Hubungan antarpribadi meru-pakan hal yang hidup dan dinamis. Hubungan ini selalu berkembang (DeVito, 2011). Untuk mengetahui bagaimana suatu hubungan antarpribadi berkembang atau sebaliknya, rusak, dapat dilakukan dengan mempelajari sebuah teori komunikasi yang disebut Teori Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory – SPT) dari Irwin Altman & Dalmas Taylor (1973).
SPT merupakan sebuah teori yang menggambarkan suatu pola pengembangan hubungan, yaitu sebuah proses yang Altman & Taylor identifikasi sebagai penetrasi sosial.
“Interpersonal closeness proceeds in a gradual and orderly fashion from superficial to intimate level of exchange, motivated by current and projected future outcomes. Lasting intimacy requires continual and mutual vulnerability through breadth and depth of self-disclosure” (Griffin, 2006).
Melalui pernyataan Griffin tersebut dapat diketahui bahwa kedekatan interpersonal merujuk pada sebuah proses ikatan hubungan dimana individu-individu yang terlibat bergerak dari komunikasi superfisial menuju ke komunikasi yang lebih intim. Lebih lanjut Griffin menyebutkan bahwa keintiman yang bertahan lama membutuhkan ketidakberdayaan yang terjadi secara berkesinambungan tetapi juga bermutu dengan cara melakukan pengungkapan diri yang luas dan dalam.
Keintiman disini, menurut Altman & Taylor, lebih dari sekedar keintiman secara bidang fisik; dimensi lain dari keintiman termasuk intelektual dan emosional, hingga pada batasan dimana kita melakukan aktivitas bersama (West & Turner, 2006).
Artinya, perilaku verbal (berupa katakata yang digunakan), perilaku non-verbal (dalam bentuk postur tubuh, ekspresi wajah, dan sebagainya), serta perilaku yang berorientasi pada lingkungan (seperti ruang antara komunikator, objek fisik yang ada di dalam lingkungan, dan sebagainya) termasuk ke dalam proses penetrasi sosial.
ASUMSI DASAR TEORI PENETRASI SOSIAL
Teori Penetrasi Sosial sudah diterima secara luas melalui oleh sejumlah ilmuan dalam disiplin ilmu komunikasi. Sebagian alasan dari daya tarik teori ini adalah pendekatannya yang langsung pada perkembangan hubungan.
West & Turner (2011) menyebutkan bahwa Teori Penetrasi Sosial dibangun di atas sejumlah asumsi berikut:
-
Hubungan-hubungan mengalami kemajuan dari tidak intim menjadi intim.
Hubungan komunikasi antara orang dimulai pada tahapan superfisial dan bergerak pada sebuah kontinu menuju tahapan yang lebih intim. Walaupun tidak semua hubungan terletak pada titik ekstrem, tidak intim maupun intim. Bahkan banyak dari hubungan kini terletak pada sutu titik di antara dua kutub tersenut. Sering kali, kita mungkin menginginkan kedekatan hubungan yang moderat.
Contohnya, kita mungkin ingin agar hubungan dengan rekan kerja kita cukup jauh sehingga kita tidak perlu mengetahui apa yang terjadi di rumahnya setiap malam atau berapa banyak uang yang ia miliki di bank. Akan tetapi, kita perlu untuk mengetahui cukup informasi personal untuk menilai apakah ia mampu menyelesaikan tanggung jawabnya dalam sebuah proyek tim.
-
Secara umum, perkembangan hubungan sistematis dan dapat diprediksi.
Secara khusus para teoretikus penetrasi sosial berpendapat bahwa hubunganhubungan berkembang secara sistematis dan dapat diprediksi. Beberapa orang mungkin memiliki kesulitan untuk menerima klaim ini. Hubungan – seperti proses komunikasi – bersifat dinamis dan terus berubah, tetapi bahkan sebuah hubungan yang dinamis mengikuti standar dan pola perkembangan yang dapat diterima.
Meskipun kita mungkin tidak mengetahui secara pasti mengenai arah dari sebuah hubungan atau dapat menduga secara pasti masa depannya, proses penetrasi sosial cukup teratur dan dapat diduga. Tentu saja, sejumlah peristiwa dan variabel lain (waktu, kepribadian, dan sebagainya) memengaruhi cara perkembangan hubungan dan apa yang kita prediksikan dalam proses tersebut.
Sebagaimana disimpulkan oleh Altman & Taylor (1973),
“orang tampaknya memiliki mekanisme penyesuaian yang sensitif yang membuat mereka mampu untuk memprogram secara hati-hati hubungan interpersonal mereka”.
-
Perkembangan hubungan mencakup depenetrasi (penarikan diri) dan disolusi.
Mulanya, kedua hal ini mungkin terdengar aneh. Sejauh ini kita telah membahas titik temu dari sebuah hubungan. Akan tetapi hubungan dapat menjadi berantakan, atau menarik diri (depenetrate) dan kemunduran ini dapat menyebabkan terjadinya disolusi hubungan.
Berbicara mengenai penarikan diri dan disolusi, Altman & Taylor menyatakan kemiripan proses ini dengan sebuah film yang diputar mundur. Sebagaimana komunikasi memungkinkan sebuah hubungan untuk bergerak maju menuju tahap keintiman, komunikasi dapat menggerakkan hubungan untuk mundur menuju tahap ketidakintiman.
Jika komunikasi penuh dengan konflik, contohnya, dan konflik ini terus berlanjut menjadi desktruktif dan tidak bisa diselesaikan, hubungan itu mungkin akan mengambil langkah mundur dan menjadi lebih jauh. Para teoretikus penetrasi sosial berpikir bahwa penarikan diri, seperti proses penetrasi, seringkali sistematis. Jika sebuah hubungan mengalami depenetrasi, hal ini tidak berarti bahwa hubungan tersebut akan secara otomatis hilang atau berakhir.
Sering kali, suatu hubungan akan mengalami transgresi (transgression), atau pelanggaran aturan, pelaksanaan, dan harapan dalam berhubungan. Transgresi ini mungkin tampak tidak dapat terselesaikan dan sering kali memang demikian.
-
Self-disclosure (pengungkapan diri) adalah inti dari perkembangan hubungan.
Self-disclosure secara umum didefinisikan sebagai suatu proses pembukaan informasi mengenai diri sendiri kepada orang lain yang memiliki tujuan. Biasanya, informasi yang ada di dalam self-disclosure adalah informasi yang signifikan.
Menurut Altman & Taylor (1973), hubungan yang tidak intim bergerak menuju hubungan yang intim karena adanya keterbukaan diri. Proses ini memungkinkan orang untuk saling mengenal dalam sebuah hubungan.
Selfdisclosure membantu membentuk hubungan masa kini dan masa depan antara dua orang, dan “membuat diri terbuka terbuka terhadap orang lain memberikan kepuasan yang intrinsik”.
Altman & Taylor (1973) percaya bahwa hubungan orang sangat bervariasi dalam penetrasi sosial mereka. Dari suami istri, antara supervisor-karyawan, pasangan main golf, dokter-pasien, hingga para teoritikus menyimpulkan bahwa hubungan “melibatkan tingkatan berbeda dari perubahan keintiman atau tingkat penetrasi sosial”.
Mereka juga menyatakan bahwa hubungan mengikuti suatu trayek (trajector), atau jalan setapak menuju kedekatan. Selanjutnya, mereka mengatakan bahwa hubungan bersifat teratur dan dapat diduga dalam perkembangannya. Karena hubungan adalah sesuatu yang penting dan “sudah ada di dalam hati kemanusiaan kita” (Rogers dan Escudero, 2004), para teoritikus SPT berusaha untuk menguraikan kompleksitas dan prekditabilitas yang terus menerus dari suatu hubungan.
ANALOGI BAWANG
Altman & Taylor menggunakan analogi bawang untuk menjelaskan proses SPT. Pada hakikatnya manusia memiliki beberapa layer atau lapisan kepribadian. Jika kita mengupas lapisan terluar dari sebuah bawang, maka kita akan menemukan lapisan yang lainnya. Begitu pula kepribadian manusia.
Pada analogi bawang ini, menurut West & Turner (2011) terdapat pembagian tingkat penetrasi sosial berdasarkan lapisan-lapisan yang ada di bawang tersebut.
-
Citra Publik (Public Image)
Lapisan terluar adalah citra publik (public image) seseorang yang dapat dilihat secara langsung. Seperti, data biografi (biographical data).
-
Resprositas (Reciprocity)
Lapisan kedua adalah resprositas (reciprocity), proses dimana keterbukaan orang lain akan mengarahkan seseorang untuk terbuka, yang merupakan komponen utama dalam SPT.
Contoh topik yang menimbulkan reprositas: selera (tastes), terdiri dari pilihan busana, makanan, dan musik (preferences in clothes, foods, and music), tujuan serta aspirasi (goal and aspirations) seperti pelajaran (studies).
-
Keluasan (Breadth)
Kemudian ada keluasan (breadth) yang merujuk kepada berbagai topik yang didiskusikan dalam suatu hubungan. Misalnya, keyakinan agama (religious convictions) termasuk cara pandang (worldview).
Waktu keluasan (breadth time) berhubungan dengan jumlah waktu yang dihabiskan oleh pasangan dalam berkomunikasi satu sama lainnya mengenai berbagai macam topik tersebut.
-
Kedalaman (Depth)
Selanjutnya ada lapisan kedalaman (depth) merujuk pada tingkat keintiman yang mengarahkan diskusi mengenai suatu topik, diantaranya ketakutan dan fantasi terdalam (deeply held fears and fantasies) yaitu kencan (dating) serta konsep diri (concept of self).
Pada tahap awal, hubungan dapat dikatakan mempunyai keluasan yang sempit dan kedalaman yang dangkal. Begitu hubungan bergerak menuju keintiman, kita dapat mengharapkan lebih luasnya topik yang didiskusikan dan beberapa topik juga mulai lebih mendalam.
Terkait dengan masalah keluasan (breadth) dan kedalaman (depth), menurut Morrisan (2010) terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan:
-
Pergantian atau perubahan yang terjadi pada lapisan dalam memberikan efek lebih besar dibandingkan perubahan yang terjadi pada lapisan luar. Karena gambaran publik terhadap diri individu, atau lapisan luar, menunjukkan hal-hal yang dapat dilihat orang lain secara langsung (superficial) maka jika terjadi perubahan pada lapisan luar, kita dapat berharap konsekuensi atau efek yang dihasilkannya minimal.
-
Semakin dalam hubungan yang terjadi maka semakin besar peluang seseorang untuk merasa tidak berdaya dan lemah (vulnerable).
Referensi
Tine Agustin Wulandari, Memahami pengembangan hubungan antarpribadi melalui teori penetrasi sosial, Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1.