Apa yang dimaksud dengan Terapi Rasional Emotif Tingkah Laku?

Terapi Rasional Emotif Behavior

Terapi Rasional Emotif Behavior atau Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) menekankan peran pemikiran dan sistem kepercayaan sebagai akar masalah dari pribadi seseorang.

Apa yang dimaksud dengan Terapi Rasional Emotif Tingkah Laku ?

1 Like

Terapi rasional emotif tingkah laku adalah terapi yang berusaha menghilangkan cara berfikir klien yang tidak logis dan irasional, dan menggantinya dengan sesuatu yang logis dan rasional dengan cara menyerang, menentang, mempertanyakan dan membahas keyakinan-keyakinan irasional klien. Corey (2003)

Menurut Ellis (1997) terapi rasional emotif tingkah laku adalah terapi yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. Oleh karena itu Ellis menjelaskan lebih lanjut unsur pokok dari terapi rasional emotif tingkah laku adalah asumsi bahwa berpikir, emosi dan tingkah laku bukan tiga proses yang terpisah. Pikiran dan emosi merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih, dan dalam prakteknya kedua hal itu saling terkait. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Baik emosi dan pikiran tersebut ditunjukkan dengan tingkah laku. Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi mempengaruhi pikiran.

Pikiran seseorang dapat menjadi emosinya, dan emosi dalam keadaan tertentu dapat berubah menjadi pikiran (Froggatt, 2005).

Menurut Thomson dan Rudolf, tujuan utama dari terapi rasional emotif tingkah laku adalah membantu klien memahami kepercayaan irrasionalnya, dengan mendebatkannya dan selanjutnya merubahnya dengan pemikiran yang lebih positif dan rasional. Membantu anak menjadi evaluator atas dirinya sendiri, sehingga dapat belajar untuk hidup sehat, mengontrol diri, dan bertanggung jawab atas kehidupannya.

Menurut Edelstein (2010) terapi rasional emotif tingkah laku membantu seseorang untuk dapat lebih percaya diri dan mengeliminasi atau menghilangkan masalah pemikiran yang mengganggu (irasional). Sedangkan menurut Burks dan

Menurut Strefflre, tujuan terapi rasional emotif tingkah laku adalah sebagai berikut:

  • Memperbaiki dan mengubah segala pemikiran yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya.

  • Menghilangkan gangguan emosional yang merusak.

  • Untuk membangun komitmen, toleransi, pemikiran ilmiah, pengambilan resiko dan penerimaan diri klien.

Model Terapi Rasional Emotif Tingkah Laku
Gambar Model Terapi Rasional Emotif Tingkah Laku

Ciri-ciri Terapi Rasional Emotif Tingkah Laku


Ciri-ciri terapi rasional emotif tingkah laku dapat diuraikan sebagai berikut :

  • Dalam menelusuri masalah klien yang dibantu, konselor berperan lebih aktif dibandingkan klien. Maksudnya adalah peran konselor disini harus bersikap efektif dan memiliki kapasitas untuk memecahkan masalah yang dihadapi klien dan bersungguh-sungguh dalam mengatasi masalah yang dihadapi, artinya konselor harus melibatkan diri dan berusaha menolong kliennya supaya dapat berkembang sesuai dengan keinginan dan disesuaikan dengan potensi yang dimilikinya.

  • Dalam proses hubungan konseling harus tetap diciptakan dan dipelihara hubungan baik dengan klien. Dengan sikap yang ramah dan hangat dari konselor akan mempunyai pengaruh yang penting demi suksesnya proses konseling sehingga dengan terciptanya proses yang akrab dan rasa nyaman ketika berhadapan dengan klien.

  • Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik ini dipergunakan oleh konselor untuk membantu klien mengubah cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.

  • Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak banyak menelusuri masa lampau klien.

  • Diagnosis (rumusan masalah) yang di lakukan dalam konseling rasional emotif bertujuan untuk membuka ketidaklogisan cara berfikir klien. Dengan melihat permasalahan yang dihadapi klien dan faktor penyebabnya, yakni menyangkut cara pikir klien yang tidak rasional dalam menghadapi masalah, yang pada intinya menunjukkan bahwa cara berpikir yang tidak logis itu sebenarnya menjadi penyebab gangguan emosionalnya.

Konsep dasar dalam Terapi Rasional Emotif Tingkah Laku


Menurut Ellis (2007) terdapat tiga hal yang terkait dengan perilaku, yaitu rumus A-B-C :

  • A (Activating experiences atau pengalaman-pengalaman pemicu): seperti kesulitan-kesulitan keluarga, kendala-kendala pekerjaan, trauma-trauma masa kecil, dan hal-hal lain yang kita anggap sebagai penyebab ketidakbahagiaan.

  • B (Beliefs): yaitu keyakinan-keyakinan, terutama yang bersifat irasional dan merusak diri sendiri yang merupakan sumber ketidakbahagiaan.

  • C (Consequence): yaitu konsekuensi-konsekuensi berupa gejala neurotik dan emosi-emosi negatif seperti panik, dendam dan amarah karena depresi yang bersumber dari keyakinan-keyakinan yang keliru.

Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irrasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psikologis positif dari keyakinan- keyakinan yang rasional.

Tahapan Terapi Rasional Emotif Tingkah Laku


Beberapa langkah yang dilakukan dalam terapi rasional emotif tingkah laku, menurut Palmer (2011), adalah sebagai berikut :

  • Langkah pertama: identifikasi masalah

    Langkah ini untuk mengetahui masalah yang spesifik yang dialami subjek agar dapat dilakukan tindakan.

  • Langkah kedua: pemahaman masalah

    Pada langkah ini, terapis dan klien harus sama-sama memahami masalah yang sedang dihadapi. Menentukan apa yang menjadi fokus permasalah yang dihadapi subjek.

  • Langkah ketiga: mengubah keyakinan irasional (disputing)

    Langkah ini mengubah keyakinan yang menyebabkan gangguan, yaitu keyakinan yang irasional, agar keyakinan tersebut dapat berubah menjadi yang rasional.

  • Langkah keempat: memelihara perubahan positif

    Pada langkah ini keyakinan yang sudah berubah menjadi rasional dipertahankan dan terus dimonitor agar menetap.

  • Langkah kelima: evaluasi

    Pada langkah ini terapis dan subjek bersama-sama mengevaluasi sesi-sesi sebelumnya, apakah sudah berhasil mengubah keyakinan yang irasional menjadi rasional. Jika sudah berhasil terapis harus mempersiapkan subjek agar tidak tergantung pada proses terapi sehingga dapat mempertahankan hasil terapi dikehidupannya sehari-hari.

Teknik-teknik Terapi Rasional Emotif Tingkah Laku


Terapi rasional emotif tingkah laku menggunakan berbagai teknik yang bersifat kognitif, afektif dan behavioristik yang disesuaikan dengan kondisi klien. Setiap terapis dapat mempergunakan gabungan-gabungan teknik sejauh penggabungan itu memungkinkan (dalam Ellis, 1997).

Hal ini juga sesuai dengan yang diungkapkan oleh Sacks (2004) bahwa terapi rasional emotif tingkah laku dapat mengintegrasikan bermacam-macam teknik kognitif, emotif dan tingkah laku. Teknik-teknik tersebut diantaranya, yaitu :

1. Teknik-teknik Kognitif

Teknik-teknik kognitif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien.

  • Teknik Pengajaran - Dalam terapi rasional emotif tingkah laku, terapis mengambil peranan lebih aktif dari klien. Teknik ini memberikan keleluasan kepada terapis untuk berbicara serta menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana ketidaklogisan berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut.

  • Teknik Persuasif - Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya karena pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Terapis langsung mencoba meyakinkan, mengemukakan pelbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap oleh klien itu adalah tidak benar.

  • Teknik Konfrontasi – Terapis menyerang ketidaklogisan berfikir klien dan membawa klien ke arah berfikir yang lebih logis.

  • Teknik Pemberian Tugas - Terapis memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien bergaul dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari pergaulan atau membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya berfikir.

2. Teknik-teknik Emotif

Teknik-teknik emotif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien. Teknik yang sering digunakan antara lain ialah:

  • Teknik Sosiodrama - Memberi peluang mengekspresikan pelbagai perasaan yang menekan klien itu melalui suasana yang didramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan atau melalui gerakan dramatis.

  • Teknik ‘Self Modelling’ - Digunakan dengan meminta klien berjanji dengan terapis untuk menghilangkan perasaan yang menimpanya. Dia diminta taat setia pada janjinya.

  • Teknik ‘Assertive Training’ - Digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien dengan pola perilaku tertentu yang diinginkannya.

3. Teknik-teknik Behavioristik

Teknik ini khusus untuk mengubah tingkah laku yang tidak diinginkan. Teknik ini antara lain ialah:

  • Teknik Reinforcement - Mendorong klien ke arah perilaku yang diingini dengan jalan memberi pujian dan hukuman. Pujian pada perilaku yang betul dan hukuman pada perilaku negatif yang dikekalkan.

  • Teknik Social Modelling - Digunakan membentuk perilaku baru pada klien melalui peniruan, pemerhatian terhadap Model Hidup atau Model Simbolik dari segi percakapan dan interaksi serta pemecahan masalah.

Dalam sejarahnya, pada tahun 1955 Albert Ellis adalah peletak dasar Terapi Rasional Emotif Behavior atau lebih tepatnya di sebutan “Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT)”. Pada saat itu, awal mulanya REBT berdasarkan dari hasil pengamatan terhadap anak yang tidak mencapai kemajuan karena dia tidak memiliki pemahaman yang tepat dalam hubungannya dengan peristiwa yang dialami. Ellis memiliki perspektif bahwa REBT merupakan sebuah terapi yang sangat komprehensif dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan emosi, kognisi, dan juga perilaku seseorang.

Menurut Gerald Corey mengasumsikan bahwa Terapi rasional emotif behavior itu adalah terapi yang menitikberatkan untuk berfikir, menilai, memutuskan, menganalisis dan bertindak. Dia juga menegaskan bahwa manusia itu memiliki sumber yang tak terhingga bagi aktualisasi potensi dirinya dan bias mengubah ketentuan-ketentuan pribadi yang dihadapi dalam tatanan masyarakat.

Sedangkan menurut Ws. Winkel berpendapat bahwa terapi rasional emotif behavior adalah corak klien yang menekankan pada kebersamaan dan interaksi antara berfikir dengan akal yang sehat (Rational Thinking), berperasaan (Emoting), dan berperilaku (Acting), sekaligus juga menekankan bahwa perubahan yang mendalam dalam cara berfikir dan berperasaan manusia dapat mengakibatkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku, menggantinya kepada sesuatu yang logis dan rasional dengan cara mengonfrontasikan seseorang klien atas keyakinan irasionalnya serta menyerang, menentang, mempertanyakan dan membahas keyakinan yang irasional sehingga seseorang klien akan menjadi bahagia, produktif dan berkualitas.

Hakikat Manusia Menurut Terapi Rasional Emotif Behavior


Secara umum prinsip yang mendominasi manusia ada dua, yaitu pikiran dan perasaan. Pada hakikatnya bahwa setiap manusia yang normal memiliki pikiran, perasaan, dan perilaku yang ketiganya berlangsung secara simultan. Dalam memandang hakikat manusia tersebut, terapi rasional emotif behavior memiliki sejumlah asumsi tentang kebahagiaan dan ketidakbahagiaan dalam hubungannya dengan dinamika pikiran dan perasaan.

Asumsi tentang hakikat manusia menurut terapi rasional emotif behavior adalah sebagai berikut:

  • Pada dasarnya individu itu unik. individu memiliki kecenderungan untuk berfikir rasional dan irrasional. Ketika berfikir dan berperilaku rasional maka dia efektif, bahagia dan kompeten. Ketika berfikir dan berprilaku irrasional, maka sebaliknya dia dalam keadaan tidak efektif.

  • Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari.

  • Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berfikir yang tidak logis atau irrasional. Emosi menyertai individu yang berfikir dengan penuh prasangka, sangat personal dan irrasional.

  • Berfikir irrasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan kultur tempat dimana dibesarkan. Dalam proses pertumbuhannya mereka akan terus berfikir dan merasakan dengan pasti tentang dirinya dan tentang yang lain. “Ini adalah baik” dan yang “itu adalah jelek”. Pandangan ini terus membentuk cara pandang kehidupan selanjutnya.

  • Berfikir secara irrasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berfikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berfikir yang tepat.

  • Perasaan dan berfikir negative dan penolakan diri harus dilawan dengan cara berfikir yang rasional dan logis yang dapat diterima oleh akal sehat serta menggunkan cara verbalisasi yang rasional.

Teori Kepribadian Dalam Terapi Rasional Emotif Behavior


Untuk mengetahui dinamika kepribadian dalam pandangan terapi rasional emotif behavior perlu kita memahami konsep-konsep dasar yang seperti dikemukakan oleh Ellis (1994), dimana ada tiga hal dalam kaitannya dengan perilaku seseorang, yaitu Antecedent Event (A), Belief (B), dan Emotional Consequence ( C), yang kemudian dikenal dengan konsep A-B-C.

  • Antecedent Event (A) merupakan suatu keberadaan fakta, suatu peristiwa, dan tingkah laku atau sikap seseorang. Seperti halnya perceraian, kelulusan bagi para siswa, juga dapat menjadi Antecedent Event bagi seseorang.

  • Belief (B) yaitu merupakan keyakinan, pandangan, dan nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Yang mana keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB).

  • Emotional Consequenee (C) adalah konsekuensi atau reaksi emosional seseorang sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan (A). Konsekuensi dari emosional ini bukan akibat langsung dari (A) tapi lebih disebabkan oleh keyakinan individu (B) baik itu yang rasional atau yang irasional.

Terapi Rasional Emotif Behavior

Setelah ABC, maka menyusul D yaitu penerapan metode ilmiah untuk membantu klien menantang keyakinan-keyakinan irosional yang telah mengakibatkan gangguan- gangguan emosi dan tingkah laku.

Misalnya ketika seseorang mengalami depresi sesudah perceraian, maka bukan perceraian itu sendiri yang menjadi penyebab dari timbulnya reaksi depresi, melainkan keyakinan orang itu tentang perceraian sebagai sebuah kegagalan, penolakan atau kehilangan teman hidup. Ellis berkeyakinan akan penolakan dan kegagalan (pada B) adalah menyebabkan depresi (pada C), bukan peristiwa perceraian yang sebenarnya (pada A). Jadi manusia harus bertanggung jawab atas penciptaan reaksi-reaksi emosional dan gangguan- gangguannya sendiri.

Terapi rasional emotif behavior tentang kepribadian menggunakan formula A-B-C, akan tetapi dilengkapi oleh Ellis sebagai teori klienng menjadi A-B-C-D-E (antecedent event-belief-emotional consequence- desputing-effect). Effect yang dimaksud disini adalah keadaan psikologis yang diharapkan terjadi pada klien setelah mengikuti proses klienng.

Karakteristik Perilaku Bermasalah Menurut Pandangan Terapi Rasional Emotif Behavior


Dalam terapi rasional emotif behavior bahwa yang dinamakan perilaku bermasalah adalah perilaku yang didasari oleh cara berfikir yang irrasional. Albert Ellis mengemukakan indikator keyakinan irasional yang berlaku secara universal. Indikator orang yang berkeyakinan irasional tersebut adalah sebagai berikut:

  • Tuntutan untuk selalu dicintai dan didukung oleh orang terdekat (significant others).

  • Pandangan bahwa tindakan tertentu adalah mengerikan dan jahat, dan orang yang melakukan tindakan demikian itu sangat terkutuk.

  • Tidak senang atau mengerikan atas kejadian yang tidak diharapkan.

  • Pandangan bahwa segala masalah selalu disebabkan oleh faktor eksternal, dan peristiwa itu menimpa kita melalui orang lain.

  • Pandangan bahwa jika sesuatu itu berbahaya atau menakutkan maka akan terganggu dan selalu tidak akan berakhir memikirkannya.

  • Pandangan bahwa kita lebih mudah menghindari berbagai kesulitan hidup dan tanggung jawab dari pada berusaha untuk menghadapinya.

  • Pandangan bahwa kita selalu membutuhkan bantuan orang lain atau orang asing yang lebih besar daripada diri sendiri sebagai sandaran.

  • Pandangan bahwa kita seharusnya kompeten, inteligen, dan mencapai semua kemungkinan yang menjadi perhatian kita.

  • Pandangan bahwa kebahagiaan manusia dapat dicapai dengan santai tampa berbuat apapun.

  • Pandangan bahwa kita harus memiliki kepastian dan pengendalian yang sempurna atas sesuatu hal bahwa dunia ini penuh engan probabilitas (serba mungkin) dan berubah serta kita hidup nikmat sekalipun demikian keadaannya.

  • Pandangan bahwa kebahagiaan manusia dapat dicapai dengan santai dan tampa berbuat.

Keyakinan yang irasional tersebut menghasilkan reaksi emosional pada individu. Dalam perspektif Ellis, keyakinan yang rasional mengakibatkan pada perilaku dan reaksi individu yang tepat, sedangkan keyakinan yang irasional berakibat pada reaksi emosional dan perilaku yang salah.

Sedangkan ciri-ciri dari berfikir irasional yaitu:

  • tidak dapat dibuktikan kebenarannya,

  • menimbulkan perasaan tidak enak (seperti kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu,

  • menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari hari yang produktif efektif.

Karakteristik Keyakinan Irrasional Dalam Terapi Rasional Emotif Behavior


Nelson-Jones dalam buku “Psikologi Konseling” menambahkan karakteristik umum cara berfikir irrasional yang dapat dijumpai secara umum sebagai berikut:

  • Terlalu menuntut (Demandingness), dimana perintah atau komando yang berlebihan oleh terapi rasional emotif behavior dibedakan dengan hasrat, pikiran dan keinginan. Hambatan emosional terjadi ketika individu menuntut “harus” terpuaskan, dan bukan “ingin” terpuaskan. Menurut Ellis “harus” merupakan cara berpikir absolut tanpa ada toleransi. Tuntutan itu membuat individu mengalami hambatan emosional.,

  • Generalisasi secara berlebihan (Overgeneralization), berarti individu menganggap sebuah peristiwa atau keadaan diluar batas yang wajar. Overgeneralization dapat diketahui secara semantik “sayalah orang yang paling bodoh di dunia ini ”. ini adalah overgeneralization karena kenyataannya dia bukan sebagai orang yang terbodoh.

  • Penilaian diri, pada dasarnya seseorang dapat memiliki sifat yang menguntungkan an tidak menguntungkan. Yang terpenting dia dapat belajar untuk menerima dirinya tampa sarat.

  • Penekanan (Awfulizing) memiliki makna yang hamper sama dengan demandingness. Jika demandingness menuntut dengan “harus”, maka dalam awfulizing tuntutan atau harapan itu mengarah ada upaya peningkatan secara emosional dicampur dengan kemampuan untuk problem solving yang rasional. Penekanan ini akan mempengaruhi individu dalam memandang actecedent event secara tepat dank arena itu digolongkan sebagai cara berfikir yang irrasional.

  • Kesalahan atribusi adalah kesalahan dalam menetapkan sebab dan motivasi perilaku baik dilakukan sendiri, orang lain, atau sebuah peristiwa. Kesalahan atribusi disini sama dengan alasan palsu diri seseorang dan umumnya berakibat pada hambatan emosional.

  • Anti pada kenyataan, hal ini terjadi karena tidak dapat menunjukan fakta empiris secara tepat. Orang yang berkeyakinan irasional, pertama kali cenderung kuat untuk memaksa keyakinan yang irrasional dan menggugurkan sendiri gagasannya yang sebenarnya rasional. Orang yang rasional akan dapat menunjukan fakta secara empiris.

  • Repetisi, dimana keyakinan yang irasional terjadi berulang-ulang.

Seseorang cenderung mengajarkan dirinya sendiri dengan pandangan yang menghambat dirinya.

Tujuan Terapi Rasional Emotif Behavior


Berdasarkan panandangan dan asumsi tentang hakekat manusia dan kepribadiannya serta konsep teoritik dari REBT, tujuan utama dari terapi ini adalah sebagai berikut:

  • Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berfikir, keyakinan serta pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri,

  • Menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut dan rasa bersalah.

Peranan Konselor Dalam Terapi Rasional Emotif Behavior


Dalam hal ini konselor diharapkan dapat memberikan penghargaan positif tampa syarat kepada klien atau yang disebutnya dengan unconditional self-acceptance atau dikenal dengan sebutan penerimaan diri tampa syarat, bukan dengan syarat.

Untuk mencapai tujuan klienng sebagaimana yang dikemukakan diatas konselor rasional emotif behavior terapi memiliki peran yang sangat penting. Dimana konselor dalam hal ini memiliki peran sebagai berikut:

  • Konselor lebih edukatif-direktif kepada klien yaitu dengan banyak memberikan cerita dan penjelasan, khususnya pada tahap awal.

  • Mengkonfrontasikan masalah klien secara langsung.

  • Menggunakan pendekatan yang dapat memberi semangat dan memperbaiki cara berfikir klien, kemudian memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri.

  • Dengan gigih dan berulang-ulang dalam menekan bahwa ide irrasional itulah yang menyebabkan hambatan emosional pada klien.

  • Menyerukan klien menggunakan kemampuan rasional daripada emosinya.

  • Menggunakan pendekatan dedaktik dan filosofis.

  • Menggunakan humor sebagai cara mengkonfrontasikan berfikir secara irrasional.

Teknik-Teknik Terapi Rasional Emotif Behavior


Dalam Terapi Rasional Emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kognitif, afektif, behavioral dan humor yang disesuaikan dengan kondisi klien. Setiap konselor dapat mempergunakan gabungan-gabungan teknik sejauh penggabungan itu memungkinkan. Teknik-teknik tersebut diantaranya, yaitu:

Terapi Kognitif

Beberapa terapi kognitif yang cukup dikenal adalah :

  1. Home work assigment atau pemberian tugas rumah. Yaitu teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan.

  2. Latihan asertif, yaitu teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan atau meniru model-model sosial.

Terapi Afektif

Teknik ini digunakan untuk membantu klien dalam mengidentifikasi emosi dan keyakinan, serta menemukan kesulitan verbalisasi. Pada saat tertentu ada klien yang mampu mengenal perasaan dan kognitifnya, tapi tidak dapat mempergunakannya dalam kejadian- kejadian tertentu. Dalam hal ini teknik yang bisaa digunakan, yaitu:

  1. Teknik Assertive Training, merupakan teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien untuk secara terus- menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.

  2. Teknik Sosiodrama, merupakan teknik yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan- perasaan yang negatif) melalui suasana yang di dramatisasikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisn ataupun melalui gerakan dramatis.

  3. Teknik Self Modeling (diri sebagai model), merupakan teknik yang digunakan untuk meminta klien agar berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk perasaan atau perilaku tertentu. Dalam self modeling ini klien diminta untuk tetap setia pada janjinya dan secara terus-menerus menghilangkan diri dari sikap negatif.

  4. Teknik Mutasi, merupakan teknik untuk menirukan secara terus- menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif

Terapi Behavioristik

Dalam kasusnya, kebanyakan Terapi Rasional Emotif banyak menggunakan teknik behavioristik terutama dalam hal upaya memodifikasi perilaku negatif klien, dengan mengubah akar keyakinan yang tidak rasional dan tidak logis, beberapa teknik yang tergolong behavioristik adalah:

  1. Teknik reinforcement (penguatan), yaitu usaha mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai-nilai dan keyakinan yang irasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang lebih positif.

  2. Teknik social modeling atau dikenal dengan pemodelan sosial, yaitu teknik untuk membentuk perilaku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial ang diharapkan dengan cara mutasi (meniru), mengobservasi dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan maslah tertentu yang telah disiapkan konselor.

  3. Teknik live models (model kehidupan nyata), yaitu teknik yang digunakan untuk menggambar perilaku-perilaku tertentu. Khususnya situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan-percakapan social, interaksi dengan memecahkan maslah-masalah.

Humor

Penggunaan humor dalam proses klienng telah diterapkan dalam berbagai macam kesempatan, seperti Sekolah Dasar, pada klienng karier, klienng kelompok, terapi keluarga dan terapi analitik.

Humor juga dapat digunakan menciptakan rapport dan sebagai teknik untuk membuka diri klien dimana konselor dapat menunjukkan kesempurnaan atau kelemahan yang sebaiknya bisa diterima oleh setiap manusia, dengan kata lain, dinyatakan tertawa adalah suatu cara “ menunjuk sendiri” terhadap ketidak mampuan dan ketidakfanaan terhadap perilaku sendiri.

Kebanyakan hambatan itu muncul karena terlalu serius dalam membicarakannya, untuk itu humor diharapkan dapat membantu klien agar tercipta suasana yang tidak menakutkan dan klien juga dapat menikmati proses terapi. Dalam proses klienng ini konselor dapat mengajak klien untuk menertawakan pikiran irasionalnya dan bertanggung jawab terhadap pengukuran itu.

Penggunaan humor dalam klienng sebaiknya memperhatikan budaya yang dimiliki oleh klien. Ada budaya-budaya tertentu yang bisa menerima humor sebagai konsekuensi kegagalan yang dilakukan. Tetapi ada juga ada budaya atau nilai-nilai masyarakat yang berpikiran bahwa kegagalan bisa ditertawakan dengan demikian penggunaan memperhatikan latar belakang budaya klien.

Dalam mengaplikasikannya berbagai teknik terapi rasional emotif behavior Albert Ellis menyampaikan untuk menggunakan dan menggabungkan beberapa teknik tertentu sesuai dengan permasalahan yang dihadapi klien.

Referensi :

  • Latipun, Psikologi Konseling, UMM Press, Malang, 2005.
  • Gerald Corey, Teori dan Praktik Konseling & Psikoterapi, Refika Aditama, Bandung, 2009.
  • Ws. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Grasindo, Jakarta,1991.
  • Gerald Corey, Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi, Eresco, Bandung,1997.
  • Pihasniwati, Psikologi Konseling, TERAS, Yogyakarta, 2008.
  • Mohammad Surya, Teori-Teori Konseling, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2003.

Rational Emotive Behaviour Therapy ( REBT) adalah suatu metode untuk memahami dan mengatasi masalah emosi dan perilaku. REBT merupakan suatu pendekatan kognitif dan perilaku yang mengemukakan fakta-fakta bahwa perilaku yang dihasilkan bukan berasal dari kejadian yang dialami namun dari keyakinan – keyakinan yang tidak rasional (Jensen, 2008).

Menurut Froggatt (2005) REBT adalah salah satu dari beberapa terapi yang berasal dari pikiran dan perilaku. REBT bukan hanya sekedar tehnik tapi merupakan teori yang komprehensif dari perilaku manusia. Teori REBT menegaskan bahwa keyakinan yang tidak rasional akan membawa individu pada emosi dan perilaku negatif yang tidak sehat seperti perilaku amuk (agresif) dan rasa bersalah (Jensen, 2008). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa REBT adalah suatu metoda terapi yang menggunakan pendekatan kognitif dan perilaku untuk memahami dan mengatasi masalah emosi dan perilaku negatif yang berasal dari keyakinan-keyakinan yang tidak rasional (irrasional).

Rational Emotif Behaviour Therapy (REBT) dipelopori oleh Dr. Albert Ellis, seorang psikologi klinik yang ahli dalam psikoanalisis. Pada awalnya REBT disebut dengan Rational Therapy (Terapi Rasional) kemudian berubah menjadi Rational Emotive Therapy (Terapi rasional dan emosi) dan akhirnya pada awal tahun 1990-an menjadi Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT). REBT adalah merupakan salah satu terapi kognitif dan perilaku, walaupun dibangun secara terpisah namun memiliki banyak kesamaan seperti terapi kognitif (Cognitif therapy). Lebih dari setengah abad yang lalu, REBT telah dikembangkan secara signifikan dan terus berubah (Froggatt, 2005).

Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) berdasar pada konsep bahwa emosi dan perilaku merupakan hasil dari proses pikir yang memungkinkan bagi manusia untuk memodifikasinya seperti proses untuk mencapai cara yang berbeda dalam merasakan dan bertindak (Froggatt, 2005). Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irrasional, dimana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irrasional. Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irrasional. Ketika berpikir dan sosial yang mempengaruhi perasaan dan perilaku seseorang.

REBT juga berpendapat bahwa keadaan biologis seseorang juga mempengaruhi perasaan dan perilakunya, ini merupakan hal yang penting dan perlu diingat oleh therapis untuk memahami seberapa besar kemampuan manusia dapat berubah. Dari beberapa pernyataan diatas dapat diketahui bahwa REBT berdasarkan pada konsep emosi dan perilaku merupakan hasil dari proses pikir tentang apa yang mereka pikirkan, asumsikan dan yakini tentang diri sendiri, orang lain dan lingkungannya yang dipengaruhi oleh faktor biologis, psikologis dan sosial sehingga terlihat dari cara individu merasakan dan bertindak terhadap masalah yang dihadapinya.

Ellis merekomendasikan suatu pendekatan yang berwawasan luas untuk terapi dengan menggunakan strategi REBT dan pendekatan lainnya namun dipastikan bahwa strategi tersebut sesuai dengan teory REBT. Dibawah ini ada beberapa prosedur yang dapat digunakan yaitu :

1. Tehnik Kognitif

  • Rational Analysis (Analisis Rasional) ; analisis dari peristiwa yang spesifik untuk mengajarkan klien bagaimana cara membuka dan memperdebatkan keyakinan yang tidak rasional yang biasa digunakan pada sesi pertama dan setelah klien mendapatkan idenya maka klien akan membawanya sebagai pekerjaan rumah (PR).

  • Double Standard Dispute (Perdebatan Standar Ganda); Bila klien merasa rendah diri terhadap perilakunya, tanyakan apakah mereka akan segera menilai orang lain (seperti teman baik atau terapis) dalam melakukan hal yang sama atau merekomendasikan orang lain untuk berpegang pada keyakinan utamanya.

  • Catastrophe Scale (Scala Bencana); Ini merupakan tehnik yang berguna untuk mendapatkan perspektif yang hebat. Pada papan tulis putih atau selembar kertas menggambarkan sebuah garis yang menurun dengan menuliskan 100% pada bagian atas dan 0% pada bagian bawah dan 10% interval diantaranya. Tanyakan pada klien pada tingkat berapa bencana yang dirasakan dari masalah yang dihadapi kemudian masukkan item tersebut ke dalam gambar pada tempat yang tepat kemudian isi tingkatan (level) yang lainnya dengan item yang sesuai dengan pikiran klien. Pada akhirnya apakah klien secara progresif mengubah posisi item yang ditakutkannya dalam scala, sampai ketakutan yang ada dalam perspektifnya dalam hubungannnya dengan item lainnya benar.

  • Devil’s Advocad (Severse Role Playing) ; ini adalah tehnik yang efektif dan berguna, didisain agar klien dapat berdebat melawan keyakinan irrasionalnya. Terapis bermain peran dengan mengadopsi keyakinan klien yang tidak berguna dan dengan penuh semangat membantahnya, ketika klien mencoba untuk meyakinkan terapis bahwa keyakinan itu tidak berguna. Tehnik ini terutama digunakan pada klien yang mengetahui keyakinannya yang irrasional namun membutuhkan pertolongan untuk menggabungkan apa yang dipahami.

  • Reframing ; suatu strategi lain untuk mendapatkan kejadian yang buruk menjadi perspektif yang mengevaluasi ulang kejadian tersebut sebagai hal yang mengecewakan, menjadi perhatian dan ketidaknyamanan dari pada memandangnya sebagai hal yang sangat buruk atau yang tidak tertahankan. Variasi dari reframing adalah membantu klien untuk melihat bahwa kejadian buruk sekalipun selalu mempunyai sisi positif, dan membuat daftar hal-hal positif yang dapat di pikirkan oleh klien.

2. Imagery Techniques (Tehnik Perumpamaan)

  • Time Projection; Tehnik ini di desain untuk menunjukkan bahwa kehidupan seseorang dan dunia secara umum akan terus berlanjut setelah rasa takut dan kejadian yang tidak diinginkan datang dan pergi. Meminta klien untuk melihat kejadian yang tidak diinginkan itu terjadi dan bayangkan kejadian tersebut berjalan terus dalam seminggu, sebulan, enam bulan, setahun, dua tahun dan seterusnya, pertimbangkan bagaimana perasaan klien untuk setiap waktu yang dilewati. Klien akan mampu melihat bahwa hidup akan terus berjalan meskipun mereka membutuhkan penyesuaian dri untuk itu.

  • The ” Blow Up” Technique; Ini adalah variasi dari pembayangan kasus yang terburuk (Worst – Case Imagery) yang digabungkan dg menggunakan humor untuk menghasilkan pengalaman hidup yang mengesankan bagi klien. Ini semua melibatkan klien dengan meminta klien untuk membayangkan kejadian yang menakutkan terjadi kemudian dilepaskan keluar seluruhnya sehingga klien merasakan terhibur karena itu. Menertawakan ketakutan akan membantu dalam mengontrolnya. Tehnik ini memerlukan sensitifitas dan waktu yang tepat dalam menggunakannya.

3. Behaviour Techniques (Tehnik Perilaku)

  • Exposure; Strategi perilaku biasanya yang sering digunakan dalam REBT adalah dengan melibatkan klien untuk memasuki situasi yang membuatnya takut dan biasanya klien akan menghindar. Seperti “Exposure” yang disengaja, direncanakan dan dibawa dengan menggunakan kognitif dan keterampilan koping lainnya. Tujuannnya adalah :
    (1) menguji validitas ketakutan seseorang (penolakan tidak akan bertahan)
    (2) De-awfulise them (dengan melihat bahwa catastrophe tidak terjadi)
    (3) Mengembangkan kepercayaan diri agar dapat melakukan koping (dengan sukses mengatur tindakan seseorang)
    (4) Meningkatkan toleransi terhadap rasa ketidaknyamanan (menemukan peningkatan dalam bertahan)

  • Shame Attacking; ini adalah tipe dari exposure yang melibatkan konfrontasi terhadap rasa takut akan malu dengan bebas melakukan tindakan dengan cara mengantisipasi klien menolak penyerangan (Pada saat waktu yang sama, menggunakan tehnik cognitive dan emosi untuk hanya merasakan perhatian atau kekecewaan).

  • Risk Taking; Tujuannya adalah untuk menantang keyakinan yang menimbulkan perilaku yang berisiko membahayakan, ketika alasan yang dikatakan dari hasil tidak ada garansinya maka mereka memiliki kesempatan yang berharga. Sebagai contoh seseorang yang takut akan ditolak malah mencoba untuk mengajak seseorang untuk berkencan.

  • Paradoxical Behaviour ; Ketika klien berharap untuk merubah kecendrungan disfungsi, hal ini mendorong klien secara bebas untuk bertindak dengan suatu cara kontradiksi terhadap kecendrungan tersebut. Latihan untuk perilaku yang baru walaupun tidak secara spontan maka berangsur-angsur terinternalisasi menjadi kebiasaan baru.

  • Steping Out of Character ; merupakan salah satu tipe dari paradoxical behavior . Sebagai contoh seorang perfeksionis dapat melakukan segala sesuatu dengan bebas untuk yang kurang dari standar mereka biasanya. Postponing Gratification ; Biasanya digunakan untuk melawan rendahnya toleransi terhadap frustrasi dengan bebas mengurangi rokok, memakan makanan yang manis, menggunakan alcohol, aktivitas seksual dan sebagainya.

  • Home Work ( Pekerjaan Rumah/ PR)
    Pekerjaan rumah (PR) adalah merupakan strategi yang paling penting dalam REBT. Kegiatan yang termasuk didalamnya adalah aktivitas membaca, latihan menolong diri sendiri dan pengalaman aktivitas. Sesi- sesi dalam terapi adalah sesi-sesi latihan, dimana klien mencoba dan menggunakan apa yang sudah dipelajari.

Menurut Komalasari (2011), REBT merupakan bagian dari cognitive behavior therapy yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku, dan pikiran. Hal ini juga sejalan dengan yang dinyatakan oleh Ellis (dalam Dryden & Neenan, 2004) yaitu REBT berasumsi bahwa pikiran, emosi dan perilaku manusia merupakan proses psikologis yang saling berinteraksi.

Ketika individu memikirkan tentang sesuatu hal, maka mereka juga memiliki kecenderungan untuk memiliki reaksi emosional terhadap hal tersebut serta memberi tindakan terhadap hal tersebut. Oleh sebab itu, dalam REBT tidak hanya melibatkan metode restrukturisasi kognitif, tetapi juga melibatkan metode emotif-evokatif dan metode behavioral dalam rangka membantu klien mengubah pemikiran mereka.

Selanjutnya, REBT juga tidak hanya berfokus pada emosi dan pemikiran klien tetapi juga mendorong klien untuk secara aktif mengaplikasikan apa yang telah dipelajari dalam sesi terapi ke dalam praktik sehari-hari melalui penggunaan metode-metode behavioral.

REBT adalah suatu terapi yang berusaha menghilangkan pola berpikir yang irasional dan menggantinya dengan pikiran yang untuk mengatasi masalah emosi dan perilaku negatif dengan menggunakan teknik kognitif, emotif maupun behavioral.

Distorsi kognitif yang diperbaiki dalam rational emotive behavior therapy (REBT)


Beberapa distorsi kognitif yang terjadi pada anak dan remaja (Christner, Stewart & Freeman, 2007) antara lain:

  1. Dichotomous thinking
    Pemikiran ini menunjuk pada kecenderungan remaja untuk mengevaluasi kualitas pribadi diri sendiri dalam kategori ‘hitam atau putih’ secara ekstrim. Misalnya “Bila saya tidak berhasil, maka saya bukan apa-apa sama sekali."

  2. Overgeneralization
    Remaja memiliki pemikiran yang terlalu menggeneralisasi terhadap peristiwa yang dihadapinya. Remaja menyimpulkan bahwa satu hal yang pernah terjadi pada dirinya akan terjadi lagi berulang kali. Misalnya “Dia tidak mengundangku ke pesta ulang tahunnya, dan aku tidak akan pernah diundang oleh siapapun ke pesta mereka.”

  3. Mind reading
    Remaja berasumsi bahwa ia mengetahui hal yang dipikirkan orang lain tentang dirinya tanpa mengecek kembali kebenaran atau buktinya. Misalnya “Saya mengetahui bahwa ibu saya kecewa kepada saya.”

  4. Emotional reasoning
    Remaja menggunakan emosinya sebagai bukti untuk kebenaran yang dikehendakinya. Penalaran emosional akan menyesatkan sebab perasaan individulah yang menjadi cermin pemikiran serta keyakinannya, bukan kondisi yang sebenarnya. Misalnya, “Saya merasa tidak ada yang menyukai saya, jadi memang tidak ada yang menyukai saya.”

  5. Disqualifying the positive
    Suatu pemikiran yang dilakukan oleh remaja yang tidak hanya sekedar mengabaikan pengalaman-pengalaman yang positif, tetapi juga mengubah semua pengalaman yang dialaminya menjadi hal yang negatif. Misalnya, “Saya bisa menyelesaikan kuis tersebut karena guru saya telah membantu saya dan kebetulan saya berutung.”

  6. Catastrophizing
    Remaja memiliki kecenderungan untuk membesar-besarkan atau mengecilkan hal-hal yang dialaminya di luar proporsinya. Pembesaran yaitu remaja akan melebih-lebihkan kesalahan, ketakutan, atau ketidaksempurnaan dirinya. Pengecilan yaitu remaja akan mengecilkan nilai dari kemampuan dirinya sehingga kemampuan yang dimilikinya tampak menjadi kecil dan tidak berarti. Jika remaja membesarbesarkan ketidaksempurnaan dirinya serta memperkecil kemampuannya, maka remaja akan merasa dirinya rendah dan tidak berarti. Misalnya “Saya akan keluar dari kelompok ini karena tidak ada teman yang menginginkan saya berada dikelompok mereka.

  7. Personalization
    Remaja merasa bertanggung jawab atas peristiwa negatif yang terjadi, walaupun sebenarnya peristiwa bukan merupakan kesalahan dirinya. Jadi, individu memandang dirinya sebagai penyebab dari suatu peristiwa yang negatif, yang dalam kenyataan sebenarnya bukan individu yang harus bertanggung jawab terhadap peristiwa tersebut. Misalnya, “Dia tidak mau berbicara dengan saya karena mungkin saya telah melakukan suatu kesalahan kepadanya, saya harus melakukan sesuatu.”

  8. Should statements
    Remaja berpikir dengan menggunakan kata-kata harus atau wajib untuk menggambarkan bagaimana ia atau orang lain berperilaku Misalnya, “Saya harus selalu mengatakan ya ketika teman-teman saya meminta bantuan saya, karena saya tidak boleh egois.”

  9. Comparing
    Remaja membandingkan kinerjanya dengan orang lain, biasanya perbandingan dibuat untuk kinerja yang lebih tinggi dan pada orang lain yang lebih tua. Misalnya, “ Saya belum bisa membaca, kakak saya juga belum bisa membaca, kakak saya sseharusnya lebih pintar dari saya dan sudah bisa membaca.”

  10. Selective abstraction
    Remaja memfokuskan perhatian pada satu detail (biasanya negatif), tatapi mengabaikan aspek lain yang lebih relevan. Misalnya, “Guru saya tidak menyayangi saya, dia memberikan saya nilai tugas tambahan yang harus saya kerjakan.” Padahal guru menawarkan bantuan apabila ia kesulitan dalam mengerjakan tigas tersebut dan memberikan kepadanya kesempatan untuk memilih soal yang mudah baginya.

  11. Labeling
    Remaja menciptakan gambaran diri yang negatif yang didasarkan pada kesalahan yang telah ia buat. Remaja memiliki pemikiran yang lebih berfokus pada kesalahan yang dibuatnya, bukan pada kelebihan potensi dirinya. Misalnya, “Saya adalah orang yang sangat pecundang, saya kalah” dari pada, “Wah, saya kurang bermain optimal pada pertandingan itu”.

Langkah-langkah pelaksanaan rational emotive behavior therapy (REBT)


Tahapan REBT berkaitan dengan model ABCD. Adapun langkah-langkah atau tahap-tahap pelaksanaan REBT yaitu antara lain, pertama REBT dimulai dengan memberi salam dan menyapa klien, membantu klien mengespresikan permasalahan mereka, kemudian mengajak klien mendiskusikan harapan-harapan yang ingin dicapai dalam terapi serta menentukan aturan praktis yang mendasar seperti durasi dan frekuensi sesi terapi.

Setelah melakukan ketiga hal tersebut, terapis selanjutnya disarankan untuk menggunakan keterampilan pemecahan masalah dan meminta klien untuk memilih masalah yang akan diselesaikan. Apabila klien memiliki banyak masalah yang ingin diselesaikan maka sebaiknya terapis membantu klien untuk membuat daftar masalah dan memilih mana masalah yang menjadi prioritas untuk dicari solusinya terlebih dahulu (Dryden & Neenan, 2004).

Setelah permasalahan ditentukan terapis perlu menilai apakah permasalahan tersebut berkaitan dengan masalah meta emosional seperti merasa malu karena cemas, merasa bersalah karena marah dan sebagainya. Apabila masalah meta-emosional ini terkait dengan masalah utama yang akan dibahas, maka dengan persetujuan klien, masalah emosional ini harus diselesaikan atau diklarifikasi terlebih dahulu. Seperti halnya permasalahan lain, dalam REBT masalah meta-emosional dapat dinilai dengan menggunakan kerangka model ABC (Dryden & Neenan, 2004).

Rational Behaviour Emotive Therapy (REBT) merupakan suatu pendekatan yang mempunyai asumsi bahwa kognisi, emosi dan perilaku mempunyai interaksi satu sama lain dan mempunyai hubungan sebab akibat. Asumsi dasar dari REBT adalah setiap orang mempunyai kontribusi terhadap masalah psikologis mereka sendiri yang merupakan hasil dari intepretasi mereka terhadap situasi dan kejadian.

Menurut Gonzalez & Nelson (2004) REBT merupakan suatu pendekatan kognitif dan perilaku yang dihasilkan bukan berasal dari kejadian yang dialami namun dari keyakinan – keyakinan yang tidak rasional. Keyakinan yang tidak rasional akan membawa individu pada emosi dan perilaku negatif yang tidak sehat. REBT merupakan suatu metode yang menggunakan pendekatan kognitif dalam mengatasi masalah emosi dan perilaku yang berasal dari keyakinan yang irrasional.

Konsep Dasar Terapi Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) Terapi REBT menggunakan konsep ABC yaitu Activiting event (A), Belief (B) dan Emotion consequence ©. penjabran dari masing-masing komponen adalah sebagai berikut (Corey, 2006):

  1. Activating event (A) adalah peristiwa, fakta, perilaku atau sikap orang lain yang terjadi di dalam maupun di luar diri individu.

  2. Belief (B) adalah keyakinan dan nilai individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan terdiri atas dua bagian yaitu: pertama, keyakinan rasional (rB) yang merupakan keyakinan yang tepat, masuk akal dan produktif. Kedua, keyakinan irasional (iB) yang merupakan yang salah, tidak masuk akal, emosional dan tidak produktif.

  3. Emotional consequence © adalah konsekuensi emosional baik berupa senang atau hambatan emosi yang diterima individu sebagai akibat reaksi dalam hubungannya dengan antecedent event (A). konsekuensi emosional ini bukanlah akibat langsung dari A, tetapi juga B baik dipengaruhi oleh iB maupun rB individu.

Ellis (dalam Corey, 2006) juga menambahkan bahwa setelah konsep A-BC maka menyusul desputing (D) yang merupakan penerapan metode ilmiah untuk menantang keyakinan irasional. Desputing (D) merupakan dari proses terapi yang dijalankan m1 oleh konselor dan klien melalui proses edukatif, dimana konselor menunjukkan berbagai prinsip logika dan dapat diuji kebenarannya untuk menyanggah keyakinan irasional klien. Setelah melakukan disputing diharapkan akan muncul filisofi rasional yang baru dan efektif (E). bila berhasil melakukan proses tersebut akan muncul perasaan atau emosi yang baru (F).

Keyakinan Irasional dalam REBT

Munculnya berbagai masalah dalam REBT disebabkan karena adanya pikiran yang irasioanal. Ada beberapa bentuk pikiran yang irasioanl dalam REBT diantaranya:

  1. Demands
    Pada tipe ini orang sering mengekspresikan keyakinannya yang rigid dalam bentuk harus, mutlak harus.

  2. Awfulizing/catastrophizing
    Keyakinan ini timbul bila seseorang tidak mendapatkan apa yang ia inginkan maka ia akan menyimpulkan kejadian tersebut sangat menyakitkan, sangat buruk.

  3. Low frustration tolerance
    Keyakinan ini timbul bila seseorang tidak mendapatkan apa yang ia inginkan maka ia akan menyimpulkan kejadian tersebut sangat berat, ia sudah tidak tahan lagi.

  4. Self, other and life-depreciation beliefs
    Bila seseorang tidak mendapatkan apa yang ingin didapatnya dan ia membuat atribut terhadap dirinya bahwa ia telah gagal, ia tidak menyukai dirinya.

Tahapan Pelaksanaan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)


Menurut Dryden & Branch (2008) ada tiga tahapan yang harus dilaksanakan terapis dalam pelaksanaan terapi, antara lain:

  • Fase awal
    Tugas dasar terapis dalam fase ini adalah menajalin hubungan yang terapetik dengan klien. Konsep dasar yang harus dikembangkan adalah;

    1. Mendorong klien untuk menceritakan masalahnya
    2. Memberikan gambaran tentang REBT kepada klien
    3. Mulai menetapkan masalah klien.
    4. Menerangkan tentang konsep ‘ABCs daam REBT
    5. Mengatasi keraguan klien
  • Tahap pertengahan
    Pada tahapan ini proses disputting dimulai dan pada tahapan ini terapis bisa memberikan tugas kepada klien untuk membantu mereka mengembangkan kemampuan disputing dan menemukan cara agar berfikir lebih rasional. Kosep dasar yang harus dikembangkan dalam tahap ini adalah

    1. Menindak lanjuti target dari masalah.
    2. Mendorong klien untuk mengerjakan tugas-tugas yang mendukung.
    3. Mengidentifias dan merubah keyakinan irasional klien.
    4. Mengatasi hambatan untuk berubah dari klien
    5. Mendorong klien untuk menjadi dan meningkatkan kemajuan dalam proses terapi
  • Tahap penutup
    Tugas utama terapis ketika kan mengakhiri terapi adalah meminta persetujuan dengan klien untuk mengakhiri terapi dengan cara yang terbaik. Beberapa ha yang perlu diperhatikan diantaranya;

    1. Memutuskan kapan dan bagaimana mengakhiri terapi.
    2. Mendorong klien untuk menyimpulkan apa yang telah dipelajari.
    3. Memberikan penghargaan terhadap peningkatan yang dicapai klien.
    4. Mengatasi hambatan dalam mengakhiri terapi.
    5. Klien setuju untuk melakukan follow up dan menyimpulkan hasil terapi.

Dalam pendekatan rasional emotif hakikat manusia adalah makhluk berpotensi (rasional-irasional), berpikir, merasa, berbuat, dipengaruhi oleh budaya, verbalis, pemikir, verbalisasi diri, konfrontasi, indoktrinasi diri, unik, dan bahwa sumber perilaku manusia ialah ide/ nilai. Karena sumber perilaku ide/ nilai bukan peristiwa maka menjadi ide utama teori Rational emotive therapy (RET).

Ellis memberikan argumentasi bahwa manusia cenderung berbicara pada diri sendiri, menilai diri sendiri dan defensif. Mereka mulai bermasalah dalam emosi dan tingkah laku ketika mereka tertarik untuk memilih kebutuhan tertentu (kebutuhan akan cinta, pengakuan, atau keberhasilan) dan membuat kesalahan dengan menganggap kebutuhan tersebut sebagai mutlak dipenuhi. Kata-kata „harus‟, „mesti‟, „berhak‟, „menuntut‟, „perintah‟, dan sejenisnya akan meningkatkan keinginan seseorang untuk menjadi dogmatis dan irasional. Pola pikir yang tidak rasional dan tidak logis akan menimbulkan gangguan perasaan dan selanjutnya menghasilkan gangguan tingkah laku pula.

Konsep dasar Rational emotive therapy (RET) yang dikembangkan oleh Albert Ellis adalah sebagai berikut:

  • Pemikiran manusia adalah penyebab dasar dari gangguan emosional. Reaksi emosional yang sehat maupun yang tidak, bersumber dari pemikiran itu.
  • Manusia mempunyai potensi pemikiran rasional dan irrasional. Dengan pemikiran rasional dan inteleknya manusia dapat terbebas dari gangguan emosional.
  • Pemikiran irrasional bersumber pada disposisi biologis lewat pengalaman masa kecil dan pengaruh budaya.
  • Pemikiran dan emosi tak dapat dipisahkan.
  • Berpikir logis dan tidak logis dilakukan dengan simbol-simbol bahasa.
  • Pada diri manusia sering terjadi self-verbalization. Yaitu mengatakan sesuatu terus-menerus kepada dirinya.
  • Pemikiran tak logis-irrasional dapat dikembalikan kepada pemikiran logis dengan reorganisasi persepsi. Pemikiran tak logis itu merusak dan merendahkan diri melalui emosionalnya. Ide-ide irrasional bahkan dapat menimbulkan neurosis dan psikosis.