Apa yang Dimaksud Diglosia?

image
Pada penelitian dialektologi, akan dijumpai istilah diglosia.

Apa yang dimaksud diglosia?

Konsep asas diglosia telah diperkenalkan oleh Ferguson (1959). Ferguson berpendapat, diglosia adalah istilah yang menerangkan situasi tentang wujudnya variasi bahasa dalam sesebuah komuniti dan variasi ini memainkan fungsi yang ditetapkan oleh penggunanya. Variasi yang dimaksudkan ialah variasi bahasa tinggi (H) dan variasi bahasa rendah (L). H merujuk high language yakni a very divergent, highly codified (often grammatically more complex) superposed variety manakala L pula merujuk the primary dialects og language (which may include a standard or regional standadrds), (Ferguson, 1959).

Menurut takrifan Kamus Dewan (2005), diglosia adalah kewujudan dua variasi bahasa dalam sesuatu bahasa mengikut situasi, yang satu lebih tinggi statusnya apabila berada dalam situasi formal berbanding dengan yang satu lagi dalam situasi tidak formal. Dapatlah dikatakan bahawa diglosia mewujudkan pemeringkatan bahasa yang tinggi (H) dan rendah (L) akibat tujuan atau fungsi penggunaannya dan dipengaruhi oleh kumpulan pengguna sesuatu bahasa itu dalam keadaan formal mahupun sebaliknya. Hal ini ditegaskan oleh Denison.N. (1971) sebagai ‘varieties of language within a community, specified according to use, (purpose or function), whereas dialects are specified according to group of users’.

Faktor-faktor bukan linguistik akan menentukan penggunaan bahasa yang sesuai mengikut situasi, konteks, fungsi dan tujuan pengucapan. Keadaan ini ditentukan oleh persekitaran yang berdiversiti dari aspek latar belakang penutur, agama, ras, umur, pekerjaan, dan banyak lagi faktor sosial lain. Dalam penggunaan yang pelbagai inilah, wujud satu takat pemeringkatan bahasa yang boleh ditentukan dalam sesebuah masyarakat bahasa yang menggunakan sesuatu bahasa sama ada secara ekabahasa, dwibahasa mahupun multibahasa. Fenomena inilah yang dikenali sebagai diglosia.

Kata diglosia berasal dari bahasa Perancis diglossie, yang pernah digunakan oleh Marcais, seorang linguis Perancis, tetapi istilah itu menjadi terkenal dalam studi linguistik setelah digunakan oleh seorang sarjana dari Standford University, yaitu C.A. Ferguson tahun 1958 dalam suatu simposium tentang “Urbanisasi dan bahasa-bahasa standar” yang diselenggarakan oleh American Anthropological Association di Washington DC. Lebih lanjut, istilah tersebut menjadi lebih terkenal lagi ketika Ferguson mempublikasikan artikelnya yang berjudul “Diglosia” yang dimuat dalam majalah Word tahun 1959. Artikel ini kemudian dimuat juga dalam Hymes (ed.) Language in Culture and Society (1964: 429-439): dan dalam Goglioli (ed.) Language and Social Contact (1972). Hingga kini artikel Ferguson itu dipandang sebagai referensi klasik mengenai diglosia, meskipun Fishman (1967) dan Fasold juga membicarakannya.

Ferguson menggunakan istilah diglosia untuk menyatakan keadaan suatu masyarakat di mana terdapat dua variasi dari satu bahasa yang hidup berdampingan dan masing-masing mempunyai peranan tertentu. Rumusan Ferguson tentang diglosia itu adalah sebagai berikut :

“Diglosia is a relatively stable language situation, in which in addition to the primary dialects of the language, which may include a standard or regional standard, there is very divergent, highly codified, often gramatically more complex, superposed variety, the vehicle of the large and respected body or written literature, either learned largely by formal education and is used for most written and formal spoken purposes but is not used by any sector the community for ordinary conversation” (Word. 15)

Bila disimak, definisi Ferguson itu memberi pengertian :

(1) diglosia adalah suatu situasi kebahasaan yang relatif stabil, di mana selain terdapat sejumlah dialek-dialek utama(lebih tepat: ragamragam utama) dari satu bahasa, terdapat juga sebuah ragam lain.

(2) Dialek-dialek utama itu, di antaranya, bisa berupa sebuah dialek standar, atau sebuah standar regional.

(3) Ragam lain (yang bukan dialek-dialek utama) itu memiliki ciri:

  • Tidak terkodifikasi

  • gramatikalnya lebih kompleks

  • merupakan wahana kesusasteraan tertulis yang sangat luas dan dihormati

  • dipelajari melalui pendidikan formal

  • digunakan terutama dalam bahasa tulis dan bahasa lisan formal tidak digunakan (oleh lapisan masyarakat manapun) untuk percakapan sehari-hari

Menurut Fishman diglosia tidak hanya berlaku pada adanya pembedaan ragam T dan R pada bahasa yang sama, melainkan juga berlaku pada bahasa yang sama sekali tidak serumpun, atau pada dua bahasa yang berlainan. Jadi, yang menjadi tekanan bagi Fishman adalah adanya pembedaan fungsi kedua bahasa atau variasi bahasa yang bersangkutan.

Pakar sosiologi yang lain, yakni Fasold (1984) mengembangkan konsep diglosia ini menjadi apa yang disebutkan broad diglosia (diglosia luas). Dalam konsep broad diglosia perbedaan itu tidak hanya antara dua bahasa atau dua ragam atau dua dialek secara biner, melainkan bisa lebih dari dua bahasa atau dua dialek itu. Dengan demikian termasuk juga keadaan masyarakat yang di dalamnya ada diperbedakan tingkatan fungsi kebahasaan, sehingga munculah apa yang disebut Fasold diglosia ganda dalam bentuk yang disebut double overlapping diglosia, double-nested diglosia, dan linear polyglosia.

Double overlapping diglosia adalah adanya situasi pembedaan derajat dan fungsi bahasa secara berganda. Sebagai contoh situasi kebahasaan di Tanzania, seperti yang dilaporkan Abdulaziz M Klifi dan dikutip oleh Fasold (1984). Di Tanzania digunakan bahasa Inggris, bahasa Swahili, dan sejumlah bahasa daerah. Pada satu situasi, bahasa Swahili adalah bahasa T, dan yang menjadi bahasa R-nya adalah sejumlah bahasa daerah. Pada situasi lain bahasa Swahili menjadi bahasa R, sedangkan bahasa T-nya adalah bahasa Inggris. Jadi, bahasa Swahili mempunyai status ganda: sebagai bahasa T terhadap bahasa-bahasa daerah, dan sebagai bahasa R terhadap bahasa Inggris.

Double-nested diglosia adalah keadaan dalam masyarakat multilingual, terdapat dua bahasa yang diperbedakan satu sebagai bahasa T, dan yang lain sebagai bahasa R. Baik bahasa T maupun bahasa R itu masing-masing mempunyai ragam atau dialek yang masing-masing juga diberi status sebagai ragam T dan ragam R.