Apa yang dimaksud dengan Work Engagement?

Work Engagement

Apa yang dimaksud dengan Work Engagement ?

Istilah engagement dalam konteks peran kerja karyawan mulai dibicarakan sejak lima belas tahun yang lalu dalam berbagai literatur bisnis dan psikologi organisasi. Istilah engagement pertama kali digunakan dalam seting pekerjaan, Umumnya arti engagement mengarah pada keterlibatan, komitmen, gairah, antusias, fokus, usaha, dedikasi, dan energi (Schaufeli, 2013).

Telah banyak studi yang telah dilakukan mengenai work engagement , tetapi sampai saat ini belum ada definisi yang konsisten dan universal mengenai definisi dari work engagement , termasuk juga dalam hal operasionalisasi dan pengukurannya yang masih dalam cara yang berbedabeda (Kular, Gatenby, Rees, Soane, & Truss, 2008)

Kahn merupakan orang pertama yang mengemukakan konsep engagement berkaitan dengan kerja. Kahn mengenalkan konsep personal engagement yang didasarkan pada koseptualisasi job involvement , komitmen organisasi, dan motivasi intrinsik. William Khan pada tahun 1990 dalam jurnalnya yang berjudul “ Psychological Conditions of Personal Engagement and Disengagement at Work ” mengatakan engagement terjadi ketika individu mempekerjakan dan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif, dan emosional selama melakukan kinerja. Individu akan engaged dalam pekerjaannya ketika mereka merasa berkontribusi secara positif pada sesuatu yang lebih besar dari diri mereka.

(Schaufeli dan Bakker, 2003) menjelaskan keterikatan kerja sebagai keadaan pikiran berkaitan dengan pekerjaan yang bernilai positif. Sehingga karyawan sudah memiliki rasa keterikatan dengan pekerjaannya maka itu berkaitan dengan hasil yang diberikannya kepada perusahaan.

(Menurut May et all ,2004), work engagement dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan memaksimalkan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional selama bekerja. Aspek kognitif mencakup keyakinan yang dimiliki oleh karyawan mengenai organisasi tersebut, para pemimpinnya dan kondisi kerja. Aspek emosional meliputi bagaimana perasaan karyawan terhadap organisasi dan pemimpinnya. Sedangkan aspek fisik meliputi energi fisik yang dikeluarkan oleh karyawan dalam melaksanakan tugas yang ia miliki di perusahaan. Keterikatan karyawan yang demikian itu sangat diperlukan untuk mendorong timbulnya semangat kerja karyawan.

(Kular, 2008) berpendapat work engagement mengacu pada tingkat energi pekerjaan, keyakinan yang positif dan perasaan tentang organisasi, serta kondisi kerja dan nilai pekerjaan. pada karyawan yang merasa nyaman dan happy bekerja didalam perusahaan, akan memberikan pengaruh yang positif seperti kinerja yang baik dan dapat memberikan keuntungan yang berlanjut bagi perusahaan.

(Wellins, Bernthal, dan Phelps, 2008) menggunakan istilah keterikatan karyawan ( employee engagement ) mengartikannya sebagai sejauh mana individu merasa memiliki nilai, kenyamanan, dan keyakinan tentang apa yang mereka kerjakan. Keterikatan karyawan dengan perusahaan dapat terlihat ketika karyawan merasa keberadaanya di pentingkan oleh perusahaan. Sehingga memberikan keyakinan pada karyawan bahwa mereka dapat memberikan yang terbaik bagi perusahaan sendiri.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini akan mengacu pada teori yang yang dikemukakan oleh Wilmar B. Schaufeli dan Arnold B. Bakker pada tahun 2006, mengatakan work engagement merupakan keadaan pikiran yang berkaitan dengan pekerjaan yang bernilai positif serta ditandai dengan semangat, dedikasi dan absorbsi atau penyerapan.

Dimensi Work Engagement


(Schaufeli et al, 2002) mendefinisikan engagement sebagai keadaan positif, terpenuhi, serta keadaan pikiran yang berhubungan dengan pekerjaan yang dikarateristikan dengan semangat, dedikasi dan peresapan.

Dari penjelasan di atas, (Schaufeli dan Bakker, 2004) mengkonsepkan dimensidimensi dari engagement , sebagai berikut:

1. Semangat

Semangat mengarah pada tingkat energi yang tinggi dan ketahanan mental yang kuat ketika bekerja, kemauan untuk memberi usaha lebih pada pekerjaannya, dan gigih menghadapi berbagai kesulitan. Karyawan yang memiliki skor yang tinggi pada aspek ini adalah orang yang memiliki tingkat semangat dan stamina yang tinggi ketika bekerja. Sedangkan orang yang memiliki skor rendah pada aspek ini mempunyai semangat dan stamina yang rendah pula ketika bekerja.

2. Dedikasi

Dedikasi mengarah pada perasaan yang penuh dengan makna, antusias dan bangga dengan pekerjaan, serta memiliki inspirasi dan tertantang dengan pekerjaannya. Orang yang memiliki skor yang tinggi pada aspek ini mengidentifikasi pekerjaan mereka dengan kuat karena membuat pengalaman menjadi berarti dan berharga. Selain itu, juga merasa antusias dan bangga dengan pekerjaan mereka. Orang yang memiliki skor rendah pada aspek ini tidak mengidentifikasi diri mereka dengan pekerjaannya karena mereka tidak membuat pengalaman mereka menjadi bermakna, menginspirasi atau menantang.

3. Peresapan

Peresapan mengarah pada konsentrasi penuh dan mendalam, serta tenggelam dengan pekerjaan dimana waktu terasa lebih cepat dan sulit memisahkan diri dengan pekerjaan, sehingga mudah lupa dengan sesuatu disekitarnya. Orang dengan skor tinggi pada aspek ini merasa senang dan tenggelam dengan pekerjaan sebaliknya orang dengan skor rendah pada aspek ini tidak tertarik dan tidak memiliki perhatian penuh dengan pekerjaannya.

Pada intinya, work engagement melihat bagaimana karyawan menjalankan pekerjaannya; apakah sebagai sesuatu yang menstimulasi dan membuat giat, dan sesuatu yang membuat mereka benar-benar bersedia untuk mendedikasikan atau menyediakan sepenuhnya waktu dan usaha (komponen semangat; sebagai sesuatu yang signifikan dan bermakna; dan sebagai sesuatu yang mengasyikkan dan membuat mereka benar-benar mampu berkonsentrasi (Bakker dkk, 2008 dalam Bakker, Albrecht, & Leiter, 2011).

Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Work Engagement


(Bakker, 2007) menyebutkan bahwa terdapat tiga faktor yang menjadi penyebab utama work engagement , yaitu:

1. Job resources

Job resources merujuk pada aspek fisik, sosial, maupun organisasional dari pekerjaan yang memungkinkan individu untuk mengurangi tuntutan pekerjaan dan biaya yang berhubungan dengan pekerjaan, mencapai target pekerjaan, dan menstimulasi pertumbuhan, pembelajaran, dan perkembangan personal.

2. Salience of Job Resources

Faktor ini merujuk pada seberapa penting atau bergunanya sumber daya pekerjaan yang dimiliki oleh individu.

3. Personal resources

Personal resources merujuk kepada karakteristik yang dimiliki oleh karyawan seperti kepribadian, sifat, usia, dan lain-lain. Karyawan yang engagedakan memiliki karakteristik personal yang berbeda dengan karyawan lainnya, karena mereka memiliki skor ekstraversion dan conscientiousness yang lebih tinggi, serta memiliki skor neuroticism yang lebih rendah (Bakker, 2007). Selain itu, menurut Wehmeyer pada tahun 1997 bahwa determinasi diri sebagai penyebab utama dalam kehidupan seseorang yang memiliki kebebasan dan kendali tentang bagaimana ia mengerjakan pekerjaanya sendiri. Sedangkan, personal resources adalah aspek diri yang mengatur dan memberikan dampak pada lingkungan sesuai dengan keinginan dan kemampuan.

Work engagement merupakan salah satu faktor penting dalam organisasi bisnis untuk menghadapi persaingan pasar yang ketat karena akan berhubungan dengan performa baik individu ataupun perusahaan (Bakker & Leiter, 2010).

Menurut Kahn (1990) work engagement didefiniskan sebagai bentuk optimalisasi keterikatan anggota organisasi terhadap peran kerja mereka dengan melibatkan aspek fisik, kognitif maupun emosional.

Menurut Schaufeli dan Bakker (2003) work engagement didefinisikan sebagai kondisi pikiran yang positif, penuh, dan terhubung dengan pekerjaan yang ditandai dengan vigour, dedication dan absorption.

  • Vigour dicirikan dengan tingginya tingkat energi dan ketahanan mental saat bekerja, kemauan untuk menginvestasikan usaha pada pekerjaan, dan kegigihan saat menghadapi kesulitan.

  • Dedication mengacu pada keterlibatan kuat individu terhadap pekerjaannya, dan mengalami perasaan signifikan, antusiasme, inspirasi, kebanggaan, serta tantangan.

  • Absorption, ditandai dengan konsentrasi sepenuhnya dan rasa senang pada pekerjaan, sehingga waktu terasa cepat berlalu ketika bekerja dan individu kesulitan untuk melepaskan diri dari pekerjaan.

Schaufeli dan Bakker (2003) mengemukakan bahwa work engagement dapat dipengaruhi oleh personal resource dan job resource. Personal resource merupakan evaluasi diri positif terkait dengan ketahanan yang merujuk kepada kemampuan individu untuk melakukan kontrol dan nantinya akan berpengaruh terhadap lingkungannya (Hobfoll, Johnson, Ennis & Jackson dalam Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, & Schaufeli, 2007).

Menurut Sweetman dan Luthans (2010) personal resource meliputi self efficacy, optimis, harapan dan resiliensi. Individu akan menggunakan personal resources, salah satunya resiliensi untuk dapat menjadikan dirinya engaged terhadap pekerjaannya. Resiliensi akan menjadi faktor penghambat stres individu dalam menghadapi tuntutan pekerjaan. Resiliensi yang rendah akan memicu tingkat stres yang tinggi dan memunculkan disengagement pada individu.

Menurut Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma dan Bakker (2002) mendefinisikan work engagement sebagai positivitas, pemenuhan kerja dari pusat pikiran yang dikarakteristikkan. Work engagement merupakan sebuah motivasi dan pusat pikiran positif yang berhubungan dengan pekerjaan yang dicirikan dengan vigor, dedication dan absorption . Jadi seorang yang bercirikan dari ketiga tersebut adalah seorang yang memiliki engaged dalam bekerja Brown (dalam Robbins, 2003) memberikan definisi work engagement yaitu dimana seorang karyawan dikatakan work engagement dalam pekerjaannya apabila karyawan tersebut dapat mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan pekerjaannya, dan menganggap kinerjanya penting untuk dirinya, selain untuk organisasi.

Karyawan dengan work engagement yang tinggi dengan kuat memihak pada jenis pekerjaan yang dilakukan dan benar-benar peduli dengan jenis kerja itu . yang dimaksud bahwa seorang yang memiliki engagement adalah mencurahkan dari fisik dan psikis pada pekerjaannya. Menurut Kahn (dalam Mujiasih,E & Ratnaningsih,IZ, 2004 ) work engagement dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional selama bekerja. Yang artinya bahwa pekerjaan adalah segalanya untuk kehidupannya.

Pengertian yang dikemukan Wellins & Concelman (dalam Mujiasih, 2004) mengenai work engagement adalah kekuatan ilusif yang memotivasi karyawan meningatkan kinerja pada level yang lebih tinggi, energi ini berupa komitmen terhadap organisasi, rasa memiliki pekerjaan dan kebanggaan, usaha yang lebih (waktu dan energi), semangat dan etertarikan, komitmen dalam melaksanakan pekerjaan. Menurut Wilmar S, Di organisasi modern, modal mental adalah menaikkan kepentingan. Oleh karena itu mereka tidak membutuhkan kekuatan pekerja yang sekedar “sehat” tetapi kekuatan pekerja yang termotivasi adalah engaged.(Scaufeli, W, 2011).

Dari beberapa pengertian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa Work Engagement adalah sebuah sugesti untuk bekerja tanpa paksaan baik secara fisik maupun psikis dengan adanya semangat dan kepuasan dalam diri selama bekerja.

Komponen Work Engagement


Secara ringkas Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, & Bakker, (2002) menjelaskan mengenai dimensi yang terdapat dalam work engagement, yaitu:

  • Vigor
    Merupakan curahan energi dan mental yang kuat selama bekerja, keberanian untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, dan tekun dalam menghadapi kesulitan kerja. Juga kemauan untuk menginvestasikan segala upaya dalam suatu pekerjaan, dan tetap bertahan meskipun menghadapi kesulitan.

  • Dedication
    Merasa terlibat sangat kuat dalam suatu pekerjaan dan mengalami rasa kebermaknaan, antusiasme, kebanggaan, inspirasi dan tantangan.

  • Absorption
    Dalam bekerja karyawan selalu penuh konsentrasi dan serius terhadap suatu pekerjaan. Dalam bekerja waktu terasa berlalu begitu cepat dan menemukan kesulitan dalam memisahkan diri dengan pekerjaan.

Work engagement mempunyai tiga dimensi yang merupakan perilaku utama, aspek tersebut mencakup: a. Membicarakan hal-hal positif mengenai organisasi pada rekannya dan mereferensikan organisasi tersebut pada karyawan dan pelanggan potensial.

Ciri-ciri Work Engagement


Karyawan yang memiliki work engagement terhadap organisasi/ perusahaan memiliki karakteristik tertentu. Berbagai pendapat mengenai karakteristik karyawan yang memiliki work engagement yang tinggi banyak dikemukakan dalam berbagai literatur, diantaranya Federman (2009) mengemukakan bahwa karyawan yang memiliki work engagement yang tinggi dicirikan sebagai berikut:

  1. Fokus dalam menyelesaikan suatu pekerjaan

  2. Merasakan diri adalah bagian dari sebuah tim dan sesuatu yang lebih besar daripada diri mereka sendiri

  3. Merasa mampu dan tidak merasakan sebuah tekanan dalam membuat sebuah lompatan dalam pekerjaan

  4. Bekerja dengan perubahan dan mendekati tantangan dengan tingkah laku yang dewasa Menurut Hewitt (Schaufeli & Bakker, 2010).

Menurut Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma dan Bakker (2002) mendefinisikan work engagement sebagai positivitas, pemenuhan kerja dari pusat pikiran yang dikarakteristikkan, Work engagement merupakan sebuah motivasi dan pusat pikiran positif yang berhubungan dengan pekerjaan yang dicirikan dengan vigor, dedication dan absorption. Jadi seorang yang bercirikan dari ketiga tersebut adalah seorang yang memiliki engaged dalam bekerja.

Brown (dalam Robbins, 2003) memberikan definisi work engagement yaitu dimana seorang karyawan dikatakan work engagement dalam pekerjaannya apabila karyawan tersebut dapat mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan pekerjaannya, dan menganggap kinerjanya penting untuk dirinya, selain untuk organisasi. Karyawan dengan work engagement yang tinggi dengan kuat memihak pada jenis pekerjaan yang dilakukan dan benar-benar peduli dengan jenis kerja itu . yang dimaksud bahwa seorang yang memiliki engagement adalah mencurahkan dari fisik dan psikis pada pekerjaannya.

Menurut Kahn (dalam Mujiasih,E & Ratnaningsih,IZ, 2004) work engagement dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional selama bekerja. Yang artinya bahwa pekerjaan adalah segalanya untuk kehidupannya.

Pengertian yang dikemukan Wellins & Concelman (dalam Mujiasih, 2004) mengenai work engagement adalah kekuatan ilusif yang memotivasi karyawan meningatkan kinerja pada level yang lebih tinggi, energi ini berupa komitmen terhadap organisasi, rasa memiliki pekerjaan dan kebanggaan, usaha yang lebih (waktu dan energi), semangat dan etertarikan, komitmen dalam melaksanakan pekerjaan.

Menurut Wilmar S, Di organisasi modern, modal mental adalah menaikkan kepentingan. Oleh karena itu mereka tidak membutuhkan kekuatan pekerja yang sekedar “sehat” tetapi kekuatan pekerja yang termotivasi adalah engaged.(Scaufeli, W, 2011).

Dari beberapa pengertian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa Work Engagement adalah sebuah sugesti untuk bekerja tanpa paksaan baik secara fisik maupun psikis dengan adanya semangat dan kepuasan dalam diri selama bekerja.

Komponen Work Engagement


Secara ringkas Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, & Bakker, (2002) menjelaskan mengenai dimensi yang terdapat dalam work engagement, yaitu:

  1. Vigor
    Merupakan curahan energi dan mental yang kuat selama bekerja, keberanian untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, dan tekun dalam menghadapi kesulitan kerja. Juga kemauan untuk menginvestasikan segala upaya dalam suatu pekerjaan, dan tetap bertahan meskipun menghadapi kesulitan.

  2. Dedication
    Merasa terlibat sangat kuat dalam suatu pekerjaan dan mengalami rasa kebermaknaan, antusiasme, kebanggaan, inspirasi dan tantangan.

  3. Absorption
    Dalam bekerja karyawan selalu penuh konsentrasi dan serius terhadap suatu pekerjaan. Dalam bekerja waktu terasa berlalu begitu cepat dan menemukan kesulitan dalam memisahkan diri dengan pekerjaan.

Luthan (2006) Komponen yang digunakan dalam mengukur keterlibatan kerja menurut beberapa pakar:

  1. Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan
    Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan dapat menunujukan seorang pekerja terlibat dalam pekerjaan. Aktif berpartisipasi adalah perhatian seseorang terhadap sesuatu. Dari tingkat atensi inilah maka dapat diketahui seberapa seorang karyawan perhatian, peduli, dan menguasai bidang yang menjadi perhatiannya.

  2. Menunjukan pekerjaan sebagai yang utama
    Menunjukan pekerjaan sebagai yang utama pada karyawan yang dapat mewakili tingkat keterlibatan kerjanya. Apabila karyawan merasa pekerjaannya adalah hal yang utama. Seorang karyawan yang mengutamakan pekerjaan akan berusaha yang terbaik untuk pekerjaannya dan menganggap pekerjaannya sebagai pusat yang menarik dalam hidup dan yang pantas untuk diutamakan.

  3. Melihat pekerjaannya sebagai sesuatu yang penting bagi harga diri.
    Keterlibatan kerja dapat di lihat dari sikap seseorang pekerja dalam pikiran mengenai pekerjaannya, dimana seorang karyawan menganggap pekerjaan penting bagi harga dirinya. Harga diri merupakan panduan keprcayaan diri dan penghormatan diri, mempunyai harga diri yang kuat artinya merasa cocok dengan kehidupan dan penuh keyakinan, yaitu mempunyai kompetensi dan sanggup mengatasi masalahmasalah kehidupan.

    Harga diri adalah rasa suka dan tidak suka akan dirinya. Apabila pekerjaan tersebut dirasa berarti dan sangat berharga baik secara materi dan psikologis pada pekerja tersebut maka pekerja tersebut menghargai dan akan melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin sehingga keterlibtan kerja dapat tercapai, dan karyawan tersebut merasa bahwa pekerjaan mereka penting bagi harga dirinya.

Pendapat Lockwood (2007), work engagement mempunyai tiga dimensi yang merupakan perilaku utama, aspek tersebut mencakup:

  1. Membicarakan hal-hal positif mengenai organisasi pada rekannya dan mereferensikan organisasi tersebut pada karyawan dan pelanggan potensial.

  2. Memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi anggota organisasi tersebut, meskipun terdapat kesempatan untuk bekerja di tempat lain.

  3. Memberikan upaya dan menunjukkan perilaku yang keras untuk berkontribusi dalam kesuksesan bisnis perusahaan.

Menurut Development Dimensions International (DDI) Dalam Bakker & Leiter (2010), terdapat 3 komponen dalam work engagement, yaitu:

  1. Cognitive
    Memiliki keyakinan dan mendukung atas tujuan dan nilai-nilai organisasi

  2. Affective
    Memiliki rasa kepemilikan, kebanggaan dan kelekatan terhadap organisasi dimana ia bekerja.

  3. Behavioral
    Keinginan untuk melangkah jauh bersama organisasi dan memiliki niat yang kuat untuk bertahan dengan organisasi.

Ciri-ciri Work Engagement


Karyawan yang memiliki work engagement terhadap organisasi/ perusahaan memiliki karakteristik tertentu. Berbagai pendapat mengenai karakteristik karyawan yang memiliki work engagement yang tinggi banyak dikemukakan dalam berbagai literatur, diantaranya Federman (2009) mengemukakan bahwa karyawan yang memiliki work engagement yang tinggi dicirikan sebagai berikut:

  1. Fokus dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dan juga pada pekerjaan yang berikutnya
  2. Merasakan diri adalah bagian dari sebuah tim dan sesuatu yang lebih besar daripada diri mereka sendiri
  3. Merasa mampu dan tidak merasakan sebuah tekanan dalam membuat sebuah lompatan dalam pekerjaan
  4. Bekerja dengan perubahan dan mendekati tantangan dengan tingkah laku yang dewasa

Menurut Hewitt (Schaufeli & Bakker, 2010), karyawan yang memiliki work engagement yang tinggi akan secara konsisten mendemonstrasikan tiga perilaku umum, yaitu:

  1. Say – secara konsisten bebicara positif mengenai organisasi dimana ia bekerja kepada rekan sekerja, calon karyawan yang potensial dan juga kepada pelanggan

  2. Stay – Memiliki keinginan untuk menjadi anggota organisasi dimana ia bekerja dibandingkan kesempatan bekerja di organisasi lain

  3. Strive – Memberikan waktu yang lebih, tenaga dan inisiatif untuk dapat berkontribusi pada kesuksesan bisnis organisasi.

Robertson, Smythe (2007) berpendapat bahwa karyawan yang engaged menunjukkan antusiasme, hasrat yang nyata mengenai pekerjaannya dan untuk organisasi yang mempekerjakan mereka.

Karyawan yang engaged menikmati pekerjaan yang mereka lakukan da berkeinginan untuk memberikan segala bantuan yang mereka mampu untuk dapat mensukseskan organisasi dimana mereka bekerja. Karyawan yang engaged juga mempunyai level energi yang tinggi dan secara antusias terlibat dalam pekerjaannya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Work Engagement


Menurut Lockwood (2007) engagement merupakan konsep yang kompleks dan dipengaruhi banyak faktor, diantaranya adalah budaya di dalam tempat bekerja, komunikasi organisasional, gaya manajerial yang memicu kepercayaan dan penghargaan serta kepemimpinan yang dianut dan reputasi perusahaan itu sendiri. Engagement juga dipengaruhi karakteristik organisasional, seperti reputasi untuk integritas, komunikasi internal yang baik dan inovasi budaya.

Menurut Luthans (2006) tiga kondisi psikologis yang meningkatkan kemungkinan keterlibatan individu dalam pekerjaan, sebagai berikut :

  1. Perasaan berarti Perasaan berarti secara psikologis adalah perasaan diterima melalui energi fisik, kongnitif, dan emosional. Perasaan berarti adalah merasakan pengalaman bahwa tugas yang sedang dikerjakan adalah berharga, berguna dan atau bernilai.

  2. Rasa aman Rasa aman secara psikologis muncul ketika individu mampu menunjukan atau bekerja tanpa rasa takut atau memiliki konsekuensi negatif terhadap citra diri, status, dan atau karier. Perasaan aman dan percaya dibangun dengan situasi yang telah diperkirakan, konsisten jelas tanpa ancaman.

  3. Perasaan ketersediaan Perasaan ketersediaan secara psikologis berarti individu merasa bahwa sumbersumber yang memeberikan kecukupan fisik personal, emosional, dan kongnitif tersedia pada saat-saat yang dibutuhkan.

Gallup (dalam Luthas, 2006) Penyebab utama keterlibatan kerja ialah kecocokan jenis pekerjaan dengan individudalam. Peyebab lainnya dari keterlibatan kerja didindikasikan dengan kecocokan lingkungan kerja dengan individu. Faktor pendorong work engagement yang dijabarkan oleh Perrins (2003) meliputi 10 hal yang dijabarkan secara berurutan:

  1. Senior Management yang memperhatikan keberadaan karyawan
  2. Pekerjaan yang memberikan tantangan
  3. Wewenang dalam mengambil keputusan
  4. Perusahaan/ organisasi yang fokus pada kepuasan pelanggan
  5. Memiliki kesempatan yang terbuka lebar untuk berkarier
  6. Reputasi perusahaan
  7. Tim kerja yang solid dan saling mendukung
  8. Kepemilikan sumber yang dibutuhkan untuk dapat menunjukkan performa kerja yang prima
Referensi

http://digilib.uinsby.ac.id/14173/29/Bab%202.pdf