Apa yang dimaksud dengan uncertainty avoidance?

uncertainty avoidance

Apa yang dimaksud dengan uncertainty avoidance yang merupakan salah satu dimensi nilai budaya?

Hofstede (1997) mengemukakan bahwa uncertainty avoidance merupakan salah satu dimensi nilai budaya yang berhubungan dengan ketidakpastian. Salah satu hal yang dapat menimbulkan keadaan ambigu dan keadaan yang tidak pasti adalah perubahan. Setiap orang memiliki perbedaan dalam memaknai ketidakpastian yang terdapat dalam kehidupan mereka. Hal tersebut dikemukakan oleh Hofstede & Hofstede (2005) bahwa setiap budaya memiliki perbedaan dalam hal menghadapi ketidakpastian.

Definisi Uncertainty Avoidance


Menurut Hofstede & Hofstede (2005), pengertian dari Uncertainty Avoidance adalah

“the extent to which the members of a culture feel threatened by ambiguous or unknown situation”.

Pengertian lain mengenai uncertainty avoidance adalah derajat dimana seseorang merasa nyaman dengan situasi ambigu dan dengan ketidakmampuan untuk memprediksi kejadian yang akan datang dengan sebuah kepastian (Wagner III & Hollenbeck, 1995).

Kedua definisi yang dikemukakan oleh Hofstede & Hofstede (2005) dan Wagner III & Hollenbeck (1995) saling mendukung, dengan demikian maka definisi UA yang digunakan pada penelitian ini adalah derajat dimana seseorang merasa nyaman maupun tidak nyaman terhadap hal-hal yang bersifat ambigu atau tidak pasti.

Karakteristik Uncertainty Avoidance


Karakteristik Uncertainty Avoidance Tinggi dan Rendah
Ketidakpastian terhadap masa yang akan datang merupakan hal yang mendasar dalam kehidupan manusia karena manusia hidup dalam masa kini yang merupakan batas antara masa lalu dan masa yang akan datang (Hofstede, 1980). Dengan demikian maka manusia sebagai makhluk hidup, harus menghadapi fakta bahwa kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi esok (Hofstede, 1997). Berdasarkan hal tersebut, manusia hidup dalam ketidakpastian dan hanya mengetahui apa yang sudah mereka lakukan dan hal tersebut yang menyebabkan diri mereka menjadi mereka yang sekarang. Oleh karena itu, setiap manusia harus bisa mengatasi sebuah ketidakpastian yang terjadi dalam hidupnya.

Seseorang dengan UA yang rendah maka dirinya akan merasa nyaman meskipun mereka tidak yakin dengan keadaan yang sekarang ataupun dengan kejadian yang akan datang. Selain itu, orang-orang dengan UA rendah pada umumnya merasa kehidupannya tidak pasti, harus mengambil risiko dalam kehidupan, harus memiliki beberapa peraturan yang sesuai dan peraturan yang sudah tidak sesuai harus dirubah atau dihilangkan (Wagner III & Hollenbeck, 1995).

Seseorang dengan UA yang tinggi biasanya mereka merasa nyaman ketika merasa ada sebuah kepastian terhadap keadaan saat ini dan masa yang akan datang. Selain itu juga orang dengan UA tinggi menganggap ketidakpastian dapat mengancam kehidupan dan harus selalu dilawan. Menurut mereka sangat penting memiliki kehidupan yang stabil dan aman, sangat penting adanya peraturan tertulis (Wagner III & Hollenbeck, 1995).

Negara dengan UA rendah memiliki tingkat kecemasan yang rendah. Menurut mereka yang tinggal di negara yang memiliki UA yang rendah, agresi dan emosi tidak seharusnya ditunjukkan. Sebaliknya, orang-orang yang tinggal negara yang memiliki tingkat UA yang tinggi, memiliki tingkat kecemasan yang tinggi. Seseorang yang berasal dari negara dengan UA yang tinggi pada umumnya sibuk, selalu gelisah, emosional, agresif, dan selalu memiliki rasa curiga. Sedangkan seseorang yang beasal dari negara dengan UA yang rendah pada umumnya hidupnya membosankan, pendiam, easygoing, lamban, terkontrol, dan malas (Hofstede, 1997).

Uncertainty Avoidance di Indonesia


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Hofstede (1980; 1997; 2005) mengenai gambaran nilai-nilai budaya, Indonesia menempati posisi 60 dari 74 negara untuk dimensi nilai budaya UA. Dengan demikian maka Indonesia tergolong memiliki UA yang rendah. Sesuai dengan karakteristik UA rendah, maka Indonesia merupakan negara yang berisi orang-orang yang menganggap bahwa peraturan dibutuhkan untuk pengaturan yang absolute, seperti belok kanan dan belok kiri. Selain itu juga mereka menganggap bahwa segala sesuatu dapat diselesaikan tanpa memerlukan aturan formal. (Hofstede & Hofstede, 2005)

Hal yang ditemukan oleh Hofstede pada tahun 2005 tersebut berbeda dengan stereotipe yang melekat pada Indonesia yang dianggap memiliki UA tinggi yang berarti harus terdapat peraturan yang formal dan menganggap bahwa ketidakpastian merupakan ancaman. Selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Mangundjaya (2006) di sebuah BUMN X, ditemukan bahwa Indonesia memiliki UA yang tinggi, dan khususnya pada suku bangsa Jawa. Dalam penelitian ini, digunakan suku bangsa Jawa karena sebagian besar masyarakat Indonesia bersuku Jawa. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut untuk mengetahui dengan pasti mengenai gambaran kebudayaan Jawa.

A post was merged into an existing topic: Apa saja ciri-ciri masyarakat yang mempunyai nilai budaya uncertainty avoidance?

Uncertainty avoidance merupakan tingkat dimana anggota dari suatu kelompok budaya merasa terancam dengan situasi yang tidak pasti atau tidak diketahui (Hofstede & Hofstede, 2005).

Hofstede & Hofstede (2005) mendefnisikan uncertainty avoidance- adalah: “the extent to which the members of a culture feet threatened by ambigous or unknown situations,” . Disamping definisi tersebut, Wagner & Hollenbeck (1995) menyatakan bahwa uncertainty avoidance adalah: “the degree to which people are comfortable with ambiguous situation and with the inability to predict future events with assurance”. . Mead (1990) menyatakan bahwa uncertainty avoidance adalah: “how far different cultures socialize their members into accepting ambiguous situations and tolerating uncertainty about future”.

Berdasarkan definisi Hofstede & Hofstede (2005), maka uncertainty avoidance adalah besarnya perasaan terancam yang dialami anggota masyarakat budaya tertentu oleh situasi yang tidak pasti atau ambigu.

Ketidakpastian yang di luar batas dapat menyebabkan kecemasan yang tidak dapat ditoleransi. Inti dari ketidakpastian adalah suatu pengalaman atau perasaan yang subjektif. Perasaan ini ditunjukkan melalui stres, rasa gelisah, dan kebutuhan akan sesuatu untuk dapat menentukan kepastian, seperti kebutuhan peraturan tertulis dan tidak tertulis. Perasaan ketidakpastian tidak hanya bersifat personal, tetapi juga terbagi dengan anggota lainnya dalam suatu masyarakat. Perasaan ini diwarisi dan dapat dipelajari melalui kelompok dasar dalam suatu budaya, seperti masyarakat, sekolah, dan negara (Hofstede, 1997). Pola perilaku dari suatu masyarakat dapat berbeda dengan anggota dari masyarakat yang lain.

Terdapat dua karakteristik uncertainly avoidance di masyarakat, yaitu masyarakat dengan uncertainty avoidance tinggi dan rendah. Berikut ini adalah gambaran ciri-ciri masyarakat dengan tingkat uncertainty avoidance tinggi dan rendah pada lingkungan keluarga, masyarakat dan organisasi.

Ciri-ciri Nilai Budaya Uncertainty Avoidance


Berikut adalah penjelasan Hoftede lebih lanjut mengenai masyarakat yang mempunyai nilai budaya uncertainty avoidance :

1. Mencemasakan ketidakpastian.

Masyarakat dengan uncertainty avoidance tinggi merasa nyaman bila masa kini dan masa depan mereka berada dalam situasi dan kondisi yang jelas. Mereka cenderung merasa cemas terhadap ketidakpastian hidup dan memandangnya sebagai sesuatu yang mengancam dan harus dilawan.

Sedangakn individu yang memiliki uncertainty avoidance yang rendah akan tetap merasa nyaman walaupun mereka tidak memiliki kepastian terhadap masa kini maupun masa depan. Sikap tersebut ditunjukkan dengan ciri-ciri pada masyarakat uncertainty avoidance rendah, yaitu menerima bahwa hidup memang dipenuhi oleh ketidakpastian dan cara menghadapinya adalah dengan menjalani masa kini.

2. Mementingkan peraturan.

Masyarakat uncertainty avoidance tinggi mementingkan adanya peraturan, institusi hukum, dan kontrol yang dapat mengurangi ketidakpastian… Oleh karena itu, masyarakat uncertainty avoidance tinggi memiliki aturan yang ketat dan rinci dalam mengatur kehidupannya sehari-hari. Dalam konteks keluarga, aturan diajarkan secara tegas kepada anak-anak, antara lain tentang hal-hal apa yang dianggap tabu dan pemikiran yang harus dihindari. Bagi keluarga dengan uncertainty avoidance tinggi, perbedaan adalah hal yang harus dihindari karena membahayakan.Dalam kehidupan bermasyarakat dengan uncertainty avoidance tinggi, cenderung memiliki jumlah peraturan dalam kehidupan bernegara yang lebih banyak dan lebih spesifik daripada negara dengan uncertainty avoidance rendah. Bagi mereka kehadiran peraturan sangatlah penting, walaupun tidak dipatuhi oleh warganya. Dalam lingkungan organisasi, masyarakat uncertainty avoidance tinggi memiliki banyak aturan untuk mengendalikan kinerja karyawan.

Masyarakat uncertainty avoidance rendah meiliki sedikit peraturan yang benar-benar dipakai dan perlu. Di dalam keluarga, orang dengan uncertainty avoidance rendah tidak memiliki aturan yang ketat. Anak- anak memiliki kebebasan untuk mengalami hal-hal baru dan dapat memutuskan mana yang dianggap baik dan tidak baik. Sehingga perbedaan yang muncul dalam keluarga dipandang sebagai sesuatu yang wajar dan tidak harus dihindari. Dalam kehidupan bermasyarakat, hanya terdapat sedikit aturan dan umum. Aturan yang ada dapat menjadi sesuatu yang menyeramkan. Bagi mereka, aturan dan hukum hanya dibutuhkan dalam situasi yang sangat penting. Mereka berkeyakinan bahwa masalah dapat dipecahkan meskipun tanpa aturan formal.

3. Menghindari konflik dan kompetisi

Pada Masyarakat uncertainty avoidance tinggi, konflik dalam organisasi adalah sesuatu yang tidak diinginkan, kompetisi antara karyawan tidak bisa diterima.

Dalam organisasi masyarakat uncertainty avoidance rendah memungkinkan antar karyawan untuk saling berkompetisi, adanya harapan untuk sukses. Masyarakat uncertainty avoidance rendah dapat mengatur konflik dan kompetisi sebagai suatu hal yang membangun.

4. Memiliki motivasi berprestasi rendah

Masyarakat uncertainty avoidance tinggi memiliki motivasi berprestasi yang rendah. Sedangkan masyarakat nilai budaya uncertainty avoidance rendah memiliki motivasi berprestasi yang kuat.

5. Memiliki tingkat stress tinggi

Masyarakat uncertainty avoidance tinggi memiliki tingkat stress yang tinggi sedangkan masyarakat uncertainty avoidance rendah memiliki stress pekerjaan dan kecemasan lebih rendah.

6. Menghindari perubahan

Dalam konteks organisasi, masyarakat dengan uncertainty avoidance tinggi memiliki kecenderungan menghindari perubahan sedangkan masyarakat uncertainty avoidance rendah terbuka dalam menghadapi perubahan dan hal-hal baru.

7. Meyakini pendapat ahli

Organisasi pada masyarakat yang memilik nilai budaya uncertainty avoidance tinggi cenderung memiliki banyak ahli karena mereka tidak mempercayai pendapat awam.

Sedangkan di dalam lingkungan organisasi, masyarakat uncertainty avoidance rendah mempercayai pendapat awam bila menghadapi suatu masalah.

8. Partisipasi rendah pada kegiatan sukarela.

Masyarakat uncertainty avoidance rendah cenderung memiliki partisipasi yang tinggi dalam kegiatan-kegiatan sosial dan aktivitas yang bermanfaat bagi masyarakat.