Apa yang dimaksud dengan Teori Sociocultural dalam Ilmu Komunikasi?

Konsep dari teori socio cultural adalah melalui interaksi maka perkembangan kognitif anak akan di naik sampai di batas perkembangan zona proksimal atau melebihi perkembangan proksimal (ZPD) karena apa yang anak tidak ketahui akan mendapatkan informasi dari teman, guru dan orang tua serta dengan benda-benda disekitarnya. Orang dewasa yang lebih mampu atau rekan menyediakan
dukungan dalam ZPDsehingga perkembangan kognitif pada anak usia dini
dipengaruhi oleh sosial kultural.

Teori atau Tradisi Sosial – Budaya (The SocioCultural Tradition) mengemukankan bahwa Komunikasi Sebagai Penciptaan dari Realitas Sosial

Tradisi sosial budaya berangkat dari kajian antropologi. Bahwa komunikasi berlangsung dalam kontek budaya tertentu karenanya komunikasi dipengaruhi dan kebudayaan suatu masyarakat. Media massa, atau individu ketika melakukan aktivitas komunikasi ikut ditentukan faktor-faktor situasional tertentu.

Beberapa figur penting disini adalah James Lull, Geertz, Erving Goffman, George H. Mead, dan sebagainya.

Teori sosiokultural lebih menekankan gagasan dan tertarik untuk mempelajari pada cara bagaimana masyarakat secara bersama-sama menciptakan realitas dari kelompok sosial, organisasi dan budaya mereka. Sosiokultural digunakan dalam topik-topik tentang diri individu, percakapan, kelompok, organisasi, media, budaya dan masyarakat.

Model ini menjadikan tatanan sosial sebagai pusatnya dan memandang komunikasi sebagai perekat masyarakat. Tantangan dan permasalahan yang dituju meliputi konflik, perebutan, dan kesalahan mengartikan. Dalam rangka berargumentasi, para ilmuan dalam tradisi ini akan menggunakan bahasa yang mencirikan unsur-unsur seperti masyarakat, struktur, ritual, peraturan dan budaya. Tradisi ini juga sependapat dengan pemisahan interaksi manusia dari struktur sosial.

Pendekatan interaksi simbolik, konstruktivisme merupakan hal yang penting disini. Interaksi simbolik menekankan pada bagaimana manusia aktif melakukan pemaknaan terhadap realitas yang dihadapi. Hal ini dapat membantu menjelaskan dalam proses komunikasi antar personal. Sedangkan konstruktivisme menekankan pada proses pembentukan realitas secara simbolik. Maka komunikasi baik bermedia maupun antar pribadi sesungguhnya dapat dilihat sebagai proses pembentukan realitas.

Adapun varian dari tradisi ini adalah:

  • Interaksi symbolic, merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam ilmu sosiologi oleh George Herbert Mead dan Z Herbert Blumer yang menekankan pentingnya pengamatan dalam studi komunikasi sebagai cara untuk dari menyelidiki hubungan sosial.
  • Konstruksi Sosial, pada cabang ini menginvestigasi bagaimana pengetahuan manusia dikonstruksi melalui interaksi sosial.
  • Sosial Linguistik, Ludwig Wittgenstein seorang filosof Jerman bahwa arti dari bahasa tergantung pada penggunaannya.

Dalam tradisi sociocultural diterangkan bahwa kita selalu membuat penjelasan-penjelasan dari apa yang menjadi dasar di dalam percakapan, bagaimana suatu maksud / arti tersebut dapat dijelaskan di dalam percakapan, dan bagaimana lambang dimunculkan digambarkan melalui interaksi.

Teori-teori ini mengatakan kepada kita tentang percakapan menyatukan orang-orang secara bersama-sama, dan bagaimana partisipan yang datang untuk melakukan share meaning, dan difokuskan juga pada bagaimana komunikator-komunikator bekerja sama di suatu cara yang tersusun untuk mengorganisir pembicaraan mereka. Empat bidang yang tercakup didalamnya, yakni ; interactionism simbolis; teori konvergensi simbolis, analisa percakapan, dan teori negosiasi muka.

  1. Interactionism Simbolis
    Interactionism simbolis, suatu gerakan di dalam sosiologi, fokus kepada cara dimana orang-orang membentuk maksud (arti) dan struktur di dalam masyarakat melalui percakapan. Barbara Ballis Lal meringkasnya seperti berikut:

    ” Orang-orang membuat keputusan-keputusan dan tindakan menurut pemahaman-pemahaman mereka yang subjektif, situasi-situasi di mana mereka menemukan diri mereka.
    ” kehidupan sosial terdiri dari proses-proses interaksi dibanding struktural dan kemudian terus menerus berubah.
    ” Orang-orang memahami pengalaman mereka melalui menemukan arti melalui symbol-simbol di dalam kelompok-kelompok utama mereka, dan bahasa adalah satu bagian penting dari kehidupan social.
    ” Dunia itu terdiri dari object sosial yang dinamai dan sudah secara sosial menentukan maksud /arti.
    ” tindakan-tindakan orang-orang yang didasarkan pada interpretasi mereka, di mana object yang relevan dan mengambil sikap dalam di dalam situasi itu diperhitungkan.

    Percakapan diri sendiri adalah suatu obyek yang penting dan, seperti semua object sosial, digambarkan melalui interaksi sosial dengan yang lain.

  2. Teori konvergensi Simbolis
    Teori menggambarkan dari kenyataan sesorang berpedoman kepada kisah-kisah yang mencerminkan bagaimana hal tersebut dipercaya semestinya. Kisah-kisah ini diciptakan di dalam interaksi simbolik di dalam kelompok-kelompok kecil, Tema-tema khayalan, dan bahkan visi-visi retoris lebih besar, terdiri atas karakter-karakter, garis alur cerita, [peristiwa; pemandangan], dan agen persetujuan. Karakter-karakter itu didapat pada para pahlawan, penjahat-penjahat, dan pemain-pemain pendukung lain. Alur cerita Iine adalah tindakan atau pengembangan dari kisah. peristiwa; pemandangan] itu adalah pengaturan, termasuk lokasi, kekayaan, dan sociocultural lingkungan pergaulan. Akhirnya, agen persetujuan adalah suatu sumber bahwa mengesahkan kisah.

  3. Analisa Percakapan
    Hal ini menjadi bagian dari suatu cabang dari sosiologi (disebut etnomethodology). Adalah studi yang terperinci bagaimana orang-orang mengorganisir kehidupan mereka yang sehari-hari. Itu melibatkan suatu metode yang sangat jelas tentang cara seseorang dalam bekerja sama untuk menciptakan organisasi sosial. Analisa percakapan mempunyai kaitan dengan bermacam issue. Pertama-tama, itu berhubungan dengan apa yang para pembicara perlukan untuk membuat suatu percakapan, yakni mengetahui ketentuan-ketentuan tentang suatu percakapan tersebut. Analisa percakapan adalah juga terkait dengan pelanggaran-pelanggaran aturan dan orang-orang dalam tata cara mencegah dan memperbaiki error di dalam pembicaraan.

  4. Teori Negosiasi Muka
    Yang dikembangkan oleh Stella Tmg – Toomey dan para rekan kerja nya, teori negosiasi muka menyediakan suatu dasar untuk meramalkan bagaimana orang-orang akan memenuhi syarat atau masuk kedalam kultur-kultur yang berbeda .

Tulislah 20 pertanyaan yang menjawab pertanyaan, “Siapa saya?” Lihat kembali catatan Anda dan perhatikan ragam deskripsi yang Anda tulis. Jika anda menulis kata-kata atau frase, seperti “artistik,” “pemalu,” “siswa yang baik,” “menyukai kuda,” dan “baik kepada orang lain,” Anda sedang memikirkan tentang diri Anda dalam hal kualitas, sifat, atau perbedaan individu yang semuanya merupakan kondisi sosiopsikologis.

Di lain pihak, jika Anda menuliskan sesuatu, seperti “ayah,” “Katolik,” “siswa,” dan “ tinggal di Missoula,” Anda mendefinisikan diri Anda dalam hal identitas Anda sebagai anggota sebuah kelompok, tempat Anda yang di dalamnya terdapat komunitas yang lebih besar, peran Anda terhadap orang lain, atau hubungan Anda. Ide identitas yang kedua ini merupakan tradisi sosiokultural.

Pendekatan sosiokultural terhadap teori komunikasi menunjukkan cara pemahaman kita terhadap makna, norma, peran, dan peraturan yang dijalankan secara interaktif dalam komunikasi. Teori-teori tersebut mengeksplorasi dunia interaksi yang dihuni oleh manusia, menjelaskan bahwa realitas bukanlah seperangkat susunan di luar kita, tetapi dibentuk melalui proses interaksi di dalam kelompok, komunitas, dan budaya.

Gagasan Utama dari Tradisi Sosiokultural

Tradisi ini memfokuskan diri pada bentuk-bentuk interaksi antarmanusia daripada karakteristik individu atau model mental. Interaksi merupakan proses dan tempat makna, peran, peraturan, serta nilai budaya yan dijalankan. Meskipun individu memproses informasi secara kognitif, tradisi ini kurang tertarik pada komunikasi tingkat individu. Malahan, para peneliti dalam tradisi ini ingin memahami cara-cara yang di dalamnya manusia bersama-sama menciptakan realitas kelompok sosial mereka, organisasi, dan budaya. Tentu saja, kategori yang digunakan individu dalam memproses informasi diciptakan secara sosial dalam komunikasi, berdasarkan pada tradisi sosiokultural.

Ada skeptisme baik dalam perkembangan tentang penemuan metode-metode penelitian. Malahan, para peneliti sosiokultural cenderung menganut ide bahwa realitas itu dibentuk oleh bahasa, sehingga apa pun yang “ditemukan” harus benar-benar dipengaruhi oleh bentuk-bentuk interaksi prosedur penelitian itu sendiri. Oleh karena itu, dalam pendekatan sosiokultural, pengetahuan benar-benar dapat diinterpretasi dan dibentuk.

Teori-teori tersebut cenderung berhubungan dengan bagaimana makna diciptakan dalam interaksi dalam situasi nyata. Para peneliti dalam tradisi ini selalu tertarik dengan apa yang dibuat oleh bentuk-bentuk interaksi tersebut.

Banyak teori teori sosiokultural juga memfokuskan pada bagaimana identitas-identitas dibangun melalui interaksi dalam kelompok sosial dan budaya. Identitas menjadi dorongan bagi diri kita sebagai individu dalam peranan sosial, sebagai anggota komunitas, dan sebagai makhluk berbudaya. Para ahli sosiokultural memfokuskan diri pada bagaimana identitas dinegosiasikan diri pada bagaimana identitas dinegosiasikan dari satu situasi ke situasi lainnya.

Budaya juga dilihat sebagai bagian penting atas apa yang dibuat dalam interaksi sosial. Pada gilirannya, budaya membentuk konteks bagi tindakan dan interpretasi. Komunikasi merupakan sesuatu yang terjadi di antara manusia, sehingga komunitas dianggap sangat penting dalam banyak teori tersebut.

Konteks secara eksplisit diidentifikasi dalam tradisi ini karena penting bagi bentuk-bentuk komunikasi dan makna yang ada. Simbol-simbol yang penting dalam interaksi apa pun dianggap memiliki makna yang berbeda ketika pelaku komunikasi berpindah dari satu situasi ke situasi lainnya. Simbol dan makna yang penting bagi kelompok sosial serta budaya tertentu sangat menarik bagi para peneliti sosiokultural.

Karena pentingnya budaya dan konteks inilah, karya sosiokultural biasanya holistic, meskipun tidak selalu. Para peneliti dalam tradisi ini dapat memfokuskan diri pada aspek kecil keseluruhan situasi dalam kajian tertentu, tetapi mereka sangat menyadari pentingnya keseluruhan situasi atas apa yang terjadi pada interaksi dalam level mikro.

image

Keragaman dalam Tradisi Sosiokultural

Layaknya semua tradisi, sosiokultural memiliki beragam sudut pandang yang berpengaruh: paham interaksi simbolis (symbolic interactionism), konstruksionisme (constructionism), sosiolinguistik, filosofi bahasa, etnografi, dan etnometodologi.

Berdasarkan ide bahwa struktur sosial dan makna diciptakan serta dipelihara dalam interaksi sosial, paham interaksi simbolis sangat berpengaruh dalam tradisi. Paham interaksi simbolis berasal dari kajian sosiologi melalui penelitian Herbert Blumer dan George Herbert Mead yang menekankan pentingnya observasi partisipan dalam kajian komunikasi sebagai cara dalam mengeksplorasi hubungan-hubungan sosial. Ide pokok dari paham interaksi simboli telah diadopsi dan dielaborasi oleh banyak pakar sosial serta saat ini dimasukkan ke dalam kajian kelompok, emosi, diri, politik, dan struktur sosial.

Sudut pandang kedua yang sangat berpengaruh pada pendekatan sosiokultural adalah paham konstruktivisme sosial (social constructionism). Setelah hasil penelitian Peter Berger dan Thomas Luckmann, paham ini biasanya dikenal dengan istilah the social construction of reality, sudut pandang ini telah melakukan penyelidikan tentang bagaimana pengetahuan manusia dibentuk melalui interaksi sosial. Identitas benda dihasilkan dari bagaimana kita berbicara tentang objek, bahasa yang digunakan untuk menangkap konsep kita, dan cara-cara kelompok sosial menyesuaikan diri pada pengalaman umum mereka. Oleh karena itu, alam dirasa kurang penting disbanding bahasa yang digunakan untuk memberi nama, membahas, dan mendekati dunia.

Pengaruh ketiga dalam tradisi sosiokultural teori komunikasi adalah sosiolinguistik atau kajian bahasa dan budaya. Hal yang penting dalam tradisi ini adalah bahwa manusia menggunakan bahasa secara berbeda dalam kelompok budaya dan kelompok sosial yang berbeda. Bukan hanya media netral untuk menghubungkan manusia, bahasa juga masuk ke dalam bentuk yang menemukan jati diri kita sebagai makhluk sosial dan berbudaya.

Hal yang sangat erat kaitannya dengan sosiolinguistik adalah karya dari philosophy of language (filosofi bahasa), yang utamanya berupa “filosofi bahasa biasa.” Ludwig Wittgenstein, filsuf asal Australia yang mencetus sudut pandang ini, menyarankan bahwa makna bahasa bergantung pada penggunaan nyatanya. Bahasa, seperti yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, merupakan permainan bahasa karena manusia mengikuti aturan-aturan dalam mengerjakan sesuatu belalui bahasa.

Ketika Anda memberikan dan menaati perintah, bertanya dan menjawab pertanyaan, serta menjelaskan kejadian, Anda terikat oleh permainan bahasa memiliki seperangkat aturan yang berbeda. Y.L. Austin menunjuk pada penggunaan bahasa praktis sebagai speech act. Ketika anda berbicara, Anda sebetulnya menampilkan tindakan. Tindakan bias jadi menetapkan, bertanya, memerintah, berjanji, atau sejumlah kemungkinan-kemungkinan lain.

Sudut pandang lain yang berpengaruh dalam pendekatan sosiokultural adalah etnografi atau observasi tentang bagaimana kelompok sosial membangun makna melalui perilaku linguistic dan nonlinguistic mereka. Etnografi melihat bentuk- bentuk komunikasi yang digunakan dalam kelompok sosial tertentu, kata-kata yang mereka gunakan, dan apa makna bagi mereka, sebagaimana makna-makna bagi keragaman perilaku, visual, dan respons audio.

Akhirnya tradisi sosiokultural telah dipengaruhi oleh etnometodologi (ethnomethodology) atau observasi yang cermat akan perilaku-perilaku kecil dalam situasi-situasi nyata. Etnometodelogi terutama dihubungkan dengan ahli sosiologi Harold Garfinkel, pendekatan ini melihat bagaimana kita mengelola atau menghubungkan perilaku dalam interaksi sosial pada waktu tertentu. Dalam komunikasi, etnometodelogi telah memengaruhi dalam bagaimana kita melihat percakapan, termasuk cara-cara partisipan mengelola alur percakapan dengan bahasa dan perilaku nonverbal.

Tradisi-tradisi berikut tradisi kritik mengikuti banyak kecenderungan dan asumsi sosiokultural, tetapi tradisi ini menambah dimensi penting yang merubah tradisi deskriktif ke tradisi kritik.