Apa yang dimaksud dengan Teori Purchasing Power Parity?

Teori Purchasing Power Parity

Apa yang dimaksud dengan Teori Purchasing Power Parity?

3 Likes

Teori Purchasing Power Parity (Hubungan antara Nilai Tukar danHarga)


Secara konseptual, teori ini menjelaskan bahwa harga suatu barang di perekonomian yang menganut perekonomian terbuka (open economy) akan sama dengan harga di negara lain setelah dikonversikan melalui suatu nilai tukar. Menurut Pilbeam (2006), terdapat dua bentuk pendekatan teori PPP yaitu PPP absolut dan PPP relatif. Dalam PPP absolut dinyatakan bahwa nilai tukar ditentukan dengan membandingkan harga sekelompok barang di suatu negara dengan harga sekelompok barang yang identik di negara lain. Secara matematis, rumusan PPP absolut adalah:

S = P / P*

dimana:
S = nilai tukar yang ditentukan dalam mata uang domestik dibandingkan terhadap mata uang negara lain;
P = harga sekelompok barang dalam mata uang domestik
P* = harga sekelompok barang di negara lain dalam mata uang asing

Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa kenaikan harga di pasar domestik relatif terhadap harga luar negeri akan mengakibatkan terjadinya depresiasi mata uang domestik. Sebagai ilustrasi, harga sekelompok barang di Indonesia adalah Rp10.000, sementara barang yang sama di AS berharga USD1. Dengan demikian, nilai tukar yang terjadi adalah Rp10.000/USD1 = Rp10.000/USD1. Selanjutnya jika harga produk di Indonesia naik menjadi Rp20.000 sementara harga produk di AS tetap, maka nilai tukar menjadi Rp20.000/USD1 = Rp20.000/USD. Perubahan nilai tukar tersebut menunjukkan bahwa rupiah mengalami depresiasi.

Dengan mengacu pada hukum the law of one price, pada teori PPP diasumsikan bahwa dalam transaksi perdagangan tidak terdapat biaya transportasi, tarif dan hambatan lainnya untuk melakukan perdagangan internasional. Namun demikian, pada prakteknya aspek tersebut sulit dihindari sehingga teori PPP relatif lebih tepat digunakan untuk menjelaskan teori nilai tukar dibandingkan dengan teori PPP absolut. Pada teori PPP relatif, Pilbeam (2006) mengemukakan bahwa nilai tukar juga ditentukan oleh perbedaan tingkat inflasi yang terjadi antara dua negara yang bertransaksi. Secara matematis, rumusan PPP relatif adalah:

ΔS = ΔP – %ΔP*

dimana:
% ΔS = persentase perubahan nilai tukar
%ΔP = persentase perubahan inflasi domestik
%ΔP* = persentase perubahan inflasi negara asing (mitra dagang)

Dengan pendekatan PPP relatif maka apabila tingkat inflasi di Indonesia naik 10%, sementara inflasi AS naik 4%, maka nilai tukar Rupiah per Dolar akan terdepresiasi sebesar 6%. Sebagai contoh, jika pada PPP absolut diketahui bahwa nilai tukar adalah Rp13.000/USD, maka mungkin saja nilai tukar sesungguhnya berada pada level Rp12.500/USD jika memperhitungkan tingkat inflasi. Kemudian, dengan terjadinya perubahan inflasi maka nilai tukar Rupiah dapat terdepresiasi sebesar 6% menjadi Rp13.250/USD.

Teori PPP lebih tepat digunakan untuk menentukan nilai tukar dalam jangka panjang. Hal tersebut disebabkan adanya kesimpulan dari teori PPP bahwa kurs ditentukan oleh perubahan tingkat harga yang bergantung pada asumsi bahwa semua barang adalah sama di kedua negara serta biaya transportasi dan perdagangan sangat rendah. Disamping itu PPP juga mengesampingkan realita bahwa terdapat barang-barang yang tidak dapat diperdagangkan antar negara karena sifatnya yang non tradable, seperti rumah, tanah, jasa pendidikan dan lainlain.

Teori ini diperkenalkan oleh ekonom Swedia, Gustav Cassel, pada tahun 1918. “Paritas daya beli ( Purchasing Power Parity) merupakan suatu teori keuangan internasional
yang terkenal dan kontroversial. Teori ini berupaya untuk melihat hubungan antara inflasi dan nilai tukar secara kuantitatif” (Madura, 2006). Teori paritas daya beli ini pada dasarnya adalah sebuah cara untuk meramalkan kurs keseimbangan, jika suatu negara mengalami suatu ketidakseimbangan neraca pembayaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Ball, McCulloc, Frantz, et al. (2004) yaitu teori paritas daya beli adalah teori yang menyatakan bahwa nilai tukar antar mata uang dari dua negara akan berada dalam keseimbangan apabila harga sekelompok barang dan jasa di kedua negara sama.

Teori paritas daya beli menyatakan bahwa nilai tukar akan menyesuaikan diri dari waktu ke waktu untuk mencerminkan selisih inflasi antar dua negara sehingga daya beli konsumen untuk membeli produk-produk domestik akan sama dengan daya beli konsumen untuk membeli produk- produk asing (Madura, 2006). Artinya, nilai tukar suatu mata uang akan berubah sebagai reaksi terhadap perbedaan inflasi antar dua negara dan daya beli konsumen ketika membeli produk domestik akan sama dengan daya beli pada saat melakukan impor dari negara lain. Paritas daya beli menunjukkan secara langsung bahwa perubahan nilai tukar mata uang berhubungan dengan perbedaan-perbedaan inflasi yang berlaku dari satu negara ke negara lain. Teori ini juga dapat menunjukkan terjadinya konflik antara stabilisasi harga dalam negeri dengan stabilisasi nilai tukar. Madura (2006) mengungkapkan bahwa pada teori paritas daya beli, nilai tukar tidak bersifat tetap tetapi akan berubah untuk mempertahankan paritas daya beli.

  1. Paritas Daya Beli Absolut
    Salvatore (2011) mengungkapkan bahwa teori paritas daya beli versi absolut merupakan titik ekuilibrium dari nilai tukar antar dua negara dan rasio tingkat harga dari kedua negara yang bersangkutan. Menurut Amalia (2007) teori paritas daya beli versi absolut pada dasarnya adalah perbandingan nilai satu mata uang terhadap mata uang lain yang ditentukan oleh tingkat harga pada masing- masing negara. Paritas daya beli absolut memiliki asumsi bahwa tanpa adanya hambatan internasional, harga dari sejumlah produk yang sama pada dua negara yang berbeda seharusnya setara jika diukur dalam mata uang yang sama. Biaya transportasi, bea masuk dan kuota perdagangan menyebabkan bentuk absolut dari paritas daya beli ini tidak akan terjadi. Paritas daya beli bentuk absolut ini menunjukan nilai tukar yang dihitung dari perbandingan tingkat harga domestik dengan tingkat harga di luar negeri. Hubungan ekuilibrium yang diterapkan dalam paritas daya beli versi absolut mengasumsikan arbitrase komoditas sempurna antara dua negara yang ditunjukkan oleh persamaan berikut.
    image
    Sumber: Eiteman, Stonehill, dan Moffet (2010)
    Dimana :
    S = Nilai tukar
    P = tingkat harga domestik
    P* = tingkat harga asing

  2. Paritas Daya Beli Relatif
    Paritas daya beli bentuk relatif mempertimbangkan bahwa dengan adanya ketidaksempurnaan pasar, seperti adanya bea masuk, biaya transportasi, dan kuota yang berbeda di berbagai negara, harga sejumlah produk pada negara yang berbeda tidak selalu sama jika diukur dalam mata uang yang sama. Salvatore (2011) mengungkapkan bahwa :
    “ Relative purchasing power parity postulates that the change in the exchange rate over a period time should be proportional to the relative change in the price levels in the two nations over the same period.”

    Eiteman, Stonehill, dan Moffet (2010) berpendapat bahwa paritas daya beli relatif tidak secara khusus membantu menentukan kurs saat ini, tetapi perubahan relatif harga-harga diantara kedua negara selama suatu periode menentukan perubahan nilai tukar selama periode itu. Amalia (2007) mengungkapkan bahwa pada paritas daya beli versi relatif, apabila terjadi perubahan harga di kedua negara, maka nilai tukar antar kedua negara tersebut juga harus mengalami perubahan juga. “Paritas daya beli versi relatif juga dapat megukur apakah mata uang tersebut overvalue atau undervalue” (Eiteman Stonehill, dan Moffet, 2010). Berikut ini adalah rumus paritas daya beli versi relatif.
    image
    Sumber: Madura (2006)
    Dimana:
    S = Nilai tukar
    phi = tingkat inflasi domestik
    phi*= tingkat inflasi asing

Referensi

Kartikaningtyas, Nisita et al… 2014. Pengujian Teori Paritas Daya Beli Nilai Tukar Empat Mata Uang Utama Terhadap Rupiah Indonesia (Studi Pada Bank Indonesia Periode 2003.I – 2013.Ii ). Jurnal administrasi bisnis (Jab) . Vol. 10 (1) : 1-9.

Menurut Madura (2000), teori paritas daya beli berfokus pada hubungan inflasi dengan nilai tukar, bahwa nilai tukar akan menyesuaikan diri dari waktu ke waktu untuk mencerminkan selisih inflasi antara dua negara, akibatnya daya beli konsumen untuk membeli produk-produk domestik akan sama dengan daya beli mereka untuk membeli produk-produk luar negeri.

Artinya, nilai tukar suatu mata uang akan berubah sebagai reaksi terhadap perbedaan inflasi antar dua negara dan daya beli konsumen ketika membeli produk domestik akan sama dengan daya beli pada saat melakukan impor dari negara lain.

Perbedaan antara teori paritas daya beli dengan hukum satu harga terletak pada jumlah komoditas yang diukur, hukum satu harga berlaku hanya pada satu jenis barang/jasa saja, namun paritas daya beli berlaku pada sekeranjang barang dan jasa (basket of goods).

Teori paritas daya beli ini pada dasarnya adalah sebuah cara untuk meramalkan kurs keseimbangan jika suatu negara mengalami suatu ketidakseimbangan neraca pembayaran.

Teori paritas daya beli adalah teori yang menyatakan bahwa nilai tukar antar mata uang dari dua negara akan berada dalam keseimbangan apabila harga sekelompok barang dan jasa di kedua negara sama.

Gagasan dasar teori PPP lahir dari tulisan-tulisan para ekonom Inggris diabad ke 19, antara lain David Ricardo (penemu teori keuntungan komparatif). Gustav Cassel, seorang ekonom Swedia yang aktif di awal abad 20, mempopulerkan PPP dengan rnenjadikannya sebagai intisari dari suatu teori kurs. PPP rnenyatakan bahwa semua tingkat harga dari seluruh negara sama besarnya bila diukur dalam satuan mata uang yang sama. Penjelasan teori PPP ini erat kaitannya dengan dalil satu harga (Law of One Price), yang menyatakan bahwa dalam pasar kompetitif yang bebas dari biaya transportasi dan hambatan-hambatan resmi perdagangan (misalnya tarif), barang-barang yang identik (sama jenisnya) pasti dijual di berbagai negara dengan harga yang sama (apabila harganya dinyatakan dalam satuan mata uang yang sama). Dalil satu harga dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
image
Diumpamakan PiRp adalah harga rupiah barang i, bila dijual di Indonesia, dan Pi$ adalah harga dolar barang yang sama bila dijual di Amerika Serikat. Berdasarkan rumus di atas maka kurs Rp/$ merupakan nisbah hasil harga mata uang Indonesia dan uang Amerika atas barang i adalah:
image

Klasifikasi teori paritas daya beli

Teori PPP ini dapat dibedakan menjadi dua versi yaitu: absolut dan relatif.

  1. Versi absolut
    Untuk menyatakan PPP absolut, misalnya PiRp adalah harga rupiah dari serangkaian komoditi yang dijual di Indonesia dan Pi$ adalah harga dolar dari serangkaian komoditi yang dijual di Amerika. Maka PPP memprediksikan kurs Rp/$ senilai:
    image
    Sisi kiri persamaan itu melambangkan harga rupiah komoditi di lndonesia, sedangkan sisi kanan adalah harga dolar komoditi yang sama di Amerika (yaitu hasil kali perkalian antara harga dolar dari komoditi yang bersangkutan dan harga rupiah dari Amerika).

    Sisi kanan persamaan di atas mengukur daya beli setiap unit rupiah terhadap dolar maupun terhadap barang-barang yang dijual di Amerika. Dengan dernikian PPP absolut menyatakan bahwa pada kurs yang tengah berlaku daya beli domestik terhadap setiap mata uang selalu sama dengan daya beli mata uang negara lain.

  2. Versi Relatif
    PPP relatif menyatakan bahwa perubahan persentase dalam kurs antara dua mata uang selama periode tertentu sama dengan selisih antara persentase perubahan atas tingkat-tingkat harga berbagai negara. Dengan kalimat lain, PPP relatif menerangkan bahwa harga-harga dan kurs mengalami perubahan sedemikian rupa sehingga nisbah daya beli domestik dan luar negeri dari setiap negara tetap bertahan. Rumusan PPP relatif antara Indonesia dan Amerika dapat dinyatakan sebagai berikut:
    image
    πt menunjukkan tingkat inflasi (nilainya sama dengan perubahan persentase suatu tingkat harga dalam periode antara t dan (t- 1), secara simbolis dapat dirumuskan bahwa:
    image
    PPP relatif ini penting karena ia dapat diterapkan sementara PPP absolut tidak asalkan faktor-faktor penyebab deviasi PPP absolut dari waktu ke waktu cukup stabil, perubahan-perubahan persentase tingkattingkat harga relatif rnasih dapat memperkirakan perubahan persentase kurs. Selain itu, bentuk relatif teori paritas daya beli ini merupakan versi alternatif yang memperhitungkan kemungkinan ketidaksempurnaan pasar seperti biaya transportasi, tarif, dan kuota, sehingga produk yang sama di negara yang berbeda tidak perlu menjadi sama bila diukur dengan mata uang yang sama. Dengan dermikian, versi ini menyatakan bahwa tingkat perubahan dalam harga-harga produk seharusnya agak sama bila diukur dengan mata uang yang sama (Madura, 2000).

    Madura (2000) mengatakan bahwa:
    "Country with high inflation rates have depreciating currencies, and over the long run, the rate of depreciation of the exchange rate is approximately equal to the differential in national inflation rates.”

    Perubahan kurs valuta asing menurut versi relatif ini juga dapat diformulasikan sebagai berikut:
    image
    Dimana:
    Ef = persentase (%) perubahan kurs
    Ih = tingkat inflasi domestik
    If = tingkat inflasi luar negeri

    Sehingga dari persamaan di atas, jika tingkat inflasi domestik (Ih) lebih besar daripada tingkat inflasi luar negeri (If) maka Ef akan positif atau dengan kata lain kurs valuta asing meningkat (mata uang domestik mengalami depresiasi). Bila tingkat inflasi domestik (Ih) lebih kecil dari tingkat inflasi luar negeri (If) maka Ef akan negatif atau dengan kata lain kurs valuta asing menurun (mata uang domestik mengalami apresiasi). Perkiraan akan apresiasi mata uang luar negeri (dolar AS) terhadap mata uang domestik (rupiah Indonesia) dapat pula dipersingkat dengan cara menghitung selisih tingkat inflasi antara Indonesia dan Amerika dengan menggunakan rumus:
    Ef = Ih – If

Berdasarkan semua pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa menurut teori paritas daya beli, kurs antara dua mata uang akan berubah sebagai reaksi terhadap perbedaan inflasi antara dua negara. Akibatnya, daya beli mata uang tersebut akan sama. Kurs valuta asing akan cenderung bergerak menuju rasio daya beli antara dua mata uang dalam jangka panjang.

Menurut Lindert dan Kindleberger (1988), dalam jangka panjang dapat diperkirakan bahwa ada hubungan antara tingkat harga dan nilai tukar yang didukung oleh kenyataan bahwa barang-barang dan jasa dapat dibeli di suatu negara atau di negara lainnya sehingga hipotesis PPP lebih relevan jika diaplikasikan untuk mengamati pergerakan atau fluktuasi nliai tukar dalam jangka panjang daripada jangka pendek. Untuk menunjukkan terjadinya konflik antara stabilisasi harga dalam negeri dengan stabilisasi nilai tukar, PPP merupakan suatu temuan yang sangat berharga.

Referensi

Agustin, Grisvia. 2009. Analisis Paritas Daya Beli Pada Kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat Periode September 1997 – Desember 2007 dengan Menggunakan Metode Error Correction Model. Jurnal ekonomi studi pembangunan. Vol. 1 (1) : 28-38.