Apa yang dimaksud dengan Teori Media Richness dalam Ilmu Komunikasi Massa?

Komunikasi

Komunikasi massa adalah proses dimana seorang atau sekelompok orang atau organisasi yang besar menyusun sebuah pesan dan mengirimkannya melalui beragam media kepada khalayak luas yang anonim dan heterogen. Kehadiran media komunikasi modern sebagai dampak makin berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi cenderung mengaburkan batasan antara komunikasi antar pribadi atau komunikasi interpersonal tradisional dan komunikasi massa.

Teori kesempurnaan media (Media Richness Theory (MRT)) adalah kerangka yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan media komunikasi untuk mereproduksi informasi. Teori ini diperkenalkan oleh Richard L. Daft dan Robert H. Lengel pada tahun 1986 sebagai perluasan dari Teori Pengolahan Informasi Sosial.

MRT digunakan untuk menentukan peringkat dan mengevaluasi kesempurnaan media komunikasi tertentu, seperti telepon, konferensi video, dan surat elektronik. Misalnya, telepon tidak dapat mereproduksi isyarat sosial yang visual seperti gerakan sehingga media ini kurang sempurna dibandingkan konferensi video yang memungkinkan transmisi gerak dan bahasa tubuh.

Berdasarkan teori kontingensi dan teori pemrosesan informasi, MRT menjelaskan bahwa media komunikasi personal yang lebih lengkap biasanya lebih efektif untuk mengkomunikasikan hal-hal yang lebih ambigu daripada media lain yang kurang lengkap.

Latar belakang

Teori kesempurnaan media diperkenalkan pada tahun 1986 oleh Richard L. Daft dan Robert H. Lengel. Mengacu pada pada teori pemrosesan informasi sebagai landasan teoritis, MRT pada awalnya dikembangkan untuk menggambarkan dan mengevaluasi media komunikasi yang digunakan dalam organisasi.

Dalam menyajikan teori kesempurnaan media, Daft dan Lengel berusaha untuk membantu organisasi mengatasi tantangan komunikasi, seperti pesan yang tidak jelas dan membingungkan, atau interpretasi pesan yang saling bertentangan.

Ahli komunikasi lainnya telah menguji teori ini untuk mengembangkannya, dan baru-baru ini teori kesempurnaan media telah diadaptasi dengan menambahkan media komunikasi baru seperti video dan konferensi online. Meskipun teori kesempurnaan media berkaitan dengan penggunaan media, bukannya pilihan media, studi empiris dari teori ini sering mempelajari media apa yang akan dipilih oleh seorang manajer untuk berkomunikasi, dan bukan efek dari penggunaan media tersebut.

Sejak diperkenalkan, teori kesempurnaan media telah diterapkan untuk konteks di luar komunikasi organisasi dan bisnis.

Teori

Kesempurnaan informasi didefinisikan oleh Daft dan Lengel sebagai "kemampuan informasi untuk mengubah pemahaman dalam interval waktu tertentu”

Teori kesempurnaan media menyatakan bahwa semua media memiliki kemampuan yang bervariasi untuk memungkinkan pengguna berkomunikasi dan mengubah pemahaman. Tingkat kemampuan ini dikenal sebagai ‘kesempurnaan’ media. MRT menempatkan semua media pada skala berkesinambungan berdasarkan kemampuan mereka untuk mengkomunikasikan pesan kompleks.

Media yang dapat mengatasi perbedaan kerangka acuan referensi dengan efisien dan mengklarifikasi isu-isu yang ambigu dianggap lebih sempurna dibandingkan media komunikasi yang membutuhkan waktu lebih lama untuk menyampaikan pemahaman.

Alasan utama dalam memilih media komunikasi untuk pesan tertentu adalah untuk mengurangi ketidakjelasan pesan ataupun penafsiran pesan yang salah. Jika pesan kurang tegas, maka pesannya akan menjadi ambigu dan sulit dimengerti oleh penerima pesan. Semakin tidak jelas sebuah pesan, semakin banyak isyarat dan data yang diperlukan untuk menafsirkannya dengan benar.

Misalnya, pesan sederhana yang dibuat untuk mengatur waktu dan tempat pertemuan dapat dikomunikasikan dalam email singkat, namun pesan terinci seperti tentang hasil kerja dan ekspektasi terhadap kinerja seseorang akan lebih baik dikomunikasikan melalui interaksi tatap muka.

Teori ini mencakup kerangka kerja dengan rentang ketidakjelasan dan ketidakpastian dari rendah ke tinggi. Ketidakjelasan dan ketidakpastian yang rendah menggambarkan situasi yang terdefinisi dengan baik, sedangkan ketidakjelasan dan ketidakpastian tinggi menggambarkan peristiwa ambigu yang membutuhkan klarifikasi oleh manajer. Daft dan Lengel juga menekankan bahwa kejelasan sebuah pesan dapat dikompromikan ketika terjadi komunikasi antar departemen, mengingat setiap departemen bisa jadi dilatih untuk memiliki keahlian yang berbeda atau norma komunikasi yang saling bertentangan satu sama lain.

Menentukan kesempurnaan media

Pada artikel mengenai teori kesempurnaan media yang ditulis pada tahun 1988, Daft dan Lengel menyebutkan,

"Semakin banyak pembelajaran yang dapat diperoleh melalui media, maka makin sempurnalah media tersebut.”

Kesempurnaan media adalah fungsi dari karakteristik-karakteristik berikut ini:

  • Kemampuan untuk menangani beberapa tanda-tanda informasi pada saat bersamaan
  • Kemampuan untuk memfasilitasi umpan balik yang cepat
  • Kemampuan untuk membangun fokus pribadi
  • Kemampuan untuk memanfaatkan bahasa alami

Memilih media yang tepat

Teori kesempurnaan media memprediksi bahwa manajer akan memilih mode komunikasi berdasarkan kejelasan sebuah pesan dengan kekayaan sebuah media. Dengan kata lain, saluran komunikasi akan dipilih berdasarkan tingkat komunikatifnya. Namun, seringkali faktor lain turut mempengaruhi, seperti sumber daya yang tersedia bagi komunikator.

Daft dan Lengel memprediksi bahwa manajer akan lebih berkonsentrasi pada efisiensi tugas (mencapai tujuan komunikasi seefisien mungkin) dan tidak mempertimbangkan faktor-faktor lain, seperti mengembangkan dan mempertahankan hubungan.

Peneliti-peneliti selanjutnya juga menunjukkan bahwa sikap terhadap sebuah media mungkin tidak dapat memprediksi kemungkinan penggunaannya, mengingat tidak semua orang menggunakan sebuah media berdasarkan pilihan pribadi. Jika norma dan sumber daya organisasi mendukung satu jenis media, akan sulit bagi seorang manajer untuk memilih bentuk media lain untuk mengkomunikasikan pesannya.

Kehadiran sosial mengacu pada sejauh mana sebuah media memungkinkan seorang komunikator merasakan kehadiran lawan bicara secara psikologis atau sejauh mana media dapat menunjukkan kehadiran partisipan komunikasi yang sebenarnya. Tugas yang melibatkan keterampilan interpersonal, seperti menyelesaikan perbedaan pendapat atau melakukan negosiasi, menuntut adanya kehadiran sosial yang tinggi; lain halnya dengan tugas pertukaran informasi rutin yang tidak begitu memerlukan kehadiran sosial.

Oleh karena itu, media tatap muka seperti pertemuan kelompok lebih tepat untuk tugas-tugas yang membutuhkan kehadiran sosial tinggi; sedangkan surat elektronik atau surat lebih sesuai untuk tugas-tugas yang membutuhkan kehadiran sosial rendah.

Model lain yang berhubungan dengan teori kesempurnaan media sebagai alternatif, khususnya dalam memilih media yang tepat, adalah model pengaruh sosial. Bagaimana kita memandang media, dalam hal ini untuk memutuskan skala kesempurnaan media, tergantung pada “persepsi karakteristik media yang diciptakan secara sosial,” yang mencerminkan kekuatan dan norma sosial dan konteksnya. Setiap organisasi memiliki tujuan dan misi yang berbeda. Dengan demikian, dengan budaya dan lingkungan organisasi yang berbeda, cara masing-masing organisasi memandang sebuah media juga tidak sama, begitupun cara tiap organisasi menggunakan dan mengukur kesempurnaan sebuah media.

Komunikator juga mempertimbangkan seberapa pribadi sifat sebuah pesan untuk menentukan media yang tepat untuk berkomunikasi. Secara umum, media yang lebih kaya dianggap lebih pribadi karena melibatkan isyarat verbal dan nonverbal, bahasa tubuh, nada suara, dan gerak tubuh yang menandakan reaksi seseorang terhadap sebuah pesan.

Media yang kaya dapat menciptakan hubungan yang lebih dekat antara seorang manajer dengan bawahan. Sentimen sebuah pesan juga dapat memiliki pengaruh terhadap media yang dipilih.

Manajer mungkin ingin menyampaikan pesan negatif secara langsung atau melalui media yang lebih kaya, meskipun pesan cukup jelas, untuk memfasilitasi hubungan yang lebih baik dengan bawahan. Di sisi lain, menyampaikan pesan negatif pada media yang kurang kaya akan menghindarkan komunikator dari rasa bersalah dan juga reaksi penerima pesan.

Dengan berubahnya model bisnis yang memungkinkan karyawan untuk bekerja di luar kantor, organisasi harus mempertimbangkan kembali jenis komunikasi tatap muka. Lebih lanjut, kekhawatiran terhadap saluran yang miskin harus disingkirkan. Dalam konteks saat ini, manajer harus memutuskan media mana yang sebaiknya digunakan melalui trial and error, misalnya perbandingan antara karyawan yang bekerja di kantor dengan yang bekerja di luar kantor. Bisnis saat ini dapat dilakukan pada skala global. Demi penghematan dan mengurangi waktu perjalanan, organisasi harus mengadopsi jenis media komunikasi baru agar tetap mengikuti perkembangan fungsi bisnis di zaman modern.

Konkurensi

Pada bulan April tahun 1993, Valacich et al. Menyarankan konkurensi dimasukkan sebagai karakteristik tambahan untuk menentukan kekayaan sebuah media. Mereka mendefinisikan konkurensi lingkungan untuk mewakili “kapasitas komunikasi lingkungan untuk mendukung episode komunikasi berbeda tanpa mengurangi episode lain yang mungkin terjadi secara bersamaan antara individu yang sama atau berbeda.” Lebih lanjut, mereka menjelaskan meskipun ide dari konkurensi ini bisa diterapkan pada media yang dijelaskan dalam teori Daft dan Lengel, media baru memberikan kesempatan lebih besar terhadap konkurensi dibandingkan sebelumnya.

Kritik


1. Lingkup teori

Teori kesempurnaan media telah dikritik oleh apa yang peneliti pandang sebagai sifat deterministiknya. Markus berpendapat bahwa tekanan sosial dapat mempengaruhi penggunaan media jauh lebih kuat daripada kekayaan, dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kunci MRT. Perlu ditekankan juga bahwa teori kesempurnaan media tidak boleh berasumsi bahwa pandangan terhadap media yang lebih kaya benar-benar berlawanan dengan penggunaan media yang lebih miskin .

Bahkan, pilihan media sangat kompleks sehingga meskipun sebuah media yang kaya dianggap sebagai media “terbaik” untuk mengkomunikasikan pesan, media yang lebih miskin tetap dapat digunakan. Selain itu, untuk beberapa tugas, pilihan jenis media yang digunakan tidak berpengaruh terhadap akurasi pesan yang disampaikan.

Dalam memilih media untuk transmisi pesan, seseorang juga akan mempertimbangkan nyaman atau tidaknya ia terhadap pilihan yang ada. Jika seorang individu tidak nyaman atau tidak terbiasa menggunakan sistem surat elektronik untuk mendistribusikan pesan, dan menganggap bahwa mempelajari cara mengirim surat elektronik lebih memakan waktu dan tidak efisien dari sekedar mengadakan pertemuan kelompok, ia dapat dapat memilih media yang lebih kaya dibandingkan media yang lebih efisien. Perilaku ini, meskipun irasional, tentu merupakan refleksi terhadap pengalaman yang sebelumnya telah didapatkan.

2. Keterbatasan budaya dan sosial

Ngwenyama dan Lee menunjukkan bahwa latar belakang budaya dan sosial mempengaruhi pilihan media dalam cara-cara yang tidak sesuai dengan prediksi teori kesempurnaan media; penelitian mereka menerima Paper of the Year Award pada jurnal MIS Quarterly. Ngwenyama dan Lee bukan satu-satunya peneliti yang mengkritik keterbatasan teori kesempurnaan media, terutama dalam hal karakteristik budaya dan individu. Penelitian oleh Ook Lee menunjukkan bahwa dalam lingkungan kerja virtual Konghucu di mana rasa hormat sangatlah penting, kemampuan saluran komunikasi untuk menyampaikan protokol budaya lebih penting daripada kekayaan sebuah saluran. Pada tahun 2009, studi Gerritsen menyimpulkan bahwa dalam konteks bisnis, budaya memainkan peran dalam menentukan pilihan media oleh penerima pesan, mungkin dalam batas budaya tertentu untuk menghindari ketidakpastian.

Selain itu, Dennis, Kinney, dan Hung menemukan bahwa dalam hal kinerja aktual tugas yang lebih ambigu, kekayaan media memiliki efek yang paling menonjol pada tim yang terdiri dari perempuan. Di sisi lain, “menghubungkan kekayaan media dengan tugas yang ambigu tidak mempengaruhi kualitas keputusan, waktu, konsensus, atau kepuasan komunikasi untuk tim yang terdiri dari laki-laki atau tim campuran.” Barkhi menemukan bahwa modus komunikasi dan gaya kognitif dapat memainkan peran dalam preferensi dan seleksi media, menunjukkan bahwa dalam situasi dengan pesan dan niat yang sama pun, pemilihan media “terbaik” dapat bervariasi dari orang ke orang.

3. Aplikasi media baru

Selain itu, karena teori kesempurnaan media dikembangkan sebelum meluasnya penggunaan internet, yang juga memperkenalkan media baru seperti surat elektronik, chat room, pesan instan, ponsel cerdas, dan lainnya; orang-orang juga telah mempertanyakan kemampuannya untuk memprediksi secara akurat media baru apa yang mungkin dipilih oleh pengguna. Beberapa penelitian yang meneliti pilihan media saat diberikan pilihan yang dianggap “media baru”, seperti voice mail dan email juga telah dilakukan. El-Shinnaway dan Markus mengeluarkan hipotesis bahwa, berdasarkan teori kesempurnaan media, seseorang akan memilih untuk mengkomunikasikan pesan melalui media yang lebih kaya seperti voicemail dibandingkan melalui email; tetapi menemukan bahwa bahkan ketika mengirim pesan yang lebih samar-samar, media yang lebih miskin seperti surat elektronik digunakan.Lebih lanjut, penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya media baru yang memiliki kemampuan lebih luas, pendekatan konsep dimensi tunggal dari teori kesempurnaan media untuk mengkategorikan media komunikasi yang berbeda tidak lagi cukup untuk menggambarkan semua dimensi jenis media yang bervariasi.

image

Tokoh yang merumuskan teori ini adalah dua orang yang ahli dalam organisasi yaitu Richard. L. Daft dan Robert. H. Lengel. Daft telah mengarang lebih dari 12 judul buku dan bukunya yang paling laris adalah Organization Theory and Design. Sedangkan Robert. H. Lengel adalah seorang konsultan organisasi yang telah menangani konsultasi tentang berbagai macam organisasi.

Media Richness Theory merupakan teori media yang paling awal dan paling mewakili contoh teori kapasitas media, yang menekankan bahwa pertemuan antar kerancuan tugas dan kesempurnaan suatu saluran komunikasi adalah kunci untuk para manajer untuk mencapai efektifitas komunikasi.

Asumsi Teori

Teori ini berasumsi bahwa jika tingkat kerancuan pesan dalam organisasi cukup tinggi, kita harus memilih jenis media komunikasi mana yang sesuai dengan hal tersebut. Teori kesempurnaan media menempatkan media pada suatu rangkaian berdasar pada “kesempurnaan” mereka.

Kesempurnaan digambarkan sebagai potensi media tersebut dalam menyampaikan informassi (Daft dan Lengel, 1984).

Sebagai contoh, percaakaapan face to face adalah media yang paling kaya. Pengirim menerima umpan balik dengan segera dan seberapa baik penerima dalam mendengar dan memahami pesan tersebut. Ketika bahasa tubuh, ekspresi wajah, atau isyarat lisan dari penerima menandakan adanya kebingungan atau merasa tidak tertarik dengan pembicaraan yang memperjelas pesan, atau meminta umpan balik pada si penerima.

Daft Dan Lengel menyajikan penggunaan empat ukuran-ukuran kedalam suatu hirarki kesempurnaan media, mengatur dari tinggi ke derajat tingkat kesempurnaan rendah, untuk menggambarkan kapasitas media mengetik untuk memproses komunikasi rancu di dalam organisasi.

Teori media richness menggunakan empat ukuran-ukuran untuk menggolongkan media organisatoris dalam kaitan dengan daya dukung informasi :

  1. The speed of feedback; (kecepatan menghantarkan umpan balik/umpan balik dapat didapatkan secara sekejap).
    Sebuah komunikasi dikatakan lengkap ketika feedback dapat segera diperoleh, adanya feedback mengindikasikan bahwa sebuah pesan diterima dengan baik. Feedback memastikan bahwa setiap kesalahan dalam transmisi dapat segera dikoreksi.

    Kecepatan atau kedekatan umpan balik dalam sebuah medium merujuk pada kemampuan medium tersebut untuk mengizinkan pengguna memberikan respon yang cepat pada saat komunikasi diterima. Medium yang digunakan seharusnya dapat mensupport komunikasi dua arah.

  2. The capacity to carry multiple cues, such as verbal and nonverbal cues; (kapasitas untuk menghantarkan berbagai bentuk simbol, baik simbol verbal dan non verbal).
    Terdapat beberapa cara bagi medium komunikasi informasi untuk dapat dicapai dan isyarat itu dapat berupa audio atau visual.

    Sebagai contoh, sebuah iklan kampanye stop merokok dapat dikomunikasikan dengan kombinasi dari beberapa isyarat. Background yang digunakan dapat berupa suasana yang kusam dan surat, visual yang digunakan dapat berupa seseorang yang menderita di bangsal rumah sakit dan suara yang digunakan dapat berupa suara yang merintih kesakitan.

  3. The ability to use natural language; (kemampuan (kualitas) pengunaan sealami bahasa aslinya).
    Variasi penggunaan bahasa disini adalah banyaknya makna yang dapat disampaikan melalui simbol bahasa yang digunakan semisal angka atau penggunaan bahasa asli. Angka mengindikasikan presisi sementara bahasa asli membantu membawa berbagao konsep dan ide.

    Sebuah medium dikatakan memiliki kekayaan yang lebih jika memiliki sejumlah besar kriteria. Merujuk hal ini, berarti media dapat diperingkat berdasarkan urutan menurun berdasarkan kekayaan mereka : tatap muka, sistem video, sistem audio dan sistem teks.

    Contohnya, ketika sebuah channel berita melakukan sebuah investigasi skandal suap, mereka akan mencari informan untuk mendapatkan informasi orang dalam. Jika korespondensi dilakukan melalui email, maka informan akan menolak untuk memberikan data karena merasa hal itu akan memberatkan dirinya, atau ia akan menggunakan kata-kata yang sangat hati-hati untuk menyembunyikan fakta atau informasi.

  4. The degree of personal focus (tingkat hubungan personal). Kemampuan media untuk mengantarkan perasaan personal dan emosi dari pihak-pihak yang berkomunkasi.
    Setiap media memiliki tingkatan yang berbeda soal fokus pribadi, khususnya ketika sebuah media menggabungkan perasaan pribadi dan emosi, pesan akan tersampaikan dengan baik.

    Sebagai contoh, komunikasi face-toface dibandingkan dengan komunikasi melalui email.

image

Teori Media Richness memandang media komunikasi berdasarkan kemampuan media untuk menyampaikan informasi ( Trevino, 1987). Fokus Teori Media Richness ini adalah pada kemampuan media untuk memberikan umpan balik (feedback), isyarat non verbal, menjaga keutuhan pesan, dan menyajikan ekspresi emosi. Menurut teori kesempurnaan media ini, jika tingkat kerancuan pesan 55 tinggi (sulit dipahami) dalam organisasi, maka gunakanlah media komunikasi yang paling kaya yaitu komunikasi face to face. Komunikasi face to face disebut kaya karena dapat memungkinkan terjadinya feedback dengan segera, selain itu informasi yang disampaikan pun tidak hanya informasi yang bersifat verbal, namun juga non-verbal. Berbeda dengan media komunikiasi yang disebut miskin seperti e-mail atau surat-menyurat yang tidak menghasilkan feedback dengan segera dan informasi yang disampaikannya pun hanya bersifat verbal (tulisan) saja. Pesan yang memiliki tingkat kerancuan rendah (dapat dengan mudah dipahami) dapat dikomunikasikan dengan media yang miskin atau tidak sempurna seperti surat menyurat yang bersifat tertulis. Teori ini juga mengatakan jika menggunakan media komunikasi yang miskin akan membawa organisasi ke arah penurunan mutu keluarannya (output).

Referensi :

  • Scott M. Cutlip, Allen H. Center, Glen M. Broom. Effective Public Relations. Edisi Kesembilan Jakarta. Prenada Media Group. 1982
  • Saodah Wok, Teori-Teori Komunikasi, (Kuala Lumpur: PTS Professional Publissing, 2003)