Apa yang dimaksud dengan Transgenik?

Transgenik

Transgenik atau transgenic merupakan organisme yang telah dipindahkan materi genetik dari spesies yang berbeda dengan menggunakan teknik modifikasi genetik. Transgenik juga dapat diartikan sebagai teknik pemindahan materi genetik dari satu organisme ke organisme lain.

Diprediksi, teknik ini mampu menjadi solusi terhadap ketahanan pangan dunia. Dimana saat ini, pertambahan penduduk berbanding terbalik dengan ketersediaan lahan pertanian. Dengan menyempitnya lahan pertanian, kemungkinan produksi pangan juga mengalami permasalahan dan ditakutkan akan terjadi krisis pangan di masa yang akan datang. Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara dengan penduduk terbanyak di dunia. Oleh karena itu, transgenik mampu menjadi solusi menjanjikan dalam ketahanan pangan nasional.

Transgenik dapat dilakukan ditanaman maupun hewan. Biasanya transgenik dilakukan pada tumbuhan untuk mendapatkan bibit unggul. Siapa sangka, hanya dengan menyisipkan gen asing dari spesies tumbuhan yang berbeda atau gen dari bakteri ataupun virus lain dapat menjadikan tanaman tahan terhadap suhu ekstrem, tidak cepat membusuk, memiliki warna atau bentuk berbeda, tahan terhadap hama, dan memiliki kuantitas serta kualitas yang lebih tinggi daripada tanaman biasa pada umumnya. Berdasarkan Rahayu (2015), tanaman yang telah dikembangkan di Indonesia sebagai produk GMO (Genetically Modified Organism) diantaranya adalah padi, tebu, tomat, singkong, pepaya dan kentang.

Adapun contoh gen yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman adalah gen OsGS3, yang merupakan gen yang terdapat dalam Oryza sativa yang terlibat dalam menentukan ukuran padi. Gen ini berfungsi dalam regulasi negatif pada pembelahan sel. Sedangkan dalam bentuk protein, protein GS3 memiliki domain VWFC yang berperan dalam interaksi protein dan signaling (Takano-Kai et al., 2009). Maka ketika gen ini disisipkan ke dalam tanaman padi, diharapkan tanaman padi pada bagian fenotip dari biji tersebut memiliki bentuk yang panjang,dan yield (beras) yang dihasilkan meningkat.

Dampak Transgenik


Proses pembuatan tanaman transgenik sebelum dilepas ke masyarakat telah melalui hasil penelitian yang panjang, studi kelayakan dan uji lapangan dengan pengawasan yang ketat, termasuk analisis dampak lingkungan untuk jangka pendek dan jangka panjang. Rekayasa genetika seperti pembuatan tanaman transgenik dilakukan untuk kesejahhteraan manusia, akan tetapi muncul dampak yang tidak diinginkan yaitu dampak negatif dan positif.

Dampak Positif Tanaman Transgenik :

  1. Dapat menghasilkan produk labih dari sumber yang labih sedikit,
  2. Rekayasa tanaman dapat hidup dalam kondisi llingkungan ekstrem akan memperluas daerah pertanian mengurangi bahaya kelaparan,
  3. Makanan dapat menjadi lezat dan menyehatkan.

Sedangkan dampak negatifnya adalah, dengan terjadinya transfer genetik didalam tubuh organisme transgenik akan muncul bahan kimia baru yang berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan pangan.

Contoh dari dampak negatif dari transgenik adalah sebagai contoh saat transfer gen tertentu dari ikan kedalam tomat, yang tidak pernah berlangsung secara alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas yang membahayakan kesehatan dan dikhawatirkan dapat menintroduksi alergen. Teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetika telah melahirkan revolusi baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia, yang dikenal sebagai revolusi gen.

Produk teknologi tersebut berupa organisme transgenik atau organisme hasil modifikasi genetic. Pada dasarnya rekayasa genetika di bidang pertanian bertujuan untuk menciptakan ketahanan pangan suatu negara dengan cara meningkatkan produksi kualitas dan upaya penanganan pasca panen serta prosesing hasil pertanian. Peningkatan produksi pangan melalui revolusi hijau. Di samping itu, kualitas gizi serta daya simpan produk pertanian juga dapat ditingkatkan sehingga secara ekonomi memberikan keuntungan secara nyata. Adapun dampak positifnya adalah untuk menciptakan keanekaragaman hayati yang lebih tinggi. Contoh lain pada tanaman anggrek transgenik dengan masa kesegaran bunga yang lama.

Contoh lain dari aplikasi transgenik adalah ilmuwan menciptakan kol beracun, dimana para ilmuwan baru-baru ini telah mengambil gen yang bertugas memprogram racun pada ekor kalajengking dan mencari cara untuk menggabungkannya dengan kol. Untuk mengurangi penggunaan pestisida sekaligus mencegah ulat merusak tanaman kol. Kol yang dimodifikasi secara genetik ini akan memproduksi racun kalajengking yang bisa membunuh ulat ketika ulat-ulat tersebut menggigit daunnya—namun racun tersebut telah dimodifikasi sehingga tidak membahayakan manusia.

Pengaruh lainnya terhadap keanekaragaman hayati terutama di daerah pertanian intensif, terutama di belahan bumi utara, pertanian merupakan faktor manajemen lingkungan yang signifikan, dan banyak keanekaragaman hayati pada negara-negara itu ada pada lapangan pertanian budidaya (Krebs et al., 1999). Oleh karena itu, perubahan pola manajemen pertanian memiliki konsekuensi yang signifikan bagi keanekaragaman hayati di negara-negara tersebut. Sedangkan pengaruhnya terhadap musuh alami seperti contoh pada tanaman tahan insekta targetnya adalah untuk mengurangi kepadatan serangga tertentu yang makan tanaman itu. Akan tetapi, serangga ini juga berfungsi sebagai mangsa dari berbagai musuh alami. Pengaruh potenial yang penting dari tanaman transgenik adalah konsekuensi dari terjadinya perubahan keberadaan dan kepadatan mangsa bagi musuh alami. Jika kepadatan mangsa berkurang, maka pengaruh aliran langsungnya adalah berkurangnya juga kepadatan musuh alami mereka. Kentang transgenik yang mengendalikan kumbang kentang Colorado mungkin bertanggung jawab atas penurunan predator kumbang tanah (Riddick et al., 1998).

Aplikasi Transgenik


Berbagai tanaman transgenik telah diproduksi dengan menggunakan berbagai teknik. Tanaman ini berinteraksi dengan organisme lain dan lingkungan pertanian. Akan tetapi, budidaya tanaman ini menjadi bahan perdebatan. Berbagai pertanyaan tentang faktor risiko telah diajukan oleh banyak penulis, misalnya masalah yang terkait dengan konsekuensi dari perlarian gen, dampak negatif terhadap keanekaragaman hayati, musuh alami, penyerbuk, organisme tanah, pengurai dan berbagai organisme bukan-sasaran. Di sisi lain, pendukungnya memberikan penekanan dalam mendukung tanaman transgenik dan mengemukakan manfaatnya, misalnya berkurangnya dampak lingkungan dari pestisida dan insektisida, meningkatnya hasil, konservasi tanah dan air, dan fitoremediasi.

Selanjutnya untuk transgenik pada hewan, ilmuwan telah mengembangkan ternak transgenik, Berdasarkan Bondioli (1991), hewan transgenik dapat digunakan sebagai alat riset biologi yang potensial dan sangat menarik karena dapat mengungkap fenomena biologi yang spesifik. Beberapa hewan transgenik juga diproduksi untuk mempunyai sifat ekonomis tertentu, misalnya untuk memproduksi susu yang mengandung protein khusus manusia yang dapat membantu dalam perawatan penyakit tertentu, atau digunakan sebagai model penyakit (secara genetic hewan dimanipulasi untuk menunjukkan gejala penyakit sehingga perawatan dapat lebih efektif untuk dipelajari). Hal ini akan sangat menarik dan menguntungkan jika penelitian mengenai transgenik diperdalam dan diperluas.

Teknologi transgenik pada hewan dilakukan melalui beberapa teknik, misalnya dengan cara penyuntikan fragmen DNA secara mikro ke dalam sel telur yang telah mengalami pembuahan. Contoh dari hewan yang mengalami teknologi ini adalah contohnya adalah sapi transgenik yang mana mempunyai laju pertumbuhan yang tinggi dan kualitas daging yang baik serta mengembangkan juga domba transgenik yang mempunyai bulu yang tebal dll. Contoh berikutnya adalah domba transgenik, dimana DNA domba ini disisipi dengan gen manusia yang disebut factor VIII (merupakan protein pembeku darah) dengan harapan gen tersebut diekspresikan. Domba transgenic yang mengekspresikan gen yang disisipkan tersebut akan menghasilkan susu yang mengandung factor VIII yang dapat dimurnikan untuk menolong penderita hemophilia.

Contoh lain pemanfaatan rekayasa genetic pada hewan misalnya pemanfaatan Hormon bST (bovine somatotrophine hormone). Hormon ini dapat memicu pertumbuhan dan meningkatkan produksi susu. bST mengontrol laktasi (pengeluaran susu) pada sapi dengan meningkatkan jumlah sel-sel kelenjar susu. Jika hormon yang dibuat dengan rekayasa genetika ini disuntuikkan pada hewan, maka produksi susu akan meningkat hingga 20%. Pemakaian bST juga telah disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration), lembaga pengawasan obat dan makanan di Amerika. Selain mempengaruhi produksi susu, treatment dengan hormon ini dapat berpengaruh pada ukuran ternak hingga 2 kali lipat ukuran normal. Caranya yaitu dengan menyuntik sel telur yang akan dibuahi dengan hormon BST. Hal ini ditulis dalam jurnal Sutarno (2016)

Kegunaan dari rekayasa genetik yang lain juga dapat melestarikan spesies langka. Sebagai contoh, sel telur zebra yang sudah dibuahi lalu ditanam dalam rahim kuda yang merupakan spesies lain sebagai surrogate mother (ibu/ induk titipan). Teknik pelestarian dengan rekaya genetik sangat bermanfaat karena induk dari spesies biasa dapat melahirkan anak dari spesies langka. Dan telur hewan langka yang sudah dibuahi dapat dibekukan, lalu disimpan bertahun-tahun meskipun induknya sudah mati. Telur yang sudah disimpan beku ini kemudian dapat ditransplantasi. Pada dasarnya, langkah-langkah dari rekombinasi genetik meliputi (1) Identifikasi gen yang diharapkan; (2) Pengenalan kode DNA terhadap gen yang diharapkan; (3) Pengaturan ekpresi gen yang sudah direkayasa; dan (4) Pemantauan transmisi gen terhadap keturunannya.

Sedangkan transgenik pada bidang akuakultur, metode yang umum digunakan adalah mikroinjeksi. Dimana pada metode ini, gen asing diintroduksikan ke dalam embrio ikan menggunakan sebuah jarum injeksi dengan diameter yang sangat kecil sekitar 5-7 μm. Penggunaan mikroskop sangat diperlukan selama proses mikroinjeksi berlangsung. Adapun metode yang telah berkembang juga dan dapat diaplikasikan terhadap ikan adalah metode transfeksi. Metode ini tidak memerlukan alat yang spesifik, yaitu melalui perendaman embrio atau telur ikan. Metode ini sangat cocok untuk ikan-ikan maupun udang yang memijah secara alami. Berdasarkan hasil penelitian Sun et al. (2005) dengan melakukan tiga metode terhadap udang memberikan hasil terbaik pada metode transfeksi.
Keuntungan secara ekonomi dari rekayasa genetika ini sangat menjanjikan dibandingkan dengan teknik pemijahan selektif, dalam melakukan tehnik rekayasa genetika, hanya memerlukan waktu yang sangat singkat untuk mencapai hasil yang sama. Sehingga tujuan dari transgenik adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi. Meskipun teknologi transgenik ini memungkinkan untuk diaplikasikan dalam bidang akuakultur (budidaya perikanan), namun masih perlu dilakukan penelaahan khusus untuk mengetahui teknologi tersebut.

Untuk regulasinya di Indonesia, ditulis oleh Ishak (2004), tuntutan global yang dijalankan pemerintah Indonesia mengharuskan pemerintah merevisi UU No. 7 Tahun 1996 yang diganti menjadi UU No. 18 Tahun 2012. Dalam UU yang baru tersebut ditambahkan pasal yang mengatur tentang produk rekayasa genetika pada pasal 1 ayat 33, dan 34 junto pasal 69 sampai pasal 77. Kemudian dampak yang ditimbulkan oleh adanya produk rekayasa genetika terhadap lingkungan diatur dalam UU No.21 tahun 2004 tentang ratifikasi protokol Cartagena dan Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2005 tentang keamanan hayati produk rekayasa genetika. Protokol Cartagena merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari konvensi tentang keanekaragaman hayati yang bertujuan untuk menjamin tingkat proteksi yang memadai dalam perpindahan, penanganan, dan pemanfaatan yang aman dari perpindahan lintas batas organisme hasil modifikasi genetik, termasuk dalam pangan, pakan dan pengolahannya.
Dengan adanya artikel ini, diharapkan pengaplikasian transgenik pada tanaman maupun hewan tetap terus diperluas dan nantinya menghasilkan manfaat yang luar biasa untuk perkembangan Indonesia kedepannya.

Referensi:
Bondioli,K.R, Biery, KA., Hill, KG., Jones, KB. and De Mayo, F.G., 1991. Production of Transgenic Cattle by Pronuklear Injection in "Transgenic Animals. pp. 265 -273.

Krebs, J.R., Wilson, J.D., Bradbury, R.B. & Siriwardena, G.M. (1999). The second silent spring. Nature, 400, 611-612.

Rahayu, T. (2015). Indonesia agricultural biotechnology annual. Indonesia.
Riddick, E.W., Dively, G. & Barbosa, P. (1998). Effect of a seed-mix deployment of Cry3 A transgenic and non transgenic potato on the abundance of Lebia grandis (Coleoptera : Carabidae) and Coleomegilla maculata (Coleoptera : Coccinellidae). Annals of Entomology Society of America, 91, 647 – 653.

Sutarno (2015). Genetika Non-Mendel. DNA mitokondria dan perannya dalam produksi hewan dan kelainan pada manusia. ISBN no 978-979-498-872-5. UNS Press, Solo

Takano-Kai, N., Jiang, H., Kubo, T., Sweeney, M., Matsumoto, T., Kanamori, H., … McCouch, S. (2009). Evolutionary history of GS3, a gene conferring grain length in rice. Genetics, 182(4), 1323–1334. http://doi.org/10.1534/genetics.109.103002

1 Like