Apa yang dimaksud dengan The Standpoint Theory dalam Ilmu Komunikasi?

Teori standpoint

Teori standpoint atau disebut juga sebagai teori sikap merupakan sebuah teori yang dapat mengubah kekuasaan seseorang melalui kewenangan suara pribadi individu. Teori standpoint pertama kali dipelopori oleh filsuf Jerman bernama Georg Wilhelm Friedrich Hegel pada tahun 1807. Ia mengemukakan bahwa teori ini membahas tentang hubungan antara tuan dan budak. Walaupun tuan dan budak hidup dalam ruang lingkup yang sama, tetapi mereka memiliki pengetahuan dan pengalaman yang berbeda. Hal tersebut disebabkan karena posisi mereka berbeda dalam kehidupan sosial.

Sejarah Standpoint Theory


Teori Standpoint ini dikembangkan oleh Nancy Hartsock. Standpoint Theory berawal pada tahun 1807, ketika filsuf Jerman Georg Wilhelm Friedrich Hegel mulai mendiskusikan mengenai hubungan antara tuan dan budak yang menyebabkan perbedaan sudut pandang pada masing-masing peran.

Hegel menuliskan bahwa meskipun budak dan tuan tinggal pada lingkungan yang sama, namun pengetahuan mereka akan lingkungan tersebut sangatlah berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh posisi mereka di dalam sosial yang memang sudah berbeda.

Hegel berpendapat bahwa akan ada perbedaan pandangan dalam menyikapi kehidupan sosial tersebut. Masing-masing kelompok sosial memiliki pandangan tersendiri terhadap realitas sosial yang ada ketika itu. Karl Marx juga membenarkan bahwa posisi para pekerja dapat membentuk cara berpikir mereka dan menentukan kekayaan intelektual yang mereka miliki. Hal ini berkaitan dengan kesempatan para pekerja untuk mengakses pengetahuan.

Nancy Hartsock menggunakan ide-ide dari Hegel dan Karl Marx untuk kemudian mengadaptasi Standpoint Theory untuk menguji hubungan antara wanita dan pria. Dengan ide inilah pada tahun 1983, Hartsock mempublikasikan “ The Feminist Standpoint : Developing the Ground for a Specially Feminist Historical Materialism”. Hartsock tertarik dengan debat mengenai feminisme dan Marxisme
yang berkembang pada tahun 1970 dan awal 1980.

Debat ini terfokus pada ketiadaan isu-isu perempuan pada teori-teori Marxis. Ketertarikan Hartsock adalah pada upaya untuk menghadirkan wanita pada teori Marx dan untuk membentuk teori feminis Marxis.

Hartsock mengembangkan teori yang dibuat oleh Marx. Jadi tidak hanya melihat peran pria dan kapitalisme saja melainkan juga mengaitkan semua aktivitas manusia. Hartsock berfokus pada klaim Marx yang menyatakan bahwa pandangan yang benar terhadap kelas sosial berasal dari salah satu posisi mayoritas yang ada dalam masyarakat. Hartsock mengamati bahwa Marx mengembangkan kritik terhadap struktur kelas. Sementara Hartsock berpendapat bahwa Marx lebih mengkritik hubungan antar kelas daripada kapitalisme. Hal ini dapat membantu Hartsock dalam menelaah feminisme.

Hartsock mengaplikasikan konsep yang dikemukakan oleh Hegel mengenai tuan dan budak dan juga gagasan Marx mengenai kelas dan kapitalisme terhadap isu seks dan gender. Orang kemudian lebih menggunakan istilah “Standpoint Theory” daripada “Feminist Standpoint Theory”. Ini dikarenakan tidak terdapat konsensus mengenai arti “feminis” itu sendiri. Banyak peneliti yang membuat definisi-definisi mengenai “feminis”. Namun demikian, Hartsock memiliki definisinya sendiri.

Menurut Hartsock feminisme fokus pada posisi sosial wanita dan keinginan untuk mengakhiri penindasan berdasarkan gender (Hartsock, 2007).

Menurut Hallstein (2003) mengemukakan bahwa Standpoint Theory menyoroti hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan. Dengan demikian, Standpoint Theory hendak memberikan pemahaman yang lebih baik dan komitmen pada gagasan bahwa pengetahuan selalu dikatikan dengan kekuasaan dan politik.

Sebagai konsekuensinya, dasar dari prinsip Standpoint Theory adalah bahwa pengetahuan selalu muncul pada lokasi sosial dan dibentuk oleh hubungan kekuasaan.

Asumsi Standpoint Theory


Menurut Saltzman Chafetz (1997) ada empat karakter teori feminis :

  1. Seks atau gender menjadi fokus utama pada teori
  2. Hubungan antara gender atau seks dilihat sebagai hal yang meragukan, oleh karenanya teori digunakan untuk memberikan pemahaman tentang bagaimana seks atau gender dikaitkan dengan ketidakadilan dan kontradiksi.
  3. Hubungan antara seks atau gender selalu berubah
  4. Teori feminis dapat digunakan untk menantang status quo ketika status quo merendahkan derajat wanita.

Sebagai tambahannya, konseptualisasi Standpoint Theory menurut Hartsock (2007), ada lima asumsi spesifik mengenai asal dari kehidupan sosial :

  1. Kehidupan material (atau posisi kelas) membentuk dan membatasi pemahaman mengenai hubungan sosial.

  2. Ketika kehidupan material dibentuk untuk dua kelompok dengan menggunakan dua hal yang bertolak belakang, maka pemahaman pada masing-masing pihak juga akan saling bertolak belakang. Ketika ada kelompok dominan dan subordinat, maka pemahaman pada kelompok dominan akan berat sebelah dan membahayakan.

  3. Pandangan pada kelompok yang memiliki kuasa akan membentuk hubungan material di mana semua kelompok dipaksa untuk berpartisipasi.

  4. Pandangan yang ada pada kelompok yang tertindas mewakili upaya dan penghargaan.

  5. Pemahaman potensial pada pihak yang tertindas (standpoint) dapat menunjukkan kekejaman hubungan yang sudah berlangsung di antara kelompok-kelompok. Keadaan ini dapat mendorong kita untuk maju dan menciptakan kehidupan yang lebih adil.

Penjelasan terkait tiap-tiap asumsi adalah sebagai berikut :

  • Asumsi pertama memberikan gagasan bahwa lokasi individu pada struktur kelas dapat membentuk dan membatasi pemahaman mereka mengenai hubungan sosial.

  • Asumsi kedua, Standpoint Theory berpendapat bahwa semua sudut pandang adalah memihak, namun kelompok superior dapat merugikan mereka yang berada pada posisi subordinat.

  • Asumsi ketiga menyatakan bahwa kelompok superior dapat menyusun kehidupan untuk menghilangkan pilihan-pilihan dari kelompok subordinat.

Truth is, to a large extent, what the dominant groups can make true; history is always written by winners. Further, the ruling classs promotes propaganda that describes the market as beneficial and virtuous.” (Hartsock, 1997)

  • Asumsi keempat menyatakan bahwa kelompok subordinat harus mengupayakan dengan keras untuk menyuarakan pandangan mereka pada kehidupan sosial.

  • Asumsi kelima membenarkan bahwa upaya ini akan menghasilkan pandangan yang lebih jelas dan akurat pada kelompok subordinat yang mengalami tekanan oleh kelompok superior. Dengan pandangan ini, kelompok subordinat dapat melihat kekejaman dalam urutan orde sosial dan menuntut akan perbaikan dunia.

Serangkaian asumsi ini mendorong kita pada kesimpulan bahwa meskipun semua sudut pandang memiliki keberpihakan, sudut pandang pada kelompok yang tertindas dapat menjadi perhatian bagi kelompok yang mendominasi.

Konsepsi Standpoint Theory juga dapat mewujudkan sebuah epistemologi atau cara untuk mengetahui, dan juga ontologi atau kepercayaan akan sesuatu hal yang layak untuk diketahui. Epistemologi dan ontologi dari Standpoint Theory juga didasarkan pada asumsi-asumsi di bawah ini :

  1. Semua pengetahuan merupakan produk dari aktivitas sosial dan dengan demikian ilmu pengetahuan bersifat objektif.
  2. Kondisi budaya yang mengelilingi kehidupan wanita akan menghasilkan pengalaman dan pemahaman yang secara rutin berbeda dengan apa yang dialami oleh pria. Perbedaan pemahanam ini sering menimbukan perbedaan pola komunikasi.
  3. Pemahaman terhadap perbedaan-perbedaan pengalaman wanita akan menjadi sangat bermanfaat.
  4. Kita hanya dapat mengetahui pengalaman wanita dengan cara menghadiri interpretasi wanita akan pengalaman mereka.

Asumsi-asumsi epistemologi dan ontologi memaparkan mengenai dua hal. Kedua hal itu adalah apa yang layak untuk dikaji dan bagaimana jika kita memulai untuk mengkajinya.

Penjelasan terkait tiap-tiap asumsi diatas adalah sebagai berikut :

  • Asumsi pertama, pengetahuan bukanlah konsep yang objektif tetapi dibentuk secara subjektif dari mereka yang mengetahuinya. Asumsi ini membuka kesempatan pada berbagai konsep kebenaran yang menjadi inti dari Standpoint Theory.

  • Asumsi kedua menitikkan pada perbedaan lokasi sosial di mana pria dan wanita tinggal. Debbie Dougherty (2001) mengungkapkan bahwa ketika muncul disfungsi pada pelecehan seksual, maka hal ini dapat menimbulkan fungsi pada pria. Doughery menyimpulkan bahwa perbedaan lokasi sosial pada pria dan wanita membentuk reaksi pria dan wanita terhadap pelecehan seksual. Dougherty juga memberikan gambaran bagaimana manajer dapat menggunakan informasi ini untuk mengembangkan workhsop yang menunjukkan bahwa fungsi tersebut dapat memuaskan pria tanpa menekan wanita di dalam organisasi.

  • Asumsi ketiga berkaitan dengan ontologi atau apa yang layak untuk diketahui. Asumsi ini menempatkan orang-orang yang termarjinalkan (dalam hal ini wanita) pada posisi awal untuk dijadikan teori dan penelitian. Ini membuat Standpoint Theory menjadi feminis dan sedikit banyak menggantikan sudut pandang kaum yang mendominasi dengan sudut pandang dari kelompok yang tidak mainstream.

Sandra Harding (1991) menambahkan bahwa yang menjadi dasar pada Standpoint Theory bukan terletak pada pengalaman wanita, melainkan pandangan dari kehidupan wanita. Perspektif dari kelompok yang termarjinalkan dapat menjadi awal untuk memulai cara berpikir kita.

  • Asumsi keempat, Standpoint Theory berangkat dari sebuah epistemologi. Cara untuk mencapai sentimen yang dikemukakan oleh Harding adalah dengan cara melihat bagaimana wanita berbicara dan menginterpretasikan pengalaman mereka.

Dalam penyelidikan ini, peneliti dalam Standpoint Theory hendak memulai dari pihak yang termarjinalkan dan fokus pada cerita dan interpretasi mereka.

Kunci Konsep Standpoint Theory


Teori ini bersandar pada tiga kunci kunci konsep, yaitu sudut pandang, situated knowledge, dan sexual division of labor.

1. Sudut pandang (standpoint)

Sudut pandang atau standpoint merupakan posisi yang diperoleh berdasarkan lokasi sosial yang mempengaruhi aspek interpretasi pada kehidupan seseorang. Menurut Hartsock (1998)

“a standpoint is not simply an interested position (interpreted as bias) but is interested in the sense of being engaged.”

Sebuah perspektif dibentuk dari pengalamanpengalaman yang terstruktur oleh posisi seseorang dalam hierarki sosial. Sebuah perspektif dapat menggiring pada pencapaian sudut pandang namun hanya melalui usaha. Sudut pandang dapat diperoleh setelah melalui pemikiran, interaksi, dan usaha. Sudut pandang harus selalu dicari secara aktif, sudut pandang dimiliki oleh mereka yang telah mengalami penindasan.

Sudut pandang diperoleh melalui pengalaman penindasan, perjanjian, refleksi dan pengenalan dari implikasi politik dari semua pengalaman-pengalaman tersebut.

Lebih jauh, sudut pandang tidak dapat lepas dari konteks sosial dan politk. Sandra Harding (1991) menyatakan bahwa sudut pandang dapat menjadi penengah pada lingkungan sosial. Hal ini karena sudut pandang ditentukan oleh lokasi sosial yang spesifik, mereka memihak, atau tidak sempurna.

Kejelasan pandangan ini juga menganjurkan bahwa posisi yang berada lebih rendah pada hierarki menguasai ketelitian yang paling besar pada sudut pandang mereka. Di mana ketelitian (akurasi) merujuk kepada kemampuan untuk melebihi batas dari pandangan parsial dan melihat di luar lokasi spesifik seseorang.

2. Situated Knolwledge

Situated knowledge merupakan pengetahuan seseorang yang didasarkan pada konteks dan keadaan. Pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang banyak dan terletak di dalam pengalaman. Dengan demikian, apa yang dipelajari oleh seseorang didapat dari posisi dan peran yang diembannya dalam kehidupan sosial.

Situated knowlegde mengingatkan kita bahwa apa yang kita ketahui dan kita lakukan bukanlah bawaan tetapi adalah hasil dari pembelajaran kita dari pengalaman yang dialami. Komunitas lokal yang berbeda dapat menentukan standpoint yang sedikit banyak berbeda, tergantung pada pengalaman yang dialami.

3. Sexual Division of Labor

Standpoint Theory bersandar pada gagasan bahwa pria dan wanita terikat dalam jabatan yang berbeda, berdasarkan pada jenis kelamin yang berimplikasi pada sexual division of labor. Sexual division of labor merupakan alokasi pekerjaan berbasiskan pada jenis kelamin.

Divisi ini tidak hanya membedakan pekerjaan berdasarkan jenis kelamin, tetapi juga mengeksploitasi wanita dengan pekerjaan tanpa menyediakan upah. Lebih jauh lagi, ketidaksetaraan yang dialami oleh wanita dalam lingkungan kerja juga dikaitkan dengan pekerjaan domestik mereka (yang tidak diberi upah).

Dengan demikian, Standpoint Theory menyoroti pada eksploitasi dan distorsi yang dihasilkan ketika pekerjaan dibagi menurut jenis kelamin.

“A standpoint is a place from which to critically view the world around us” (Griffin, 2009) .

Standpoint adalah tempat kita dalam melihat serta menilai segala sesuatu di dunia sekeliling kita. Sandra Harding dan Julia Wood mengenalkan teori standpoint mengatakan bahwa:

“The social groups within which we are located powerfully shape what we experience and know as well as how we understand and communicate with ourselves, others, and the world” (Griffin, 2009).

Teori sudut pandang berfokus pada bagaimana keadaan kehidupan individu mempengaruhi bagaimana individu memahami dan membangun dunia sosial. Titik awal untuk memahami pengalaman, bukan kondisi sosial, ekspektasi peran, atau definisi yang dihasilkan, tetapi cara-cara khusus individu membangun kondisi dan pengalaman mereka di dalamnya.

Teori standpoint berasal dari beberapa teori lain yang sudah muncul sebelumnya. Salah satunya berasal dari Georg Hegel seorang filsuf Jerman yang menganalisis kaitan antara majikan dan pembantunya (master-slave relationship). Hasil analisisnya mengatakan apa yang mereka tau tentang dirinya, orang lain dan lingkungan sosialnya tergantung pada kelompok mana mereka berada. Misalnya, tahanan dan sipir penjara mempunyai interpretasi yang berbeda terhadap apa itu hukum dan penahanan. Menurut konsepsi Hegel hal ini bisa dikatakan bahwa siapa pun pihak yang mempunyai kuasa besar di masyarakat, dia lah nanti yang akan menentukan sejarah “they are the ones who write the history books” (Griffin, 2009).

Dasar teori lainnya yang masih berasal dari Hegel adalah suadut pandang proletarian dari Karl Marx dan Friedrich Engels yang mengatakan

The impoverished poor who provide sweat equity are society’s ideal knowers, as long as they understand the class struggle in which they are involved” (Griffin, 2009).

Golongan marginal yang ikut serta dalam memperjuangkan kelas sosial mereka dan menuntut keadilan, mempunyai pemahaman ilmu yang lebih baik dan faktual serta adil perilah keadaan sosial dari pada golongan yang berkuasa. Berdasarkan Marx dan Engels kelompok atau golongan yang termarginalkan tersebut adalah kaum proletar. Kedudukan kaum proletar digantikan oleh kaum perempuan yang melawan sistem patriarki dalam Teori Standpoint milik Sandra Harding. Selanjutnya, Geoerge Herberd Mead mengatakan bahwa budaya memengaruhi individu-individu melalui proses komunikasi (interaksionisme simbolik) (Setiawan, 2014). Julia Wood memetik pendapat ini pada Teori sudut pandangnya, yaitu bahwa gender merupakan buah dari konstruksi sosial dan kultural, tidak hanya sekedar simbol biologis.

Teori sudut pandang juga memperkenalkan unsur kekuasaan ke masalah identitas. Orang-orang yang terpinggirkan atau ditundukkan tidak hanya melihat dunia melalui berbagai sudut pandang mereka yang mengalami dan memahaminya dari sudut pandang mereka sendiri tetapi mereka juga melihatnya dari sudut pandang orang-orang yang berkuasa (Littlejohn, 2005).

Asumsi Standpoint Theory

Menurut Janet Saltzman Chafetz (1997) dalam (West & Turner, 2017) ada empat ciri teori feminis :

  1. Gender atau seks menjadi fokus sentral pada teori

  2. Hubungan antara gender atau seks dipandang hal yang bermasalah, oleh karena itu teori digunakan untuk memberikan pemahaman bagaimana seks atau gender dikaitkan dengan ketidakadilan dan kontradiksi.

  3. Hubungan antara gender atau seks dipandang selalu berubah.

  4. Teori feminis dapat digunakan untuk melawan status quo ketika status quo meremehkan serta merendahkan derajat wanita.

Masih dalam buku yang sama Nancy Hartsock mengkonseptualisasikan standpoint theory pada lima asumsi sifat kehidupan sosial tertentu sebagai berikut:

  1. Kehidupan material (atau posisi kelas) menstruktur dan membuat batasan pemahaman terkait hubungan sosial.

  2. Ketika kehidupan material disusun dalam dua kelompok dengan menggunakan dua hal yang berlawanan, hingga paham pada masing-masing pihak akan bertolak belakang. Saat terdapat kelompok dominan dan bawahan, maka paham pada kelompok dominan akan parsial dan membahayakan.

  3. Pandangan atau visi pada kelompok penguasa akan membentuk hubungan material di mana semua kelompok dipaksa untuk berpartisipasi.

  4. Visi yang ada pada kelompok yang tertindas adalah perjuangan dan prestasi.

  5. Pemahaman pada prohibisi atau pelanggaran hukum dengan sudut pandang feminis dapat menunjukkan secara tidak manusiawi, Hal ini dapat membawa kita untuk maju dan menciptakan kehidupan yang lebih baik dan lebih adil di dunia ini.

Asumsi pertama mengemukakan gagasan bahwa lokasi individu pada bentuk struktur kelas dapat membentuk dan membatasi pemahaman hubungan sosial mereka.

Asumsi kedua, Standpoint Theory berpendapat bahwa semua sudut pandang adalah parsial atau memihak, namun kelompok penguasa dapat merugikan mereka yang berada pada posisi bawahan.

Poin tersebut kemudian membawa kita pada asumsi yang ketiga yang menyatakan bahwa kelompok penguasar dapat menyusun kehidupan untuk menghilangkan pilihan-pilihan dari kelompok bawahan.

Sedangkan asumsi keempat menegaskan bahwa kelompok bawahan harus berupaya keras untuk memperjuangkan pandangan mereka tentang kehidupan sosial.

Asumsi ini membawa kita pada asumsi akhir yang menegaskan bahwa upaya ini akan menghasilkan visi yang lebih akurat pada kelompok bawahan yang tertekanan oleh kelompok penguasa.

Dengan visi tersebut, kelompok bawahan dapat melihat kekejaman dalam tatanan sosial dan menuntut akan perbaikan dunia. Serangkaian asumsi ini mengarah pada kesimpulan bahwa meskipun semua sudut pandang atau standpoint memiliki keberpihakan, sudut pandang pada kelompok yang tertindas dapat menjadi perhatian bagi kelompok yang berkuasa.

Konsepsi Teori Sudut Pandang atau Standpoint Theory juga mewujudkan empat keyakinan tentang pengetahuan dan pengetahuan mengumpulkan (ontologi dan epistemologi) (West & Turner, 2017).

Standpoint Theory juga didasarkan pada asumsi-asumsi di bawah ini :

  1. Semua pengetahuan merupakan produk dari kegiatan sosial dan dengan demikian tidak ada pengetahuan yang benar-benar bersifat objektif.

  2. Kondisi budaya disekeliling kehidupan wanita akan menghasilkan pengalaman dan pemahaman yang secara kontinu berbeda. Perbedaan pemahaman ini menimbulkan perbedaan pola komunikasi.

  3. Pemahaman terhadap perbedaan pola komunikasi dan pengalaman wanita akan berguna untuk memahami ciri khasnya.

  4. Kita bisa memamahami pengalaman wanita dengan melihat interpretasi wanita akan pengalaman mereka.

Asumsi-asumsi epistemologi dan ontologi menjelaskan terkait dua keadaan. Perjelasan pertama, pengetahuan tidaklah konsep yang objektif tetapi dibentuk secara subjektif dari mereka yang mengetahuinya. Asumsi kedua menitikkan pada perbedaan lokasi sosial di mana pria dan wanita tinggal.

Debbie Dougherty (2001) dalam (West & Turner, 2017) mengungkapkan bahwa ketika adanya disfungsional pada pelecehan seksual, maka hal ini dapat menimbulkan fungsi pada pria. Dougherty menyimpulkan bahwa perbedaan lokasi sosial pada pria dan wanita membentuk reaksi pria dan wanita terhadap pelecehan seksual. Asumsi ketiga berkaitan dengan ontologi, asumsi ini menempatkan kaum marginal (wanita) untuk dijadikan teori dan penelitian. Ini membuat Standpoint Theory menjadi feminis dan sedikit banyak menggantikan sudut pandang kaum yang mendominasi dengan sudut pandang dari kelompok yang tidak mainstream. Sandra Harding menambahkan bahwa yang menjadi dasar pada Standpoint Theory bukan terletak pada pengalaman wanita, melainkan pandangan dari kehidupan wanita. Perspektif dari kelompok yang termarginalkan dapat menjadi awal untuk mengakui visi mereka.

Standpoint Theory intinya merupakan cara yang digunakan untuk mengetahui bagaimana kaum wanita bicara mengemukakan pendapat melalui cerita sesuai dengan interpretasi serta pengalamannya.

Konsep utama Standpoint Theory


1. Sudut Pandang

Sudut pandang (standpoint) adalah posisi yang didapat dan berasal dari wilayah sosial yang berpengaruh pada aspek pemahaman kehidupan seseorang. Menurut Hartsock (1998) dalam (West & Turner, 2017) sudut pandang dibentuk dari pengalaman-pengalaman yang terstruktur oleh posisi seseorang dalam hierarki sosial. Sebuah perspektif dapat mencapai sudut pandang namun hanya melalui usaha. Sudut pandang bisa didapatkan setelah sesorang berpikir, berinteraksi, dan berusaha. Sudut pandang harus dicari dengan aktif, sudut pandang dimiliki oleh mereka yang telah mengalami penindasan.

Sudut pandang diperoleh melalui pengalaman penindasan, refleksi dan pengenalan dari implikasi politik dari semua pengalaman-pengalaman tersebut. Sudut pandang tidak lepas dari konteks sosial dan politik. Hal ini karena sudut pandang ditentukan oleh lokasi sosial yang spesifik, mereka memihak, atau tidak sempurna. Kejelasan pandangan ini juga memposisikan hierarki yang berada lebih rendah menguasai ketelitian atau akurasi paling besar pada sudut pandang mereka, merujuk kepada kemampuan untuk melebihi batas dari pandangan parsial dan melihat di luar lokasi spesifik seseorang.

2. Situated Knowledge

Situated knowledge adalah pengetahuan seseorang yang didasarkan pada konteks dan keadaan. Pengetahuan yang luas tergantung pada pengalaman. Apa yang dipelajari oleh seseorang didapat dari posisi dan peran yang diembannya dalam kehidupan sosial. Situated knowlegde adalah hasil dari pembelajaran kita dari pengalaman yang dialami. Komunitas lokal yang berbeda dapat menentukan sudut pandang yang sedikit banyak berbeda, tergantung pada pengalaman yang pernah dilalui.

Hubungan Komunikasi dengan Standpoint Theory


Standpoint Theory dapat meningkatkan hubungan timbal balik dengan perilaku komunikasi dan sudut pandang. Komunikasi mampu membentuk sudut pandang yang dipelajari dari apa yang telah dialami di lingkungan melalui interaksi dengan orang lain. Melalui komunikasi maka dapat menyampaikan dan membentuk standpoint tersebut. Lebih jauh lagi, komunikasi dapat menjadi sarana bagi perubahan ke arah yang lebih baik lagi. Menurut Julia Wood (West & Turner, 2017) komunikasi menjadi legitimasi utama untuk menyuarakan sudut pandang kaum wanita. Komunikasi menjadi akar dari semua konsep yang ada dalam Standpoint Theory. Dari berbagai penjelasan diatas bahwasannya Standpoint Theory dapat memyajikan cara lain untuk melihat posisi yang relatif, pengalaman, dan komunikasi pada berbagai kelompok sosial.

Standpoint Theory memiliki politik yang jelas, kehendak kritik yang jelas, dan menempatkan kekuasaan pada kehidupan sosial (West & Turner, 2017). Hal tersebut membuktikan bahwa Standpoint Theory adalah heuristik atau berkaitan dengan formulasi yang biasanya spekulatif, yang berfungsi sebagai panduan dalam penyelidikan atau pemecahan masalah.

Standpoint Theory

Standpoint Theory “A standpoint is a place from which to critically view the world around us” (Griffin, 2009, hal. 441). Standpoint adalah tempat kita dalam melihat serta menilai segala sesuatu di dunia sekeliling kita. Sandra Harding dan Julia Wood mengenalkan teori standpoint mengatakan bahwa:

“The social groups within which we are located powerfully shape what we experience and know as well as how we understand and communicate with ourselves, others, and the world” (Griffin, 2009, hal. 441).

Teori sudut pandang berfokus pada bagaimana keadaan kehidupan individu mempengaruhi bagaimana individu memahami dan membangun dunia sosial. Titik awal untuk memahami pengalaman, bukan kondisi sosial, ekspektasi peran, atau definisi yang dihasilkan, tetapi cara-cara khusus individu membangun kondisi dan pengalaman mereka di dalamnya.

Teori standpoint berasal dari beberapa teori lain yang sudah muncul sebelumnya. Salah satunya berasal dari Georg Hegel seorang filsuf Jerman yang menganalisis kaitan antara majikan dan pembantunya (master-slave relationship). Hasil analisisnya mengatakan apa yang mereka tau tentang dirinya, orang lain dan lingkungan sosialnya tergantung pada kelompok mana mereka berada. Misalnya, tahanan dan sipir penjara mempunyai interpretasi yang berbeda terhadap apa itu hukum dan penahanan. Menurut konsepsi Hegel hal ini bisa dikatakan bahwa siapa pun pihak yang mempunyai kuasa besar di masyarakat, dia lah nanti yang akan menentukan sejarah “they are the ones who write the history books” (Griffin, 2009, hal. 442).

Dasar teori lainnya yang masih berasal dari Hegel adalah suadut pandang proletarian dari Karl Marx dan Friedrich Engels yang mengatakan

“the impoverished poor who provide sweat equity are society’s ideal knowers, as long as they understand the class struggle in which they are involved” (Griffin, 2009, hal. 443).

Golongan marginal yang ikut serta dalam memperjuangkan kelas sosial mereka dan menuntut keadilan, mempunyai pemahaman ilmu yang lebih baik dan faktual serta adil perilah keadaan sosial dari pada golongan yang berkuasa. Berdasarkan Marx dan Engels kelompok atau golongan yang termarginalkan tersebut adalah kaum proletar. Kedudukan kaum proletar digantikan oleh kaum perempuan yang melawan sistem patriarki dalam Teori Standpoint milik Sandra Harding. Selanjutnya, Geoerge Herberd Mead mengatakan bahwa budaya memengaruhi individu-individu melalui proses komunikasi (interaksionisme simbolik) (Setiawan, 2014, hal. 170). Julia Wood memetik pendapat ini pada Teori sudut pandangnya, yaitu bahwa gender merupakan buah dari konstruksi sosial dan kultural, tidak hanya sekedar simbol biologis.

Teori sudut pandang juga memperkenalkan unsur kekuasaan ke masalah identitas. Orang-orang yang terpinggirkan atau ditundukkan tidak hanya melihat dunia melalui berbagai sudut pandang mereka yang mengalami dan memahaminya dari sudut pandang mereka sendiri tetapi mereka juga melihatnya dari sudut pandang orang-orang yang berkuasa (Littlejohn, 2005, hal. 90).

Asumsi Standpoint Theory

Menurut Janet Saltzman Chafetz (1997) dalam (West & Turner, 2017, hal. 262) ada empat ciri teori feminis :

  1. Gender atau seks menjadi fokus sentral pada teori

  2. Hubungan antara gender atau seks dipandang hal yang bermasalah, oleh karena itu teori digunakan untuk memberikan pemahaman bagaimana seks atau gender dikaitkan dengan ketidakadilan dan kontradiksi.

  3. Hubungan antara gender atau seks dipandang selalu berubah.

  4. Teori feminis dapat digunakan untuk melawan status quo ketika status quo meremehkan serta merendahkan derajat wanita

Masih dalam buku yang sama Nancy Hartsock mengkonseptualisasikan standpoint theory pada lima asumsi sifat kehidupan sosial tertentu sebagai berikut:

  1. Kehidupan material (atau posisi kelas) menstruktur dan membuat batasan pemahaman terkait hubungan sosial.

  2. Ketika kehidupan material disusun dalam dua kelompok dengan menggunakan dua hal yang berlawanan, hingga paham pada masing-masing pihak akan bertolak belakang. Saat terdapat kelompok dominan dan bawahan, maka paham pada kelompok dominan akan parsial dan membahayakan.

  3. Pandangan atau visi pada kelompok penguasa akan membentuk hubungan material di mana semua kelompok dipaksa untuk berpartisipasi.

  4. Visi yang ada pada kelompok yang tertindas adalah perjuangan dan prestasi.

  5. Pemahaman pada prohibisi atau pelanggaran hukum dengan sudut pandang feminis dapat menunjukkan secara tidak manusiawi, Hal ini dapat membawa kita untuk maju dan menciptakan kehidupan yang lebih baik dan lebih adil di dunia ini.

Asumsi pertama mengemukakan gagasan bahwa lokasi individu pada bentuk struktur kelas dapat membentuk dan membatasi pemahaman hubungan sosial mereka. Asumsi kedua, Standpoint Theory berpendapat bahwa semua sudut pandang adalah parsial atau memihak, namun kelompok penguasa dapat merugikan mereka yang berada pada posisi bawahan. Poin tersebut kemudian membawa kita pada asumsi yang ketiga yang menyatakan bahwa kelompok penguasar dapat menyusun kehidupan untuk menghilangkan pilihanpilihan dari kelompok bawahan. Sedangkan asumsi keempat menegaskan bahwa kelompok bawahan harus berupaya keras untuk memperjuangkan pandangan mereka tentang kehidupan sosial. Asumsi ini membawa kita pada asumsi akhir yang menegaskan bahwa upaya ini akan menghasilkan visi yang lebih akurat pada kelompok bawahan yang tertekanan oleh kelompok penguasa. Dengan visi tersebut, kelompok bawahan dapat melihat kekejaman dalam tatanan sosial dan menuntut akan perbaikan dunia. Serangkaian asumsi ini mengarah pada kesimpulan bahwa meskipun semua sudut pandang atau standpoint memiliki keberpihakan, sudut pandang pada kelompok yang tertindas dapat menjadi perhatian bagi kelompok yang berkuasa.

Konsepsi Teori Sudut Pandang atau Standpoint Theory juga mewujudkan empat keyakinan tentang pengetahuan dan pengetahuan mengumpulkan (ontologi dan epistemologi) (West & Turner, 2017, hal. 263). Standpoint Theory juga didasarkan pada asumsi-asumsi di bawah ini :

  1. Semua pengetahuan merupakan produk dari kegiatan sosial dan dengan demikian tidak ada pengetahuan yang benar-benar bersifat objektif.

  2. Kondisi budaya disekeliling kehidupan wanita akan menghasilkan pengalaman dan pemahaman yang secara kontinu berbeda. Perbedaan pemahaman ini menimbulkan perbedaan pola komunikasi.

  3. Pemahaman terhadap perbedaan pola komunikasi dan pengalaman wanita akan berguna untuk memahami ciri khasnya.

  4. Kita bisa memamahami pengalaman wanita dengan melihat interpretasi wanita akan pengalaman mereka.

Asumsi-asumsi epistemologi dan ontologi menjelaskan terkait dua keadaan. Perjelasan pertama, pengetahuan tidaklah konsep yang objektif tetapi dibentuk secara subjektif dari mereka yang mengetahuinya. Asumsi kedua menitikkan pada perbedaan lokasi sosial di mana pria dan wanita tinggal. Debbie Dougherty (2001: 372) dalam (West & Turner, 2017, hal. 263) mengungkapkan bahwa ketika adanya disfungsional pada pelecehan seksual, maka hal ini dapat menimbulkan fungsi pada pria. Dougherty menyimpulkan bahwa perbedaan lokasi sosial pada pria dan wanita membentuk reaksi pria dan wanita terhadap pelecehan seksual. Asumsi ketiga berkaitan dengan ontologi, asumsi ini menempatkan kaum marginal (wanita) untuk dijadikan teori dan penelitian. Ini membuat Standpoint Theory menjadi feminis dan sedikit banyak menggantikan sudut pandang kaum yang mendominasi dengan sudut pandang dari kelompok yang tidak mainstream. Sandra Harding menambahkan bahwa yang menjadi dasar pada Standpoint Theory bukan terletak pada pengalaman wanita, melainkan pandangan dari kehidupan wanita. Perspektif dari kelompok yang termarginalkan dapat menjadi awal untuk mengakui visi mereka.

Standpoint Theory intinya merupakan cara yang digunakan untuk mengetahui bagaimana kaum wanita bicara mengemukakan pendapat melalui cerita sesuai dengan interpretasi serta pengalamannya. Yang dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui bagaimana pesan yang ingin disampaikan sutradara dan penulis film Marlina the Murderer in Four Acts melalui tokoh Marlina yang menjadi fokus penelitian.

Referensi

http://eprints.umpo.ac.id/4214/3/BAB%20II.pdf