Apa yang dimaksud dengan teori perubahan sikap atau attitude change theory?

Teori perubahan sikap

Teori perubahan sikap memberikan penjelasan bagaimana sikap seseorang terbentuk dan bagaimana sikap itu dapat berubah melalui proses komunikasi dan bagaimana sikap itu dapat mempengaruhi tindakan atau tingkah laku seseorang.

Teori perubahan sikap ini antara lain menyatakan bahwa seseorang akan mengalami ketidaknyamanan di dalam dirinya (mental discomfort) bila ia dihadapkan pada informasi baru atau informasi yang bertentangan dengan keyakinannya.

Sikap dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti “perbuatan, perilaku, atau gerak”, sedangkan dalam kamus psikologi oleh Chaplin, diungkapkan bahwa “sikap” berarti “Satu predisposisi atau kecenderungan yang relative stabil dan berlangsung terus-menerus untuk bertingkah laku atau untuk bereaksi dengan satu cara tertentu terhadap pribadi lain, objek, lembaga, atau persoalan tertentu”.

Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi perubahan sikap yaitu peralihan atau pergeseran kecenderungan untuk bertingkah laku terhadap suatu objek karena adanya suatu perubahan dari lingkungannya.

Teori perubahan sikap memberikan penjelasan bagaimana sikap seseorang terbentuk dan bagaimana sikap itu dapat berubah melalui proses komunikasi dan bagaimana sikap itu dapat mempengaruhi sikap tindak atau tingkah laku seseorang. Teori perubahan sikap ini antara lain menyatakan bahwa seseorang akan mengalami ketidaknyamanan di dalam dirinya (mental discomfort) bila ia dihadapkan pada informasi baru atau informasi yang bertentangan dengan keyakinannya.

Keadaan tidak nyaman disebut dengan istilah disonansi, yang berasal dari kata dissonance, yang berarti ketidakcocokan atau ketidaksesuaian sehingga disebut juga dengan teori disonansi. Orang akan berupaya secara sadar atau tidak untuk membatasi atau mengurangi ketidaknyamanan ini melalui tiga proses selektif, yaitu penerimaan informasi selektif, ingatan selektif, dan persepsi selektif.

Pembentukan perilaku atau sikap sendiri menurut Bimo Walgito dapat melalui tiga cara yaitu:

  • Conditioning (pengkondisian)
    Cara pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan. Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan kondisioning atau kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, akhirnya akan terbentuk perilaku tersebut. Misal anak dibiasakan bangun pagi, atau menggosok gigi sebelum tidur, membiasakan diri untuk datang tidak terlambat di sekolah dan sebagainya. cara ini didasarkan atas teori belajar kondisioning baik yang dikemukakan oleh Pavlov maupun oleh Thorndike dan Skinner ( Iih. Hergenenhahn, 1976)

  • Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight)
    pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian atau insight. Misal datang kuliah jangan sampai terlambat, karena hal tersebut dapat mengganggu teman-teman yang lain. Bila naik motor harus pakai helm, karena helm tersebut untuk keamanan diri dan lain-lain. Cara ini berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan disertai adanya pengertian.

  • Pementukan perilaku menggunakan model
    Pembentukan perilaku dengan menggunakan model. Pembentukan perilaku masih dapat ditempuh dengan menggunakan model atau contoh. Kalau orang bicara bahwa orang tua sebagai contoh anak- anaknya, pemimpin sebagai panutan yang dipimpinnya, hal tersebut menunjukan pembentukan perilaku dengan menggunakan model. ini didasarkan atas teori belajar sosial (Social Learning Theory) atau observational learning theory yang dikemukakan oleh Bandura, (1977)

Sumber:

Walgito B. 2002. Psikologi Sosial “suatu pengantar” Yogyakarta:ANDI

Teori perubahan sikap adalah teori tentang sikap yang memberikan penjelasan bagaimana sikap seseorang terbentuk dan bagaimana sikap itu dapat berubah melalui proses komunikasi dan bagaimana sikap itu dapat mempengaruhi sikap tindak atau tingkah laku seseorang.

Teori perubahan sikap ini antara lain menyatakan bahwa seseorang akan mengalami ketidak nyamanan dalam dirinya ( mental discomfort ) bila ia dihadapkan pada informasi baru atau informasi yang bertentangan dengan keyakinanannya. keadaan tidak nyaman ini disebut dengan disonansi yang berasal dari kata dissonance yang berarti ketidakcocokan atau ketidaksesuaian, sehingga disebut juga teori disonansa ( dissonance theory ).

Perubahan sikap mempunyai esensi yang sama dengan pembentukan sikap. Artinya perubahan sikap juga merupakan pembentukan sikap. Namun karena sudah ada sikap sebelumnya, maka proses transisi kepada sikap yang baru, lebih baik menggunakan istilah perubahan sikap. Jadi, sebagaimana pada pembentukan sikap, pembelajaran ( learning ), pengalaman pribadi, sumber-sumber informasi yang lain, serta kepribadian, merupakan faktor-faktor yang dapat mengubah sikap.

Jenis-Jenis Teori Perubahan Sikap

Terdapat dua teori perubahan sikap, yaitu:

1. Cognitif Dissonance Theory

Ketidaksesuaian terjadi ketika konsumen memperoleh informasi penting tentang kepercayaan atas suatu produk yang bertentangan dengan kepercayaan sebelumnya.

2. Attribution Theory

Teori ini berusaha menjelaskan bagaimana seseorang merespons suatu kejadian dengan menggunakan tolok ukur perilaku yang mereka miliki secara relatif dibandingkan dengan perilaku orang lain.

Faktor-faktor Perubahan Sikap

1. Faktor Internal

Yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Misalnya orang yang sangat haus akan lebih memperhatikan perangsang dapat menghilangkan hausnya itu dari perangsang-perangsang lain.

2. Faktor Eksternal

Yaitu faktor yang terdapat diluar diri pribadi individu. Faktor ini merupakan interaksi sosial diluar kelompok. Misalnya interaksi antara manusia yang dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai padanya melalui alat-alat komunikasi seperti surat kabar,radio,televisi,majalah dan sebagainya.

3. Komunikator

Salah kesimpulan yang paling nyata dan dapat dipercaya adalah semakin baik penilaian seseorang terhadap komunikator, semakin mudah orang itu mengubah sikapnya.

4. Komunikasi

Semakin baik penilaian seseorang terhadap komunikasi yang senjang semakin besar kemungkinan seseorang itu akanmrngubah sikapnya.

5. Situasi

Situasi yang dihadapi seseorang akan mendorong seseorang untuk mengubah sikapnya.

6. Target

Karakteristik target dan pengalaman-pengalaman target mempengaruhi terhadap suatu pesan dan akan mempengaruhi pula pada suatu pesan.

Bentuk Perubahan Sikap

1. Perubahan sikap spontan

Memikirkan obyek sikap lebih mendalam cenderung akan membuat sikap menjadi lebih ekstrim. Menurut Tesser (1978),kita mereview dan mengkaji keyakinan kita dan tekanan konsistensi menyebabkan keyakinan kita cenderung menjadi konsisiten. Misalnya, jika kita meluangkan waktu lebih lama untuk memikirkan sahabat baik kita akan lebih menyukainya. Dan jika memikirkan musuh akan sebaliknya.

2. Persistensi perubahan sikap

Persistensi adalah apakah penerima komunikasi itu kemudian ingat pada petunjuk-petunjuk penting,seperti kredibilitas sumber komunikasi. Kelman dan Hovland (1953) memanipulasi kredibilitas sumber dan menemukan perbedaan pasca pengujian. Sumber dengan kredibilitas tinggi menimbulkan sikap yang lebih besar.

Tiga minggu sesudahnya,perbedaan kredibilitas menghilang. Pesan dari sumber berkredibilitas rendah ini dinamakan “sleeper effect”. Namun,perbedaan kredebilitas tersebut dapat dimunculkan kembali ketika seseorang ingat akan sumber pesan.

3. Pengubahan sikap yang langsung

Yaitu adanya hubungan langsung antara komunikator, yaitu yang ingin mengubah atau membentuk sikap dengan keunikan,yang menjadi sasaran yang ingin diubah atau dibentuk sikapnya.

Deskripsi Teori Sikap

Sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa. Hal ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Sikap mungkin dihasilkan dari perilaku tetapi sikap tidak sama dengan perilaku. Menurut Fishbein dalam Ali dan Asrori (2006:141) “Sikap adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespons secara konsisten terhadap suatu objek”. Menurut W.S Winkel dalam Octama (2013:27) “Sikap adalah kecenderungan penilaian terhadap objek yang berharga baik atau tidak berharga atau tidak baik”.

Menurut LaPierre dalam Ramli (2013:1) “Sikap sebagai suatu pola perilaku, tendesi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikandiri dalam situasi sosial atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan”. Menurut Secord dan Backman Ramli (2013:1) “Sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan, pemikiran, dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya”. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan predisposisi emosional atau perilaku untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan disekitarnya.

Menurut Aiken dalam Rahmadani (2009:11), “sikap sebagai predisposisi atau kecendrungan yang dipelajari dari seorang individu untuk merespon secara positif atau negative dengan intensitas yang moderat atau memadai terhadap objek, situasi, konsep atau orang lain. Menurut Berkowitz dalam Azwar (2005:5) menerangkan sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi dan faktor, kedua adalah reaksi/respon atau kecendrungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu.

Kemudian Thurstone dalam bimo walgito (2003:109) “sikap adalah suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubunganya dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang positif ialah afeksi senang. Sedangkan afeksi negatif adalah afeksi yang tidak menyenangkan. ” Sikap merupakan gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi dengan cara relatif tetap terhadap objek, baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa yang positif terutama kepada guru dan mata pelajaran yang di terima merupakan tanda yang baik bagi proses belajar siswa. Sebaliknya, sikap negatif yang di iringi dengan kebencian terhadap guru dan mata pelajaranya menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut, sehingga prestasi belajar yang di capai siswa akan kurang memuaskan.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap perasaan emosional dan respon atau reaksi untuk bereaksi. Respon positif (like) dan negatif (dislike).

Pembentukan dan Perubahan Sikap

Pembentukan sikap tidak terjadi dengan sendirinya atau dengan sembarangan. Tetapi pembentukannya senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia dan berkaitan dengan objek tertentu. Menurut Gerungan (2004:166) “ Interaksi sosial di dalam kelompok maupun di luar kelompok dapat mengubah sikap atau membentuk sikap yang baru”. Interaksi di luar kelompok adalah interaksi dengan hasil buah kebudayaan manusia yang sampai kepadanya melalui media komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, buku,dan risalah. Akan tetapi, pengaruh dari luar diri manusia karna interaksi di luar kelompoknya itu sendiri belum cukup untuk menyebabkan perubahan sikap atau terbentuknya sikap baru.

Secara lebih kompleks, menurut Bimo Walgito dalam Santosa (2013:2) “Pembentukan sikap yang ada dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal, berupa fisiologis dan psikologis, serta faktor eksternal yang bisa berupa situasi yang dihadapi individu, norma-norma yang ada dalam masyarakat, dan hambatan-hambatan atau pendorong-pendorong yang ada dalam masyarakat”.

Banyak pakar psikologi sosial juga meyakini bahwa sikap merupakan hasil dari proses belajar. Seorang anak dilahirkan tidak membawa kecenderungan sikap tertentu terhadap objek-objek yang ada di luar dirinya. Namun, menurut Baron dan Byrne dalam Rahman (2013:131) “ Temuan kontroversial menunjukkan fakta-fakta bahwa dua anak kembar identik ternyata memiliki kecenderungan sikap yang sama terhadap objekobjek tertentu”.

Sikap terbentuk selama perkembangan individu karena itu sikap dapat mengalami perubahan. Menurut Secord dan Backman dalam Walgito (2011:68) salah satu teori perubahan sikap adalah teori rosenberg yang di kenal dengan sebutan teori konsistensi kognitif-afektif dalam masalah sikap. Menurut teori ini, komponen afektif akan selalu berhubungan dengan komponen kognitif dan hubungan tersebut dalam keadaan konsisten. Selain itu, apabila komponen kognitifnya berubah maka komponen afektifnya juga akan berubah dan sikapnya akan berubah begitu juga sebaliknya. Namun demikian, teori ini menitikberatkan pada pengubahan afektif terlebih dahulu. Pengubahan sikap di samping pengubahan komponen akan lebih tepat juga dikaitkan dengan fungsi sikap, sehingga akan lebih jelas arah perubahan sikap yang dikaitkan dengan perilaku.

Menurut Rosenberg dalam Walgito (2011:68) “Pengertian kognitif dalam sikap tidak hanya mencakup pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan objek sikap, tetapi juga mencakup kepercayaan tentang hubungan antara objek sikap dengan sistem nilai yang ada dalam diri individu”. Di sisi lain, komponen afektif berhubungan dengan bagaimana perasaan yang timbul pada diri seseorang menyertai sikapnya bisa positif ataupun negatif terhadap objek sikap.

Referensi

http://digilib.unila.ac.id/6529/15/BAB%20II.pdf