Apa yang dimaksud dengan upah minimum kota?

upah minimum kota

Upah pada dasarnya merupakan sumber utama penghasilan seseorang,
sebab itu, upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan karyawan dan
keluarganya dengan wajar.

Apa yang dimaksud dengan upah minimum kota?

Menurut Permaner Nomor Per-01/MEN/1999 pasal 1 ayat 1, upah minimum kota (UMK) adalah upah bulanan yang terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap (Tjandra, 2007). Menurut Sumarsono (2009) sistem pengupahan merupakan kerangka bagaimana upah diatur dan ditetapkan system. Pengupahan di Indonesia pada umumnya didasarkan kepada tiga fungsi upah, yaitu:

  1. Menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya;
  2. Mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang;
  3. Menyediakan insentip untuk mendorong peningkatan produktiftas kerja.
    Penghasilan atau imbalan yang diterima seseorang karyawan atau pekerja sehubungan dengan pekerjaannya dapat digolongkan kedalam bentuk, yaitu:
  4. Upah atau gaji dalam bentuk uang;
  5. Tunjangan dalam bentuk natura;
  6. Fringe benefit; dan
  7. Kondisi lingkungan kerja.

Upah pada dasarnya merupakan sumber utama penghasilan seseorang, sebab itu, upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan karyawan dan keluarganya dengan wajar. Kewajaran dapat dinilai dan diukur dengan kebutuhan hidup minimum atau sering disebut Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Dari pengertian upah minimum diatas dapat disimpulkan bahwa upah minimum kota adalah upah minimum yang berlaku di daerah kota.

Penetapan Tingkat Upah (UMK)


UU No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa upah minimum harus berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL) dan dengan memperhatikan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi dimana upah minimum bertujuan untuk memenuhi KHL. Penetapan upah minimum telah diatur dalam pasal 4 Permenaker Bo. 17/2005, upah minimum ditetapkan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :

  1. Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
  2. Produktifitas (jumlah PDRB : jumlah tenaga kerja pada periode yang sama)
  3. Pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan nilai PDRB)
  4. Usaha yang paling tidak mampu

Menurut Tjandra (2007), UMK ditetapkan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

  1. Kebutuhan
  2. Indeks harga konsumen
  3. Kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan
  4. Upah pada umumunya yang berlaku di daerah tertentu dan antar daerah
  5. Kondisi pasar kerja dan tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan per kapita

Menurut pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.KEP-226/MEN/2000 tentang perubahan pasal 1, pasal 3, pasal 4, pasal 8, pasal 11, pasal 20, pasal 21 Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER-01/MEN/1999 tentang upah minimum, upah minimum propinsi adalah upah yang berlaku untuk seluruh kabupaten atau kota di satu propinsi. Besarnya upah minimum untuk setiap wilayah propinsi atau kabupaten atau kota tidak sama karena tergantung nilai kebutuhan hidup minimum (KHM) di daerah bersangkutan.

Penetapan upah minimum perlu mempertimbangkan beberapa hal secara komprehensif. Dasar pertimbangan menurut Pasal 6 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor PER01/MEN/1999 sebagai berikut:

  1. Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dengan mempertimbangkan:

    • Kebutuhan Hidup Minimum (KHM);

    • Indeks Harga Konsumen (IHK);

    • Kemampuan, perkembangan, dan kelangsungan perusahaan;

    • Upah pada umumnya yang berlaku di daerah tertentu dan antar daerah; 26

    • Kondisi pasar kerja;

    • Tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan perkapita.

  2. Untuk penetapan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK), di samping mempertimbangkan butir 1 di atas juga mempertimbangkan kemampuan perusahaan secara sektoral. (Abdul Khakim, 2006).

Terhadap perusahaan yang tidak mampu melaksanakan ketetapan Upah Minimum, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor. KEP-226/MEN/2000 juga mengaturnya di dalam Pasal 19 ayat (2) yang menentukan “Permohonan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum diajukan kepada Gubernur melalui Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja/Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Propinsi. Permohonan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum dimaksud di atas tidaklah serta merta dapat disetujui oleh Gubernur.

Di dalam Pasal 20 ayat (2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor. KEP-226/MEN/2000 dinyatakan bahwa “Berdasarkan permohonan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum, Gubernur dapat meminta Akuntan Publik untuk memeriksa keadaan keuangan guna pembuktian ketidakmampuan perusahaan atas biaya perusahaan yang memohon penangguhan.”

Selanjutnya Gubernur menetapkan penolakan atau persetujuan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum berdasarkan audit dari Akuntan Publik. Apabila permohonan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum disetujui oleh Gubernur, maka persetujuan tersebut berlaku untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun. Atau dengan kata lain, bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dapat melakukan penangguhan yang tata caranya diatur dengan keputusan Menaker.

Penangguhan pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan yang tidak mampu dimaksudkan untuk membebaskan perusahaan yang bersangkutan melaksanakan upah minimum yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Bila penangguhan tersebut berakhir, maka perusahaan yang bersangkutan wajib melaksanakan upah minimum yang berlaku pada saat itu, tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan.