Modifikasi kognitif perilaku adalah salah satu pendekatan terapi yang bertujuan mengubah perilaku overt (tampak jelas) dan covert (tersembunyi) dengan mengaplikasikan metode kognitif dan metode perilaku (Dobson & Block).
Maag (2004) menjelaskan bahwa rasionalisasi penggunaan modifikasi kognitif perilaku adalah kognisi dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Pandangan mengenai modifikasi ini adalah bahwa respon perasaan dan perilaku terhadap situasi sehari-hari dipengaruhi oleh; bagaimana situasi tersebut diterima, ingatan terhadap situasi yang mirip di masa lalu, atribusi yang dibuat berdasarkan penyebab situasi, dan bagaimana situasi mempengaruhi persepsi individu dan tujuannya.
Secara spesifik, Dobson dan Block, mengungkapkan modifikasi kognitif perilaku berdasarkan pada tiga hal.
-
Pertama adalah aktivitas kognitif mempengaruhi perilaku seseorang sehingga pandangan seseorang mengenai situasi akan mempengaruhi perilaku yang dipilih serta tampilan perilaku pada situasi tertentu.
-
Kedua, aktivitas kognitif dapat dipantau atau diubah, hal ini karena kognisi seseorang dapat diakses dan diidentifikasi sebagai prasyarat untuk mengubah proses kognisi seoseorang.
-
Ketiga, perubahan perilaku yang dikehendaki dapat dilakukan melalui perubahan kognisi karena kegiatan dalam kognisi mendahului perilaku serta menjadi perantara perilaku.
Gambaran Modifikasi Kognitif Perilaku
Menurut Maag (2004) dalam memaknai modifikasi kognitif perilaku, individu perlu mengetahui mengenai rumusan model kognitif A-B-C, yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel Model kognitif A-B-C
Rumusan diatas merupakan pengembangan dari modifikasi perilaku dimana dalam modifikasi perilaku, B adalah perilaku sedangkan di dalam model kognitif ini, B merupakan keyakinan atau pikiran seseorang. Model A-B-C ini menjelaskan bahwa :
-
Pertama, situasi pendahulu (A) dapat menimbulkan suatu keyakinan seseorang yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang untuk memilih dan menunjukkan kemampuannya pada situasi sedang yang dihadapi.
-
Kedua, keyakinan (B) diasumsikan menjadi mediator perilaku dimana keyakinan tersebut dapat bersifat kaku ataupun fleksibel. Keyakinan yang bersifat kaku menyebabkan seseorang akan berpikir irasional dan cenderung memiliki kesimpulan yang irasional.
-
Ketiga, konsekuensi dari perasaan dan perilaku (C) berasal dari keyakinan yang telah diinterpretasikan maknanya serta dari keyakinan atas situasi sebelumnya.
Dari ketiga hal tersebut, Maag (2004) menyimpulkan bahwa keyakinan merupakan titik utama untuk mengubah perilaku. Seseorang berperilaku tidak berdasarkan pada situasi yang dihadapi melainkan pada interpretasi dari situasi tersebut.
Maag (2004) menyatakan tujuan modifikasi kognitif perilaku adalah mengubah kesalahan berpikir berupa pikiran negatif/irasional menjadi lebih konstruktif, sehingga menimbulkan pola berpikir yang adaptif serta menyadari individu mengenai pentingnya peranan kognisi.
Modifikasi kognitif perilaku umum digunakan untuk menangani permasalahan psikologis antara lain seperti gangguan kecemasan, masalah interpersonal dan sosial, depresi, penolakan sekolah, fobia, self esteem rendah, kenakalan remaja, gangguan makan, post-traumatic stress , dan sebagainya (Sarafino, 1996; Stallard, 2004).
Stallard (2004) mengungkapkan dalam melakukan modifikasi kognitif perilaku terdapat berbagai teknik yang dapat disesuaikan atau dimodifikasi berdasarkan kebutuhan individu. Teknik yang digunakan dalam modifikasi kognitif perilaku sebaiknya perlu dilihat dari jenis permasalahan dan kebutuhan individu agar dapat meningkatkan efektivitasnya.
Adapun teknik-teknik dalam modifikasi kognitif yang dapat digunakan antara lain self instruction training, attribution retraining, thought stopping , pemecahan masalah, dan restrukturisasi kognitif (Maag, 2004). Sementara itu, teknik-teknik dalam modifikasi perilaku yang dapat digunakan adalah pelatihan keterampilan sosial, pengawasan diri, percobaan perilaku, pemberian token (Menutti, dalam Arlinkasari, 2011), meningkatkan body esteem , meditasi, weight management program (Guindon, 2010), visualisasi, hipnosis, dan goal setting (McKay & Fanning, 2000).
Modifikasi Kognitif: Teknik Restrukturisasi Kognitif
Kata kognisi merujuk kepada cara orang memproses informasi, seperti melalui keyakinan, pikiran, ekspektasi, persepsi, interpretasi, dan pengetahuan. Restrukturisasi kognitif merupakan teknik yang sering digunakan untuk mengubah pola pikir yang kurang adaptif pada individu (Maag, 2004). Dalam restrukturisasi kognitif, seseorang diajarkan untuk mengubah kesalahan pikiran sehingga menjadi pikiran yang realistis.
Menurut McKay dan Fanning (2000), proses restrukturisasi kognitif dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi kesalahan berpikir yang berupa kritik diri. Kemudian dilanjutkan dengan menata ulang pikiran seseorang dengan menyangkal kritik diri tersebut.
Yahav dan Cohen (2008) mengungkapkan bahwa perilaku atau emosi seseorang yang maladaptif dipengaruhi oleh proses berpikir yang salah. Pikiran ini yang membuat individu kesulitan menghadapi situasi tertentu sehingga perilakunya menjadi mudah menyerah, ragu-ragu dan tidak berdaya untuk menghadapi masalah seorang diri.
McKay dan Fanning (2000) menjelaskan adanya pikiran negatif berupa kritik dalam diri membuat individu mudah mengingat kegagalannya daripada keberhasilan atau kelebihan yang dimilikinya. Individu juga mudah menyalahkan diri atas sebuah kesalahan yang terjadi serta membandingkan kemampuan atau prestasi diri dengan orang lain. Pikiran negatif sulit diketahui karena pikiran tersebut erat dengan cara seseorang memandang suatu realitas. Bila individu terus berpikir negatif maka pikiran tersebut dapat mengontrol pikiran individu sehingga konsekuensinya individu akan merasa cemas, takut, tidak aman, dan sulit menghadapi permasalahannya.
Bila individu yang sudah mengetahui kesalahan yang ada dalam pikirannya, maka individu perlu melawan pikiran tersebut agar tidak muncul kembali. Kunci utama dari teknik restrukturisasi kognitif adalah seseorang mencari bukti-bukti obyektif yang menantang pikiran negatif, lalu secara aktif dilakukan serangan dan tantangan terhadap pikiran negatif yang diyakininya. Seseorang diajarkan untuk menyerang dan menantang pikiran-pikirannya yang negatif, supaya kemudian dapat diganti dengan pikiran yang positif. Oleh karena itu, saat pikiran negatif muncul, individu perlu diajak untuk mencari alternatif pikiran.
Modifikasi Perilaku: Visualisasi dan Memperbaiki Penampilan Diri
1. Visualisasi
Relaksasi memiliki beraneka ragam teknik dan sudah sering digunakan sejak dulu. Salah satu teknik relaksasi yang memiliki keunggulan sebagai teknik yang efektivitasnya dapat diperoleh dalam waktu singkat adalah visualisasi atau guided imagery (Roger, 2010).
Menurut McKay dan Fanning (2000), visualisasi dapat diasosiasikan seperti saat seseorang menonton televisi. Individu tidak mengalami pengalaman nyata dari apa yang ia lihat di televisi. Namun demikian, individu dapat merasakan adanya reaksi emosi dan fisik ketika membayangkan adegan di televisi tersebut menjadi suatu kejadian nyata. Contohnya ketika individu memprediksi bahwa dirinya akan merasa sedih dan kesepian, prediksi ini akan menjadi kenyataan karena pikiran negatif tersebut akan terefleksi ke dalam perilakunya yang menarik diri.
Visualisasi merupakan teknik yang dipercaya dapat memperbaiki self image dan membuat perubahan pada kehidupan seseorang. Visualisasi dapat memprogram kembali pikiran individu sehingga ia dapat mengenali pikiran yang muncul serta memilih pilihan pikiran yang positif.
McKay dan Fanning (2000) menjelaskan teknik ini dapat dilakukan dengan cara membuat rileks seluruh tubuh, mengalihkan dari pikiran yang mengganggu, dan membayangkan suasana yang positif. Bila seseorang memiliki self esteem rendah, maka seseorang dapat membayangkan dirinya dengan positif seperti memiliki perasaan optimis atau berani menghadapi tantangan. Saat melakukan proses visualisasi, individu juga dapat melakukan afirmasi dengan memberikan komentar positif serta mengoreksi pikiran negatif dalam dirinya.
2. Memperbaiki Penampilan Diri
Guindon (2010) menjelaskan bahwa adanya perubahan yang terjadi pada remaja membuat banyak remaja perempuan maupun laki-laki menghabiskan waktu berdiri di depan cermin, menyibukkan diri dengan persepsi orang lain mengenai tubuh mereka dan menginginkan tubuh yang sesuai dengan harapan mereka. Secara umum, persepsi mengenai bentuk tubuh tergantung dengan jender. Remaja perempuan melakukan berbagai usaha agar mendapatkan gambaran tubuh yang ideal sehingga terlihat menarik seperti berpakaian sesuai dengan bentuk tubuh, menggunakan alat kecantikan, namun usaha tersebut belum sepenuhnya dapat memuaskan penampilan mereka (Choirunisa, 2011). Persepsi mengenai bentuk tubuh pada perempuan dapat berakibat negatif daripada laki-laki. Hal ini menyebabkan remaja tidak puas dengan tubuhnya serta mengalami gangguan makan.
Guindon (2010) menjelaskan selain masalah persepsi bentuk tubuh, penampilan diri juga berpengaruh pada self esteem individu. Penampilan yang tidak sesuai akan membawa masalah pada remaja sehingga akan menjadi hambatan dalam pembentukan kepercayaan dirinya (Choirunisa, 2011). Individu dapat diberikan strategi untuk meningkatkan kepercayaan dirinya terhadap tubuh seperti flattering clothes. Selama masa remaja, penampilan (yang salah satunya dapat dilihat dari baju) berperan besar dalam mencerminkan dan memperkuat kepercayaan diri seseorang pada tubuhnya.