Theory of reasoned action (TRA) dicetuskan oleh Martin Fishbein dan Icek Ajzen tahun 1975 yang berasal dari penelitian terdahulu yang dikenal sebagai theory of attitude, dimana pada teori tersebut digunakan sebagai rujukan untuk studi tentang sikap dan perilaku.
Theory of Reasond Action (TRA) adalah teori yang berhubungan dengan sikap dan perilaku individu dalam melaksanakan kegiatan.
Sebagai contoh, seseorang akan mengeluarkan donor dengan alasan akan menghasilkan manfaat bagi dirinya dan lingkungannya.
Menurut Hale, Householder dan Green yang dikutip di wikipedia.com mengatakan bahwa TRA timbul karena kegagalan riset tradisional tentang sikap dan perilaku, kebanyakan dari mereka menemukan kelemahan hubungan antara penilaian sikap dan perilaku volitional (kemauan sendiri).
TRA menyajikan suatu kerangka untuk penekanan pada proses kognitif serta menganggap bahwa manusia adalah makhluk dengan potensi daya nalar dalam memutuskan perilaku apa yang akan diambilnya, yang secara sistematis memanfaatkan informasi yang tersedia disekitarnya.
Teori ini mengasumsikan bahwa manusia adalah mahluk yang mampu bertindak atas kemauan diri sendiri dan merencanakan apa yang akan mereka perbuat.
Theory of Reasond Action (TRA) adalah sebuah teori yang menyatakan bahwa keputusan untuk melakukan tingkah laku tertentu adalah hasil dari sebuah proses rasional dimana pilihan tingkah laku dipertimbangkan, konsekuensi dan hasil dari setiap tingkah laku dievaluasi dan sebuah keputusan sudah dibuat, apakah akan bertingkah laku tertentu atau tidak Kemudian keputusan ini direfleksikan dalam tujuan tingkah laku, yang sangat berpengaruh terhadap tingkah laku yang tampil (Baron & Byrne).
Attitudes
Ketika pertama kali Fishbein dan Ajzen (1975) mengkosepkan tentang attitudes, sebagian besar peneliti berpendapat bahwa attitudes reflected the rational aspects or human nature (clore, 2001) dan bahwa emosi adalah tidak begitu diperhitungkan dan seharusnya di kontrol secara rasional dan kemampuan kognitif.
Hal ini dalam kontek Fishbein dan Ajzen menyarankan bahwa attitudes mempunyai dua komponen :
- Respon penilaian tentang keyakinan akan sikap, dan
- Respon penilaian tentang kemungkinan yang diakibatkan jika attitude dilakukan.
Attitudes toward a behavior adalah evaluasi positif atau negatif dari tingkah laku yang ditampilkan (apakah seorang berpikir tindakan itu akan menimbulkan konsekuensi positif atau negatif).
Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak. Semakin kuat sikap seseorang, semakin kuat pula dampaknya pada tingkah laku (Petkova,Ajzen & Driver, 1996; Baron & Bryne, 2004).
Kata kekuatan melibatkan beberapa faktor :
- Keekstreman atau intensitas dari sebuah sikap (seberapa kuat reaksi emosional yang berhasil dibangkitkan oleh objek sikap tertentu),
- Kepentingan (sejauh mana individu peduli dan secara pribadi dipengaruhi oleh sikap tersebut), pengetahuan (sejauh mana individu mengetahui tentang obyek sikap tersebut),
- Kemudahan diakses (semudah apa sikap tersebut diterima oleh akal sehat dalam berbagai situasi, Pety & Krosnick, 1995).
Attitudes menurut Robert A Baron dan Bonn Byrne mempunyai beberapa fungsi yaitu :
- Sebagai skema atau kerangka kerja mental yang membantu kita menginterpretasi dan memproses berbagai jenis informasi. Penelitian menindikasikan bahwa seseorang memandang informasi yang mendukung sikap kita sebagai informasi yang lebih akurat dan meyankinkan daripada infomasi yang bertolak belakang dengan sikap tersebut walaupun kita tidak ingat informasi yang mendukung pandangan kita (Munro & Ditto, 1997; Baron & Byrne, 2003).
- Sebagai fungsi pengetahuan (knowledge function). Contohnya jika memiliki pandangan politik yang liberal merupakan suatu hal yang penting bagi identitas diri, maka penting bagi seserorang untuk bersikap pro terhadap lingkungan.
Dalam penelitian oleh PIRAC disebutkan bahwa pemahaman teologis yang sempit dan kurang tepat mempengaruhi ketidakoptimalan individu dalam bersikap untuk berfilantropi (Abidin & Kurniawati; 2008).
Subjective Norms
Subjective Norms adalah suatu pengukuran dari persepsi individu terhadap reaksi sosial atas perilaku. Persepsi orang apakah orang lain akan menyetujui atau menolak tingkah laku tersebut.
Subjective norms terdiri dari dua komponen, yaitu normative belief dan motivation to comply (Ajzen, 1989).
Normative belief adalah pemahaman tentang sesuatu yang signifikan, “preferences about whether one should or should not engage in the behavior” (Corner & Artmitage, 1998).
Persepsi tentang penilaian orang lain dipengaruhi oleh suatu motivasi untuk mengikuti yang dipengaruhi oleh penilaian tersebut. Penelitian tentang tindakan kepatuhan, menunjukan bahwa teman sejawat mempunyai pengaruh penting untuk memprediksi perilaku (McGraw,1992 : Mustikasari,2006).
Attitudes dan subjective norms adalah dua pemikiran tentang penggunaan pengaruh atau tidak ketika seseorang meniatkan suatu kegiatan atau tindakan. Secara umum riset telah menunjukkan bahwa attitudes adalah prediksi yang lebih baik untuk membuat niatan suatu tindakan, daripada subjective norms (Ajzen, 2001)
Behavioral Intention
Dalam teori TRA, behavioral intention adalah antiseden yang perlu dalam aksi dan hasil dari evaluasi seseorang tentang attitudes dan subjective norms. Jadi, dianggap bahwa perilaku orang dalam bersikap konsisten dengan evaluasi dari attitudes dan subjective norms.
Secara umum, semakin kuat attitudes dan subjective norms terhadap perilaku, semakin tinggi seseorang mewujudkan keinginan malakukan suatu tidakan. (Ajzen, 1989).
Keterbatasan dari TRA adalah bahwa teori ini tidak dapat mengukur behavior yang tidak seluruhnya dalam keinginan yang terkendali. Seseorang mungkin berharap untuk bertindak tetapi tidak mempunyai sumber, motivasi ataupun kesempatan untuk melakukan hal tersebut.