Apa yang dimaksud dengan Ujian atau Bala menurut Islam ?

Ujian

Ujian merupakan cara terbatas untuk mengukur kemampuan seseorang. Apa yang dimaksud dengan Ujian atau Bala menurut Islam ?

Secara literal, al-bala’ dan al-ikhtibar (ujian) mempunyai makna yang sama. Di dalam al-Qur’an, istilah bala’ digunakan untuk menggambarkan ujian berupa kebaikan maupun keburukan. Dalam kitab “al-Tibyan fi Tafsir Gharib al- Qur’an” dinyatakan, bahwa bala’ itu memiliki tiga makna, yaitu sebagai ni’mah (kenikmatan), sebagai ikhtibar (cobaan atau ujian), dan sebagai makruh (sesuatu yang tidak disenangi).

Kata bala’ ditemukan dalam al-Qur‟an sebanyak enam kali, di samping bentuk kata lainnya yang seakar. Akar kata ini pada mulanya berarti nyata atau nampak, seperti firman Allah swt yaitu:

Pada hari (kiamat) akan dinampakkan rahasia (Qs.al-Thariq [86]:9).

Namun makna tersebut berkembang sehingga berarti ujian yang dapat menampakkan kualitas keimanan seseorang. Dari 37 ayat yang menggunakan kata bala’ dalam berbagai bentuknya diperoleh beberapa hakikat berikut:

  • Bala’/ujian adalah keniscayaan hidup. Itu dilakukan Allah, tanpa keterlibatan yang diuji dalam menentukan cara dan bentuk ujian itu (sebagaimana halnya setiap ujian). Yang menentukan cara, waktu, dan bentuk ujian adalah Allah swt.

    Artinya : “Dia yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,” (QS. al-Mulk [67]: 2)

    Karena bala adalah keniscayaan bagi manusia mukallaf, maka tidak seorang pun yang luput darinya. Semakin tinggi kedudukan seseorang, semakin berat pula ujiannya. Karena itu, ujian para nabi pun sangat berat. Al-Qur‟an menceritakan antara lain bala‟ yang dilakukan-Nya pada Nabi Ibrahim as.

    Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.” (QS. al-Baqarah [2]: 124)

  • Aneka ujian yang merupakan keniscayaan hidup, itu antara lain ditegaskan dengan firman-Nya:

    Artinya : “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqarah [2]: 155).

    Kalau ayat di atas menguraikan aneka bala’ (ujian) yang tidak menyenangkan, maka ada juga ujian-Nya yang menyenangkan. Allah berfirman:

    Artinya : “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.” (QS. al-Anbiya‟ [21]: 35).

    Nabi Sulaiman as, misalnya yang dianugerahi aneka kuasa dan kenikmatan, menyadari fungsi nikmat sebagai ujian sehingga beliau berkata sebagaimana diabadikan al-Qur’an:

    Artinya : “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk melakukan bala‟ (menguji) aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia” (QS. al-Naml [27]: 40)26

  • Anugerah/nikmat yang berupa ujian itu, tidak dapat dijadikan bukti kasih ilahi sebagaimana penderitaan tidak selalu berarti murka-Nya. Hanya orang-orang yang tidak memahami makna hidup yang beranggapan demikian. Ini antara lain ditegaskan-Nya dalam QS. al- Fajr [89]: 15-17

    Artinya : “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”. Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim,” (QS. al-Fajr [89]: 15-17)28

  • Bala’/ujian yang menimpa seseorang dapat merupakan cara Tuhan mengampuni dosa, menyucikan jiwa dan meninggikan derajatnya. Dalam perang Uhud, tidak kurang dari tujuh puluh orang sahabat Nabi saw yang gugur. Al-Qur’an dalam konteks ini membantah mereka yang menyatakan dapat menghindar dari kematian sambil menjelaskan tujuannya:

    Artinya : “Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumah kamu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh.” Dan Allah (berbuat demikian) untuk melakukan bala’ (menguji/menampakan) apa yang ada dalam dada kamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hati kamu. Allah swt Maha Mengetahui isi hati.” (QS. Ali Imran [3]: 154).30

Dari ayat-ayat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa terdapat hal-hal yang tidak menyenangkan manusia yang dilakukan langsung oleh Allah swt, dan itu dinamainya bala’ (ujian). Berbeda dengan musibah, yang pada dasarnya dijatuhkan Allah swt akibat ulah atau kesalahan manusia. Sedangkan bala’ tidak mesti demikian, dan bahwa tujuan bala’ adalah peningkatan derajat seseorang di hadapan Allah swt.