Apa yang dimaksud dengan Warga Negara Asing?

Warga Negara Asing

Apa yang dimaksud dengan Warga Negara Asing ?

Pengertian Warga Negara Asing

Individu yang bertempat tinggal dalam suatu negara berupa warga negara dan bukan warga negara. Orang yang bukan warga negara ini disebut sebagai orang asing Untuk menentukan seseorang penduduk adalah warga negara atau bukan, hal tersebut diatur oleh hukum nasional dari masing-masing negara. Dalam hukum nasionalnya akan ditentukan siapa saja termasuk warga negaranya dan yang bukan. Meskipun masingmasing negara berwenang menentukan peraturan kewarganegaraannya yang diberlakukan dalam wilayah negara itu, tetapi negara tersebut juga harus memperhatikan prinsip-prinsip hukum internasional yang terdapat dalam perjanjian internasional, hukum kebiasaan internasional dan azasazas umum hukum internasional mengenai kewarganegaraan. Menurut J.G. Starke, arti penting status kewarganegaraan ( Nationality ) seseorang bagi hukum internasional adalah dalam hal :

  1. Pemberian hak perlindungan diplomatik di luar negeri. Setiap negara berhak melindungi warga negaranya di luar negeri.

  2. Negara yang menjadi kebangsaan seseorang tertentu akan bertanggungjawab kepada negara lain apabila negara itu melalaikan kewajibannya mencegah tindakan-tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan atau negara tersebut tidak menghukumnya, setelah tindakan melanggar hukum itu dilakukan.

  3. Secara umum, suatu negara tidak boleh menolak atau menerima kembali warga negaranya sendiri di wilayahnya.

  4. Nasionalitas berhubungan erat dengan kesetiaan, dan salah satu hak utama dari kesetiaan adalah kewajiban untuk dinas militer di negara terhadap mana kesetiaaan itu di baktikan.

  5. Suatu negara mempunyai hak luas, kecuali adanya traktat khusus yang mengikatnya untuk melakukan hak itu, untuk menolak pengekstradisian warganya kepada negara lain yang meminta penyerahannya.

  6. Status musuh dalam perang dapat ditentukan oleh nasionalitas orang tersebut.

  7. Suatu negara melaksanakan yurisdiksi pidana dan yurisdiksi lainnya berdasarkan nasionalitas seseorang.

Sangatlah penting untuk terlebih dahulu menentukan status kewarganegaraan seseorang supaya tidak timbul keragu-raguan dalam penerapan hukum kepadanya. Apabila timbul keragu-raguan, maka aturan hukum yang dipergunakan adalah hukum nasional setempat yang diakui oleh orang tersebut atau hukum yang berlaku di negara yang diduga menjadi kebangsaan orang tersebut, demikian pendapat Russell J dalam perkara Stoeck v Public Trustee , sebagai berikut :

” Persoalan dari negara mana seseorang berasal pada akhirnya harus diputuskan oleh hukum nasional setempat dari negara yang diklaim oleh orang itu sebagai negaranya atau yang diduga sebagai negaranya ” .

Prinsip tersebut sesuai pula dengan pasal 1 dan 2 The Hague Convention on the Conflict of Nationality Law 1930, menyatakan sebagai berikut :

Pasal 1

“Setiap negara untuk menentukan menurut haknya sendiri tentang siapa yang merupakan warganegaranya . Hukum ini harus diakui oleh negara-negara lain sejauh hal tersebut konsisten dengan konvensikonvensi internasional, kebiasaan internasional dan prinsip-prinsip hukum yang umumnya diakui berkenaan dengan nasionalitas”.

Pasal 2 :

“Setiap persoalan mengenai apakah seseorang yang berkewarganegaraan suatu negara harus ditentukan sesuai dengan hukum dari negara tersebut”.

Dalam membahas persoalan perlindungan hukum internasional terhadap orang asing ini digunakan pendekatan doktrinal dan praktek pengadilan internasional. Dari pendapat para ahli hukum internasional, akan ditemukan asas-asas dan teori-teori hukum mengenai kedudukan individu sebagai subyek hukum internasional. Asas-asas kewarganegaraan sebagai dasar utama pemberlakuan azas yurisdiksi dan tanggung jawab negara terhadap warga negaranya dan orang asing.

Individu sebagai Subyek Hukum Internasional


Kedudukan seorang individu sebagai warga negara atau orang asing, ia adalah subyek hukum internasional, yang memiliki hak dan kewajiban menurut hukum internasional dalam arti yang terbatas. Dalam arti terbatas ini sebagai kebalikan dari pengertian negara sebagi subyek hukum internasional dalam arti penuh. Pandangan ini didasarkan pada konsep teoritis bahwa hanya negara sebagai subyek hukum, dan individu memiliki hak dan kewajiban tertentu melalui negara yang menjadi peserta suatu konvensi, seperti pada Konvensi Palang Merah Tahun 1949.

Dengan meminjam istilah dari Prof. Nguyen Quoc Din, bahwa individu adalah subyek hukum internasional buatan, karena kehendak negaralah, yang dirumuskan dalam ketentuan-ketentuan konvensional, yang menjadikan individu dalam hal-hal tertentu sebagai subyek hukum internasional.

Dalam perkembangannya, kedudukan individu sebagai subyek hukum internasional menjadi penting dan paham mengenai hanya negara sebagai subyek hukum internasional mulai ditinggalkan, seperti dalam kasus Danzig Railway Officials Case , Mahkamah Internasional mengeluarkan keputusan dalam diktumnya yang bersifat umum berpendapat bahwa :

“Apabila suatu perjanjian internasional memberikan hak tertentu kepada orang perorangan, hak itu harus diakui dan mempunyai daya laku dalam hukum internasional, artinya diakui oleh badan peradilan internasional”.

Demikian pula dengan adanya peradilan di Nurenberg dan Tokyo dalam mengadili para pelaku kejahatan perang, dalam hal mana para pelaku kejahatan bertanggungjawab secara individu atas kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan, dan tidak dapat berlindung pada negaranya.