Apa yang dimaksud dengan The Bystander Effect?

Bystander adalah orang-orang yang berada di sekitar tempat kejadian dan mempunyai peran sangat besar dalam memengaruhi seseorang saat memutuskan antara menolong atau tidak ketika dihadapkan pada keadaan darurat (Sarwono, 2009).

Efek bystander terjadi karena

  1. Pengaruh sosial, yaitu pengaruh dari orang lain yang dijadikan sebagai patokan dalam menginterpretasi situasi dan mengambil keputusan untuk menolong, seseorang akan menolong jika orang lain juga menolong;
  2. Hambatan bystander, yaitu merasa dirinya dinilai oleh orang lain dan risiko membuat malu diri sendiri karena tindakannya menolong yang kurang tepat akan menghambat orang untuk menolong;
  3. Penyebaran tanggung jawab membuat tanggung jawab untuk menolong menjadi terbagi karena hadirnya orang lain.

Berikut adalah video terkait dengan Bystander effect

Lebih lanjut Coloroso (2008) menjelaskan empat alasan berikut sebagai pembenar yang paling sering diberikan untuk tidak ikut campur:

  • Sang bystander takut dirinya ikut tersakiti; Penindas lebih besar dan lebih kuat serta memiliki sebuah reputasi yang membenarkan ketakutannya; itulah yang membuat tindakan membela target bukanlah siasat taktis yang bisa dilakukan

  • Bystander takut menjadi korban yang baru. Bahkan, kalau sang bystander mampu membela target dengan sukses, ada kemungkinan ia dipilih untuk korban berikutnya. Para penindas bertindak cepat dalam hal merendahkan dan menjahati siapapun yang mencoba ikut campur.

  • Bystander takut melakukan sesuatu yang hanya memperburuk situasi.

  • Bystander tidak tahu tindakan yang harus dilakukan. Ia belum pernah diajari cara-cara untuk menengahi, melaporkan bullying tersebut, atau membantu target.

Pernahkah Anda mengalami kecelakaan, seperti jatuh tersandung atau bahkan kecelakaan lalu lintas, tapi tak ada satu pun orang yang menolong sampai Anda mencoba bangun sendiri? Jangan khawatir, Anda tidak sendirian.

Fenomena ini dinamakan bystander effect. Ketika seseorang membutuhkan bantuan, orang-orang di sekitarnya yang melihat akan berpendapat pasti ada yang membantu. Celakanya, semua orang berpikiran seperti itu dan akhirnya tak seorang pun datang membantu.

Ada dua hal yang menyebabkan bystander effect terjadi.

  • Pertama, kehadiran banyak orang di sekitar lokasi kejadian membuat difusi tanggung jawab. Hal ini disebabkan ada kehadiran pengamat-pengamat lainnya, atau orang lain di sekitar, membuat seseorang tidak merasa ada keharusan untuk melakukan tindakan. Karena tidak ada pembagian tanggung jawab di antara orang-orang yang melihat kecelakaan itu.

  • Kedua, kebutuhan untuk berperilaku dengan cara yang benar dan dapat diterima secara sosial. Ketika menyaksikan sebuah kecelakaan dan orang lain tidak ada yang bereaksi dan menolong, orang lain sering menafsirkan hal ini sebagai tanda bahwa tidak ada respon yang harus dilakukan.

Peneliti lain telah menemukan bahwa para saksi kecelakaan cenderung melakukan intervensi jika situasi ambigu. Dalam kasus Kitty Genovese, seorang perempuan yang ditemukan ditusuk pisau.

Pada saat itu banyak dari 38 saksi melaporkan bahwa mereka percaya mereka menyaksikan “pertengkaran antara dua orang kekasih.” Ketika Genovese ingin memasuki apartemennya ia bertengkar dengan kekasihnya kemudian secara tiba-tiba ia ditusuk.

Meskipun Genovese telah meminta bantuan berulang-ulang, tidak ada seorang pun di gedung apartemen di dekatnya yang mendengar tangisannya, menelepon polisi untuk melaporkan kejadian tersebut.

Tenyata, kondisi situasi tertentu dapat memainkan peran. Selama terjadi krisis, kekacauan sering terjadi dan situasinya tidak selalu jelas. Orang-orang di sekitarnya yang menyaksikan kejadian pun mungkin bertanya-tanya apa yang terjadi.

Selama masa kacau seperti itu, orang melihat pada orang lainnya yang juga menyaksikan kejadian yang sama untuk menentukan apa yang tepat. Ketika seseorang melihat tidak ada orang lain bereaksi, ia mengirimkan sinyal bahwa mungkin tidak ada tindakan yang diperlukan.

Yang mengejutkan, ternyata fenomena ini tak hanya terjadi pada orang dewasa. Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Psycological Science baru-baru ini menemukan bahwa bystander effect juga terjadi pada anak-anak. Padahal pada studi sebelumnya anak-anak sering membantu.

Penelitian tersebut dilakukan pada 60 orang anak umur lima tahun. Mereka ditempatkan pada situasi di mana mereka dihadapkan pada sebuah kecelakaan kecil.

Peneliti menempatkan anak pada sebuah ruangan dan anak itu diminta mewarnai dengan cat air. Di bawah pengawasan peneliti anak tersebut pun mewarnai. Selain itu peneliti juga menempatkan dua anak lainnya yang diperintahkan dengan skenario tertentu untuk membantunya nanti.

Sebelum anak-anak mulai mewarnai, peneliti melihat genangan air dan menyekanya dengan tisu. Ia pun meninggalkan tisu yang tersisa di lantai.

Beberapa saat kemudian, peneliti “sengaja” menumpahkan cat air dibatas meja. Ia mencoba menahan air dengan tangan dan, setelah sekitar 15 detik, ia menyerah dan berkata “Ups,” lalu mengerang.

Dia semakin memperlihatkan penderitaannya lebih jelas. Jika tak ada yang membantunya, dia meminta anak-anak untuk memberinya tisu. Dan jika tidak ada yang membantu setelah 90 detik, peneliti mengambil tisu sendiri.

Menurut temuan, ketika anak-anak lain yang hadir dan bersedia untuk membantu, peserta penelitian tidak bereaksi untuk mengambil tisu untuk peneliti. Jika anak-anak lain tidak membantu barulah para peserta mengambil tisu untuk membantu.

Peserta yang sendirian dengan peneliti di ruangan ternyata yang lebih cepat membantu daripada ketika mereka berada di dalam ruangan bersama dengan anak-anak lain.

Menariknya, anak-anak mengatakan bahwa itu bukan tanggung jawab mereka untuk membantu peneliti jika ada anak-anak lain di ruangan untuk membantu.

“Studi ini menunjukkan bahwa meskipun anak-anak biasanya sangat membantu, kecenderungan untuk membantu dapat berbeda dalam keadaan tertentu,” kata psikolog dan peneliti, Maria Plötner.

Penelitian tentang bystander-effect telahdilakukan oleh banyak peneliti sejak tahun 1960-an sampai sekarang. Penelitian yang dirintis oleh Bill Latane dan John Darley ini telah menjadi klasik dan dipandang sebagai penelitian yang paling inovatif dan berpengaruh dalam sejarah psikologi sosial (Levine, 2012).

Penelitian mereka tentang bystander-effect melengkapi penelitien eksperimental tentang pengaruh sosial (social influence) setelah Solomon Asch dan Stanley Milgram, secara berturut-turut, meneliti tentang pengaruh mayoritas dan kepatuhan (Krueger & Massey, 2009).

Latane dan Darley menyebut proses bystander effect secara lebih lanjut, yaitu:

  • Evaluation apprehension, yakni adanya rasa khawatir dinilai oleh orang lain ketika bertindak di hadapan publik. Pada proses ini, seseorang khawatir berbuat kesalahan atau bertindak secara tidak tepat ketika ia diamati oleh orang lain sehingga enggan memberi bantuan.
  • Pluralistic ignorance, yakni kecenderungan seseorang untuk meggantungkan pada reaksi yang sudah jelas saat menghadapi situasi yang ambigu. Dalam hal ini, orang tidak memberi bantuan karena setiap orang berkeyakinan bahwa tidak ada seorang pun yang mempersepsikan kalau situasinya gawat (Fischer, dkk., 2011).

Latane dan Nida menyimpulkan, terdapat 4 konteks yang berbeda terkait bystander-effect, yaitu:

  • Semua bystander berada dalam bahaya
  • Korban dalam bahaya
  • Adanya tindakan kejahatan
  • Adanya peristiwa yang tidak darurat. Artinya, dalam keadaan-keadaan genting, bystander-effect muncul sehingga orang cenderung tidak melakukan tindakan menolong

Bystander Effect adalah fenomena sosial di bidang psikologi dimana semakin besar jumlah orang yang ada di sebuah tempat kejadian, akan semakin kecil kemungkinan orang-orang tersebut membantu seseorang yang sedang berada dalam situasi darurat di tempat kejadian itu (Sarwono, 2009).

Ada beberapa penelitian yang mengungkapkan mengapa " bystander effect " bisa terjadi dengan mengecualikan bahwa orang yang lewat tidak bermoral. Peneliti psikologi sosial seperti John Darley dan Mark Levin menggarisbawahi dua kemungkinan (di antara banyak kemungkinan lain): pengaruh dari bystander lain dan diffusion of responsibility .

Untuk alasan pertama, seringkali terjadi ketika orang-orang melihat kecelakaan atau insiden, mereka mengamati terlebih dahulu apa yang dilakukan orang-orang lain yang juga menyaksikannya.

Yang kedua, bystander merasa bahwa kewajiban mereka ikut campur lebih rendah dibanding dengan bystander lain, sehingga tidak ada yang merasakan urgensi tanggung jawab untuk ikut campur, nobody’s doing anything.

Dalam hal ini bystander yang melakukan dukungan terhadap pelaku melakukan tindakan secondary victimization (Correia et. al.,2010). Lebih lanjut Coloroso (2008) menjelaskan empat alasan berikut sebagai pembenar yang paling sering diberikan untuk tidak ikut campur:

  1. Sang bystander takut dirinya ikut tersakiti. Pelaku lebih besar dan lebih tinggi jabatannya serta memiliki sebuah reputasi yang membenarkan ketakutannya, itulah yang membuat tindakan ikut campur bukanlah siasat taktis yang bisa dilakukan.

  2. Bystander takut menjadi target atas tindakan yang tidak dia lakukan. Bahkan, apabila sang bystander tidak mampu membela diri bahwa bukan dia yang melakukan kecurangan tersebut, ada kemungkinan ia akan dipecat dan dikeluarkan secara tidak hormat oleh perusahaan.

  3. Bystander takut melakukan sesuatu yang hanya memperburuk situasi.

  4. Bystander tidak tahu tindakan yang harus dilakukan. Ia belum mengerti cara-cara untuk menasehati, memperingatkan, melaporkan tindakan tersebut, atau memberi solusi.

Indikator Bystander Effect

Indikator dalam bystander effect (Sarwono, 2009) sebagai berikut:

  1. Pengaruh sosial, yaitu pengaruh dari orang lain yang dijadikan sebagai patokan dalam menginterpretasi situasi dan mengambil keputusan untuk ikut campur, seseorang akan ikut campur jika orang lain juga ikut campur;

  2. Hambatan bystander , yaitu merasa dirinya dinilai oleh orang lain dan risiko membuat malu diri sendiri karena tindakannya ikut campur yang kurang tepat akan menghambat orang lain untuk ikut campur;

  3. Penyebaran tanggung jawab membuat tanggung jawab untuk ikut campur menjadi terbagi karena hadirnya orang lain.