Apa yang dimaksud dengan Work Family Conflict?

work family conflict

Howard (2008) mengemukakan work family conflict terjadi ketika ada ketidak sesuaian antara peran yang satu dengan peran lainnya (inter-role conflict) dimana terdapat tekanan yang berbeda antara peran di keluarga dan di pekerjaan.


Greenhaus & Beautell (1985) mendefensikan work family conflict sebagai suatu inter-role conflict yang terjadi dimana tekanan peran dari keluarga dan pekerjaan berbeda.

Work family conflict terjadi ketika adanya harapan yang bertentangan yang dirasakan oleh individu terhadap peran-peran yang dimilikinya sehingga pemenuhan kebutuhan sulit untuk dipenuhi (Newcomb, 1981).

Netmeyer, Mc Murrian & Boles (1996) mengemukakan terdapat pertentangan tanggung jawab peran dari pekerjaan dan keluarga yang menyebabkan konflik. Work family conflict memiliki hubungan dengan dampak yang negatif terhadap pekerjaan dalam hal kepuasan kerja, burnout kerja, dan turnover (Greenhaus, Parasuraman & Collins, 2001; Howard, Donfrio, & Boles, 2004) yang juga berhubungan dengan distress kerja, kehidupan, dan kepuasan pernikahan (Kinnunen & Mauno 1998).

Work family conflict dapat terlihat dari gejala psikologis seperti gelisah, cemas, merasa bersalah, dan frustasi (Burke & Greenglass, 1986).

Meyer & Rowan (1977) menyatakan work family conflict terjadi ketika seseorang harus memenuhi dua tuntutan peran yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Menurut Sudibyo (1993), work family conflict terjadi ketika dua atau lebih peran memiliki harapan yang berbeda dan tidak harmonis satu dan yang lainnya. Konflik ini juga dapat timbul karena adanya harapan yang tidak pasti.

Dimensi Work Family Conflict

Menurut Greenhaus & Beutell (1985), peran ganda bersifat bi-directional, artinya keluarga dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pekerjaan (family work conflct), dan pekerjaan dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan keluarga (work family conflict).

Selanjutnya, Greenhaus & Beutell (1985) juga menjelaskan mengenai multidimensi dari peran ganda, dimana baik family work conflict maupun work family conflict masing-masing memiliki 3 dimensi yang sifatnya 1 arah pada time based conflict, strain based conflict, dan behavior based conflict.

1. Time-based conflict

Time-based conflict terjadi ketika waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan (keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (keluarga atau pekerjaan). Misalnya ketika ada pertemuan orangtua murid di sekolah yang waktunya bersamaan dengan meeting di kantor sehingga menimbulkan konflik, pekerja yang karena kesibukannya dalam bekerja telat menjemput anaknya.

Menurut Buck, Lee, MacDermid dan Smith (2000), time-based conflict terjadi karena energi manusia yang terbatas. Nordenmark (2002) menyatakan konflik ini dapat menyebabkan kemungkinan timbulnya tekanan pada pekerja. Menurut Greenhaus dan Beutell (1985), time-based conflict terjadi akibat :

  1. pekerja baik secara fisik maupun waktu tidak dapat memenuhi tuntutan peran lainnya,

  2. pekerja hanya fokus disalah satu peran, namun tetap hadir secara fisik diperan lainnya untuk memenuhi tuntutan.

2. Strain-based conflict

Strain-based conflict terjadi ketika tuntutan dari satu peran mempengaruhi kinerja peran lainnya. Hal ini dapat menyebabkan pekerja mengalami ketidakpuasan, ketegangan, kecemasan, fatigue (Greenhaus & Beutell, 1985; Edwards & Rothbard, 2000). Selanjutnya, Edwars dan Rothbard (2000) berpendapat, pekerja menghabiskan banyak energi karena adanya tekanan fisik dan psikologis sehingga mempengaruhi kinerja. Adanya tekanan psikologis yang negatif mengakibatkan seseorang cenderung menghabiskan lebih banyak waktu dan kemampuan pada satu peran sehingga tidak dapat memuaskan peran lainnya.

3. Behavior-based conflict

Behavior-based conflict terjadi ketika adanya ketidaksesuaian antara perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (keluarga atau pekerjaan). Misalnya perilaku agresif, konfrontasi, asertif yang dibutuhkan dalam pekerjaan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan dalam keluarga dimana lebih menekankan pada kehangatan, pengertian, rasa saling menyayangi dan mengasihi (Greenhaus & Beutell, 1985; Edwards & Rothbard, 2000). Edwards & Rothbard (2000) juga menyatakan bahwa adanya perilaku yang ditampilkan disalah satu peran akan mempengaruhi perilaku di peran lainnya.

Work family conflict merupakan suatu inter-role conflict yang terjadi dimana tekanan peran dari keluarga dan pekerjaan berbeda. Kahn (1964) mendefensikan inter-role conflict sebagai tekanan yang terjadi akibat dua peran atau lebih menyebabkan seseorang sulit untuk memenuhi kebutuhannya.

Menurut Biddle & Thomas (1996), semakin banyak peran yang dimiliki seseorang maka semakin siap pula ia dalam menghadapi masalah kehidupan sosialnya.

Konsep konflik peran ganda (inter-role conflict ) dapat dibagi ke dalam dua bentuk (Frone, 1992; Adekola, 2010), yaitu:

Konflik Pekerjaan (Work Interference with Family)

Konflik yang terjadi ketika aktivitas pekerjaan mengganggu tanggung jawab individu dalam lingkungan keluarga. Misalnya, individu membawa pulang pekerjaan dan berusaha untuk menyelesaikannya dengan mengorbankan waktu keluarga (Noor, 2003).

Efek mood dan stress yang dialami di lingkungan pekerjaan juga membuat individu tidak fokus dalam menyelesaikan tuntutan perannya di lingkungan keluarga (Williams & Alliger, 1994; Adekola, 2010).

Selain itu, pertumbuhan karir individu dalam pekerjaannya akan menyebabkan individu meningkatkan komitmennya dalam memenuhi tuntutan pekerjaan sehingga tuntutan keluarga tidak terpenuhi secara maksimal (Hall, 1972; Adekola, 2010).

Konflik Keluarga (Family Interference with Work)

Konflik yang terjadi ketika peran dan tanggung jawab dalam keluarga mengganggu aktivitas pekerjaan. Misalnya, individu yang membatalkan rapat penting karena anaknya sedang sakit (Noor, 2004).

Selain itu, disebutkan bahwa perbedaan gender juga merupakan hal yang berpengaruh terhadap kemunculan konflik keluarga. Mengingat bahwa mengasuh anak biasanya dilakukan oleh wanita, maka keberadaan istri yang bekerja dapat lebih memicu terjadinya konflik keluarga (Voydanoff, 1988; Adekola, 2010).

Menurut Frone, Rusell & Cooper (2000) dalam Triaryati (2003) work-family conflict adalah bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal.

Menurut Netemeyer, dkk (1996: 401), work-family conflict adalah bentuk konflik antar peran dimana terdapat tuntutan umum pada waktu yang dihabiskan dan ketegangan yang diciptakan oleh pekerjaan mengganggu untuk melakukan tanggung jawab yang berhubungan dengan keluarga.

Indikator Work-Family Conflict


Menurut Netemeyer, dkk (1996), indikator work family conflict adalah:

  1. Tekanan pekerjaan (work demand). Hal ini mengacu pada tekanan yang timbul dari kelebihan beban kerja dan tekanan waktu dari pekerjaan seperti kesibukan dalam bekerja dan batas waktu pekerjaan.
  2. Tekanan keluarga (family demand). Tekanan keluarga mengacu pada tekanan waktu yang berkaitan dengan tugas seperti menjaga rumah tangga dan menjaga anak.

Faktor-faktor Work-family Conflict


Menurut Frone, Russell dan Cooper (1992) dalam Indriyani (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi work-family conflict adalah:

  • Tekanan sebagai orang tua
    Tekanan sebagai orang tua merupakan beban kerja sebagai orang tua di dalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa beban pekerjaan rumah tangga karena anak tidak dapat membantu dan kenakalan anak.

  • Tekanan Perkawinan
    Tekanan perkawinan merupakan beban sebagai pasangan di dalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa pekerjaan rumah tangga karena pasangan tidak dapat atau tidak bisa membantu, tidak adanya dukungan pasangan dan sikap pasangan yang mengambil keputusan tidak secara bersama-sama.

  • Kurangnya keterlibatan sebagai pasangan
    Kurangnya keterlibatan sebagai pasangan mengukur tingkat seseorang dalam memihak secara psikologis pada perannya sebagai pasangan. Keterlibatan sebagai pasangan bisa berupa kesediaan sebagai pasangan untuk menemani pasangannya dan sewaktu dibutuhkan oleh pasangannya.

  • Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua
    Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua mengukur tingkat seseorang dalam memihak perannya sebagai orang tua. Keterlibatan sebagai orang tua untuk menemani anak dan sewaktu dibutuhkan anak.

  • Campur tangan pekerjaan
    Campur tangan pekerjaan menilai derajat dimana pekerjaan seseorang mencampuri kehidupan keluarganya. Campur tangan pekerjaan bisa berupa persoalan-persoalan pekerjaan yang mengganggu hubungan di dalam keluarga yang tersita.

Work-family conflict (WFC) memiliki beberapa definisi. Menurut Triaryati (2003), work-family conflict (WFC) merupakan suatu bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal.

Work-family conflict (WFC) didefinisikan sebagai bentuk konflik antar peran dimana tekanan dari peran pekerjaan dan keluarga saling bertentangan (Kahn et al, 1964, dalam Ahmad, 2008). Ketidakcocokan tersebut ditunjukkan dengan kenyataan partisipasi dalam peran pekerjaan dibuat lebih sulit berdasarkan partisipasi dalam peran keluarga dan sebaliknya.

Pekerjaan mengganggu keluarga, artinya sebagian besar waktu dan perhatian dicurahkan untuk melakukan pekerjaan sehingga kurang mempunyai waktu untuk keluarga (Murtiningrum, 2005). Misalkan saja, ayah yang terlalu bersemangat dalam bekerja sehingga tidak memiliki waktu untuk sekadar makan malam bersama anak atau pasangan suami istri yang setiap harinya berangkat kerja mulai pagi hari dan pulang pada larut malam, sehingga hanya bisa bertemu dalam kondisi yang sudah lelah yang memungkinkan tidak terjadinya komunikasi.

Work-family conflict (WFC) dibatasi dalam beberapa hal yaitu:

  1. Hubungan “ work-family ” mengandung arti seseorang memiliki peran dalam pekerjaan dan keluarga, bukan hanya peran dalam pekerjaan.

  2. Adanya perbedaan antara nilai, hubungan sosial, dan kebutuhan dalam kehidupan pekerjaan atau keluarga yang dengan sendirinya dapat menimbulkan konflik.

  3. Adanya kejadian yang terjadi secara bersamaan dalam beberapa peran sehingga menimbulkan tekanan (peran dalam keluarga dan pekerjaan) (Amelia, 2007).

Menurut Greenhouse and Beutell (1985) mendefinisikan konflik peran ganda atau work family conflict adalah sebuah konflik yang timbul akibat tekanan-tekanan yang berasal dari pekerjaan dan keluarga. Menurut Davis dan Newstrom (1995) konflik peran ganda merupakan perbedaan persepsi terhadap suatu peran yang disebabkan sulitnya untuk mengungkapkan harapan-harapan tertentu tanpa memisahkan harapan yang lain.

Bentuk-Bentuk Work-Family Conflict

Menurut Gibson, dkk (1995), bentuk konflik peran yang dialami individu ada tiga yaitu,:

  1. Konflik peran itu sendiri ( person role conflict ). Konflik ini terjadi apabila persyaratan peran melanggar nilai dasar, sikap dan kebutuhan individu tersebut

  2. Konflik intra peran ( intra role conflict ). Konflik ini sering terjadi karena beberapa orang yang berbeda beda menentukan sebuah peran menurut rangkaian harapan yang berbeda beda, sehingga tidak mungkin bagi orang yang menduduki peran tersebut untuk memenuhinya. Hal ini dapat terjadi apabila peran tertentu memiliki peran yang rumit.

  3. Konflik Antar peran ( inter role conflict ). Konflik ini muncul karena orang menghadapi peran ganda. Hal ini terjadi karena seseorang memainkan banyak peran sekaligus, dan beberapa peran itu mempunyai harapan yang bertentangan serta tanggung jawab yang berbeda-beda.

Sumber-Sumber Konflik Peran Ganda atau Work-Family Conflict

Greenhaus dan Beutell (1985) menyatakan bahwa seseorang yang mengalami konflik peran ganda akan merasakan ketegangan dalam bekerja. Faktor-faktor penyebab konflik peran ganda, diantaranya:

  1. Permintaan waktu akan peran yang tercampur dengan pengambilan bagian dalam peran yang lain.

  2. Stres yang dimulai dalam satu peran yang terjatuh ke dalam peran lain dikurangi dari kualitas hidup dalam peran itu.

  3. Kecemasan dan kelelahan yang disebabkan ketegangan dari satu peran dapat mempersulit untuk peran yang lainnya.

  4. Perilaku yang efektif dan tepat dalam satu peran tetapi tidak efektif dan tidak tepat saat dipindahkan ke peran yang lainnya (Greenhaus dan Beutell, 1985)

Dampak Work-Family Conflict

Amstad, dkk (2011) berpendapat bahwa work-family conflict merupakan masalah yang sering dianggap potensial sebagai sumber stres yang dapat berpengaruh negatif pada perilaku dan kesejahteraan karyawan. Dampak yang dapat ditimbulkan dari masalah ini dikategorikan menjadi 3 kategori yang berbeda, antara lain:

  1. Dampak work-family conflict yang berhubungan dengan pekerjaan adalah kepuasan kerja, komitmen organisasi, niat untuk berhenti, kelelahan, absensi, pekerjaan yang berhubungan dengan regangan, dan organizational citizenship behaviour .

  2. Dampak work-family conflict yang berhubungan dengan keluarga antara lain seperti kepuasan perkawinan, kepuasan keluarga, keluarga yang berhubungan dengan regangan.

  3. Dampak work-family conflict dari kedua arah (pekerjaan dan keluarga) yaitu kepuasan hidup, tekanan psikologis, keluhan somatik, depresi, dan penggunaan atau penyalahgunaan narkoba.