Apa yang dimaksud dengan transnasionalisme (transnationalism)?

transnasinalisme

Transnasionalisme adalah fenomena sosial dan agenda penelitian ilmiah yang muncul karena manusia semakin saling terhubung dan perbatasan ekonomi dan sosial antarnegara semakin kabur.[1][2][3][4]

Istilah ini dipopulerkan pada awal abad ke-20 oleh penulis Randolph Bourne untuk menyebut “cara berpikir baru mengenai hubungan antar kebudayaan”, namun pencetus istilahnya adalah salah satu kolega Bourne.[5]

Transnasionalisme sebagai proses ekonomi memerlukan penataan ulang proses produksi global sehingga beberapa tahap produksi produk apapun dapat terjadi di beberapa negara dengan tujuan menekan biaya. Transnasionalisme ekonomi, biasa disebut globalisasi, muncul pada paruh akhir abad ke-20 seiring diciptakannya Internet dan komunikasi nirkabel serta berkurangnya biaya transportasi global berkat kontainerisasi.

Perusahaan multinasional dapat dipandang sebagai salah satu bentuk transnasionalisme; perusahaan multinasional berusaha menekan biaya untuk meningkatkan laba dengan menjalankan operasi seefisien mungkin tanpa memandang batas politik.

Para pendukung transnasionalisme kapitalis berusaha membantu pergerakan orang, pemikiran, dan barang lintas kawasan. Mereka yakin bahwa transnasionalisme semakin sesuai dengan pertumbuhan globalisasi kapitalis yang pesat. Mereka berpendapat bahwa perbatasan negara-bangsa tidak bisa dihubungkan dengan perpindahan tenaga kerja, perusahaan yang mengglobal, arus uang global, arus informasi global, dan kerja sama ilmu pengetahuan global.

Akan tetapi, teori kritis dari transnasionalisme berpendapat bahwa kapitalisme transnasional terbentuk lewat monopolisasi dan pemusatan modal oleh kelompok-kelompok yang dominan dalam ekonomi global dan berbagai blok penguasa. Ilmuwan yang kritis terhadap kapitalisme global (beserta krisis lingkungan dan kesenjangan global) mendukung transnasionalisme dari bawah, antara kaum pekerja, dan antara gerakan sosial dan politik populer. (Robinson, 2004)

Transnasionalisme sebagai konsep, teori, dan pengalaman telah memperkaya literatur ilmu sosial. Dalam praktiknya, transnasionalisme merujuk kepada peningkatan integrasi fungsi proses yang bersifat lintas batas atau lintas hubungan individu, kelompok, lembaga, dan mobilisasi di luar batas negara. Individu, kelompok, lembaga, dan negara berinteraksi dengan satu sama lain dalam ruang global baru, tempat bersatunya kekhasan budaya dan politik suatu negara dengan aktivitas multitingkat dan multinasional.

Transnasionalisme merupakan bagian dari proses globalisasi kapitalis. Konsep transnasionalisme mengacu pada serangkaian tautan dan interaksi antarmanusia dan antarlembaga yang melintasi perbatasan negara-bangsa.

Sejumlah pihak berpendapat bahwa diaspora seperti diaspora Cina adalah perintis transnasionalisme modern. Namun demikian, sebagian besar diaspora tidak bersifat sukarela, tidak seperti orang-orang yang berjiwa transnasionalis. Bidang politik diaspora menganggap diaspora modern berpotensi menjadi pelaku politik transnasional dan dipengaruhi gerakan-gerakan politik transnasional.[6]

Walaupun kata transnasionalisme menegaskan bahwa negara tidak mampu lagi membendung atau mengendalikan sengketa dan negosiasi sehingga kelompok-kelompok sosial menyertakan dimensi global ke dalam praktik mereka, diaspora memperkenalkan dinamika ras yang mendasari pembagian tenaga kerja internasional dan gejolak ekonomi modal global. Dalam artikelnya tahun 2006, Asale Angel-Ajani mengklaim bahwa “ada kemungkinan beralihnya studi diaspora dari diskursus bebas politik yang berkutat dalam studi transnasional.”

Karena studi diaspora Afrika berfokus pada pembentukan ras, rasisme, dan supremasi kulit putih, teori diaspora mampu membawa "sudut pandang politik, termasuk politik radikal, ke dalam kajian proses transnasional dan globalisasi”.[7]

Referensi :

[1] Graham, Pamela (1997). Reimagining the Nation and Defining the District: Dominican Migration and Transnational Politics. Caribbean Circuits: New Directions in the Study of Caribbean Migration, Center for Migration Studies: Patricia Pessar.
[2] Levitt, Peggy (2001b). The Transnational Villagers. Berkeley: University of California Press.
^ Vertovec, Steven (2001). “Transnationalism and Identity”. Journal of Ethnic and Migration Studies 27 (4).
[3] Castles, Stephen (2005). Global Perspectives on Forced Migration. University of Oxford: Refugee Studies Centre.
[4] Bourne, Randolph S. (1916). “The Jew and Tran-national America”.
[5] Kislev, Elyakim. “The transnational effect of multicultural policies on migrants’ identification: the case of the Israeli diaspora in the USA”.
[6] Angel-Ajani, Asale (2006). “Diasporic Africa: A Reader”. New York University Press. |chapter= ignored (bantuan)
[7] Glick Schiller, Nina; al (1992). “Transnationalism: A New Analytic Framework For Understanding Migration”. Annals of the New York Academy of Sciences 645: 1–24. doi:10.1111/j.1749-6632.1992.tb33484.x

Sumber : wikipedia