filologi

Subjek dan fokus penelitian filologi, sedangkan masalah objek penelitian filologi, yaitu teks dan naskah belum dijelaskan secara mendalam. Penjelasan tentang teks tidak dapat dipisahkan dengan naskah. Keduanya bagaikan dua sisi dari sebuah mata uang. Oleh karena itu, untuk memperjelas konsep keduanya penjelasan teks dan naskah berikut ini justru berangkat dari perbedan yang terdapat pada keduanya.

Referensi

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/DIKTAT~Filologi_2.pdf

Pada mulanya, istilah ”filologi (philologia)” lahir dan berkembang di kawasan kerajaan Yunani, yaitu kota Iskandariyah. Pada saat itu filologi diartikan sebagai suatu keahlian yang diperlukan untuk mengkaji peninggalan berupa tulisan yang berasal dari kurun waktu beratus-ratus tahun sebelumnya (BarorohBaried, 1985: 1). Salah satu tujuan dari diadakannya pengkajian terhadap teks yang ada di dalam naskah lama pada saat itu adalah untuk menemukan bentuk teks yang asli serta untuk mengetahui maksud dari pengarangnya dengan jalan menyisihkan kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalamnya.

Secara etimologis, filologi berasal dari bahasa Yunani philologia yang arti asliya ”kegemaran berbincang-bincang”. Makna filologi berkembang lagi menjadi ”cinta kepada kata sebagai pengejawantahan pikiran, kemudian menjadi ”perhatian terhadap sastra” dan akhirnya ”studi ilmu sastra” (Wagenvoort,1947: 41 dalam Sulastin-Sutrisno, 1981: 1). Menurut Saputra (2008: 79), pengertian ”kata” pada ”cinta kepada kata” dapat diperluas lagi menjadi bahasa dan berkembang lagi menjadi ”kebudayaan”, sehingga studi filologi berarti studi tentang kebudayaan masa lalu melalui naskah dan teks.

Dalam Kamus Istilah Filologi , filologi didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraannya (SulastinSutrisno, 1981: 7). Webster’s New International Dictionary memberikan batasan sesuai dengan arti kata philogia yang diperluas dengan pengertian: ilmu bahasa dan studi tentang kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa yang beradab seperti diungkapkan terutama dalam bahasa, sastra, dan agama (Sulastin-Sutrisno, 1981: 8). Kemudian Darusuprapta (1990: 3) menambahkan pengertian filologi, yaitu suatu disiplin ilmu yang mendasarkan kerjanya pada bahan tertulis dan bertujuan mengungkapkan makna teks tersebut dalam segi kebudayaannya.

Boeckh (dalam Wellek dan Warren, 1956: 27) mendefinisikan filologi sebagai “knowledge of the known”, artinya bahwa filologi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu yang pernah diketahui orang. Pendapat tersebut berarti bahwa pengkajian terhadap teks-teks yang tersimpan dalam peninggalan tulisan masa lampau dapat disebut sebagai pintu gerbang untuk mengungkapkan khazanah masa lampau.

Sebagai suatu disiplin ilmu, filologi lahir disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Baroroh-Baried (1994: 2), faktor-faktor penyebab lahirnya filologi sebagai disiplin ilmu adalah sebagai berikut :

a. Munculnya informasi tentang masa lampau di dalam sejumlah karya tulisan.

b. Anggapan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam peninggalan tulisan masa lampau masih relevan dengan kehidupan sekarang ini.

c. Kondisi fisik dan substansi materi informasi akibat rentang waktu yang panjang.

d. Faktor sosial budaya yang melatarbelakangi penciptaan karya-karya tulisan masa lampau yang tidak ada lagi atau tidak sama dengan latar sosial budaya pembacanya masa kini.

e. Keperluan untuk mendapatkan hasil pemahaman yang akurat.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa filologi merupakan salah satu disiplin ilmu atau keahlian yang mengkaji dan mempelajari tentang hasil budaya dalam arti luas (bahasa, sejarah, sastra, dan kebudayaan) yang tersimpan dalam peninggalan tulisan masa lampau dengan tujuan untuk mengungkapkan khazanah budaya serta perkembangan kerohanian suatu bangsa dalam segi kebudayaannya dalam arti yang luas. Oleh karena itu, filologi dapat digolongkan sebagai disiplin ilmu-ilmu kemanusiaan yang bertujuan untuk mengungkapkan hasil budaya manusia pada masa lampau yang termuat di dalam naskah dan teks lama.

Filologi adalah suatu pengetahuan tentang sastra, sastra dalam arti yang luas, yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan dan budaya. Secara etimologi filologi berasal dari kata Yunani philos yang berarti cinta dan kata logos yang berarti kata. Pada kata filologi kedua kata tersebut membentuk arti “cinta kata” atau “senang bertutur”. Arti ini kemudian berkembang menjadi “senang belajar”, “senang ilmu” dan “senang kesastraan” atau “senang kebudayaan”. Pengertian filologi berdasarkan istilah berarti ilmu yang mempelajari segala segi kehidupan manusia di masa lalu seperti yang diketemukan dalam naskah.

Obyek Filologi

Obyek penelitian filologi adalah naskah dan teks. Oleh karena itu perlu pula dibicarakan hal–hal tentang seluk–beluk naskah, teks dan tempat penyimpanannya. Filologi berusaha mengungkapkan hasil budaya suatu bangsa lewat kajian–kajian naskah yang ada.

Hasil budaya suatu bangsa dapat dibaca pada peninggalan–peninggalan yang berwujud tulisan pada naskah, sedangkan teks merupakan pengertian yang tersirat pada tulisan yang disajikan dalam naskah. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa naskah merupakan tempat atau wadah untuk menampung maksud teks, sehingga dikatakan bahwa filologi mempunyai sasaran kerja yang berupa naskah (Darusuprapta dan Hartini, 1989).

Cara Kerja Penelitian Filologi

Langkah kerja yang perlu dilakukan dalam penelitian filologi, yaitu inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan naskah, dasar–dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasi, singkatan naskah dan transliterasi naskah (Edward Djamaris, 2002). Tetapi teori tersebut tak selamanya harus dipaksakan untuk dipakai mengkaji semua naskah. Tiap naskah memiliki kondisi yang berbeda–beda, sehingga teori itupun juga harus disesuaikan dengan naskah yang nantinya akan dikaji.

Penulis menempuh langkah kerja yang meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, transliterasi naskah, kritik teks, suntingan teks dan aparat teks serta sinopsis. Langkah ini tentu saja tidak jauh berbeda dengan prinsip cara kerja filologi, berikut adalah perinciannya :

1. Inventarisasi

Naskah Inventarisasi nakah adalah upaya untuk mendaftar atau mendata semua naskah dengan judul yang sama maupun yang hampir sama. Tujuannya adalah untuk mengetahui tempat penyimpanannya, nomor koleksi, tahun pembuatan serta pengarang. Data ini dapat dilakukan dengan bantuan membaca katalog. Dengan langkah ini nantinya kita akan mengetahui berapa banyak jumlah naskah yang dapat dijadikan sebagai bahan kajian.

2. Deskripsi Naskah

Naskah yang telah diinventarisasikan kemudian dideskripsikan keadaan secara apa adanya meliputi judul naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan, asal naskah, keadaan, ukuran, tebal, jumlah baris tiap halaman, huruf, aksara, tulisan, cara penelitian, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk teks, umur naskah, identitas pengarang/ penyalin, hingga pada ikhtisar teks. Hal ini dilakukan guna mendapatkan gambaran bagi orang awam mengenai naskah apabila naskah tersebut tidak sedang berada di tangan.

3. Transliterasi Naskah

Transliterasi naskah ialah penggantian atau pengalihan huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain (Bani Sudardi, 2003). Penyajian hasil transliterasi harus selengkap–lengkapnya dan sebaik–baiknya, agar mudah dipahami. Transliterasi ini dilakukan dengan mengalihkan huruf Jawa ke huruf latin. Alih aksara ini juga disesuaikan pada ketentuan yang berlaku, misalnya saja kesepakatan tentang ejaan.

4. Kritik Teks

Menurut pengertian ilmiah, kata “kritik” mengandung arti sikap menghakimi dalam menghadapi sesuatu, sehingga dapat berarti menempatkan sesuatu yang sewajarnya atau memberikan evaluasi. Mengadakan kritik teks berarti menempatkan teks pada tempat yang sewajarnya, memberikan evaluasi terhadap teks, meneliti atau mengkaji lembaran naskah, lembaran bacaan yang mengandung kalimat–kalimat atau rangkaian kata–kata tertentu (Maas, 1972 dalam Darusuprapta 1989). Kritik teks juga bisa digunakan sebagai langkah untuk mendapatkan naskah yang bersih dari kesalahan.

5. Suntingan Teks dan Aparat Kritik

Suntingan teks adalah penyajian teks dalam bentuk aslinya, yang bersih dari kesalahan berdasarkan bukti–bukti yang terdapat dalam naskah yang dikritisi. Aparat kritik merupakan suatu pertanggungjawaban dalam penelitian naskah yang menyertai suntingan teks dan merupakan kelengkapan kritik teks. Segala kelainan bacaan yang ditampilkan merupakan kata–kata atau bacaan salah yang terdapat dalam naskah tampak dalam aparat kritik. Dalam aparat kritik ini pembaca juga dapat memberikan argumennya apabila penulis dalam hal mengkritisi naskah kurang begitu mendalam.

6. Sinopsis

Sinopsis adalah ringkasan cerita berdasarkan garis besarnya saja. Ringkasan tersebut harus menyangkup semua dari isi cerita. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi teks dari suatu naskah. Sehingga pembaca tidak perlu membaca naskah mulai dari awal hingga akhir bila hanya ingin mengetahui inti pembahasan dari suatu naskah.

Kata filologi berasal dari kata : filos dan logos. Filos berarti : cinta, logos berarti : kata. Jadi filologi berarti : cinta kata, senang bertutur, senang belajar, senang ilmu, senang sastra, senang bahasa dan juga kebudayaan. Kata filologi dalam bahasa Inggris : philology dipakai dalam pengertian terbatas ialah studi sejarah dan penafsiran teks pada naskah-naskah lama.

Dalam The Shorter Oxford English Dictionary didefinisikan : " love of learning and literature, the study of literature in a wide sense". Kamus Webster mendefinisikan filologi : “the scientific study of language and their structure and mutual relation”.

Filologi adalah ilmu yang meneliti tentang kebudayaan suatu bangsa sebagaimana tertera di dalam naskah. Objek filologi adalah naskah dan teks.

Teks dimaksudkan sebagai isi dari suatu naskah, sedangkan naskah adalah wujud teks yang dapat dilihat seperti tertuang di dalam kertas, kulit, daun lontar, daluwang, kayu, dan sebagainya. Teks lama berisi segala macam, mulai sastra, kesehatan, pertanian, mantra, dsb. Dalam dunia sastra dikenal jenis (genre) satra, yaitu puisi, prosa dan drama.

Dalam naskah lama pun jenis itu hanya ada prosa dan puisi, (Sudjiman, 1988) sedang drama belum ada Objek kajian filologi adalah semua isi naskah. Naskah itu berisi berbagai macam. Pengertian sastra lama tidak terbatas pada teks yang berisi sastra dalam arti belles letters saja. Tetapi semua macam ada.

Filologi diartikan sebagai ilmu tentang pengetahuan yang pernah ada. Informasi mengenai segala aspek kehidupan pada masa lampau suatu masyarakat dapat diketahui oleh masyarakat masa kini melalui peninggalan-peninggalan. Peninggalan-peninggalan itu, baik yang berupa benda-benda budaya maupun karya-karya tulisan.

Pada umumnya, karya tulisan menyimpan kandungan berita masa lampau yang dapat memberikan informasi secara lebih terurai daripada peninggalan berupa benda budaya. Apabila informasi yang terkandung dalam karya-karya tulisan mempunyai cakupan informasi yang luas, menjangkau berbagai segi kehidupan masa lampau, maka pengetahuan yang dipandang dapat mengangkat informasi yang luas dan menyeluruh itu dipahami sebagai kunci pembuka pengetahuan. Oleh karena itu, kemudian filologi diartikan sebagai ’pengetahuan tentang segala sesuatu yang pernah diketahui orang’, sebagaimana yang dikemukakan oleh Philip August Boekh (Baroroh-Baried, 1994).

Tujuan Filologi

Tujuan filologi utamanya pada masa lalu adalah untuk mencari naskah yang asli atau mendekati aslinya. Paul Maas (1972) menyatakan "the business of textual criticism is to produce the next as close as possible to the original’. Dengan kata lain studi filologi atau kritik teks adalah untuk mendapatkan teks yang sedekat mungkin dengan naskah aslinya.

Dalam perkembangannya, karena naskah asli kemungkinan sudah tidak ada karena rusak atau hilang maka tujuan filologi diarahkan untuk mencari teks dalam arti isinya atau kandungan naskah tanpa atau tidak harus mendapatkan naskah aslinya, karena secara hipotesis naskah asli sudah rusak atau hilang. Sementara kertas hanya bertahan kurang lebih 200 tahun. Oleh karen aitu, teks apapun asal memiliki keutuhan isi dapat dipakai sebagai kajian. Dengan demikian tujuan studi filologi dapat dibagi ke dalam tujuan umum dan tujuan khusus.

Tujuan Umum :

  1. Untuk mengetahui sejauh mungkin kebudayaan suatu bangsa melalui hasil sastranya, baik lisan maupun tulisan;
  2. Untuk memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya;
  3. Mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan.

Tujuan Khusus :

  1. Untuk menyunting sebuah teks yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya;
  2. Untuk mengungkap sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannya;
  3. Untuk mengungkap resepsi pembaca pada setiap kurun penerimaannya.